Menurut pakar ahli kedewasaan seseorang bisa di lihat dari 4 faktor, yaitu:
1. Dari segi biologis (umur)
2. Dari segi fisik.
3. Dari segi Rohani
4. Dari segi sosial
Apabila ke 4 faktor tersebut dimilikinya maka dewasalah orang tersebut. Itulah mata kuliah Dasar-Dasar Filosofi Konseling yang diberikan oleh dosen. Tapi menurut Beliau jarang sekali ke 4 hal tersebut di miliki seseorang.
Teringatlah aku kepada Al-Qur'an, jadi sesampainya di rumah aku membuka Mushaf Al-Qur'an, terteralah arti Kedewasaan menurut Al-quran.
Ada 8 ayat yang menerangkan makna kedewasaan:
1. Q.S. Al-Imron (3):46
"Dan Dia berbicara dengan manusia (sewaktu) dalam buaian dan ketika sudah dewasa, dan dia termasuk diantara orang-orang yang sholeh".
2. Q.S. Al-Maidah (5):110
"Dan Ingatlah, ketika Allah berfirman :"Wahai Isa putra Mariyam ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu sewaktu Aku mguatkanmu dengan Ruhul Qudus. Engkau dapat berbicara dengan manusia diwaktu masih dalam buaian dan setelah dewasa. Dan ingatlah ketika Aku mengajarkan menulis kepadamu, juga Hikmah, Taurat dan Injil.. . . ."
3. Q.S. Al-An'am (6):152
"Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai dia mencapai usia dewasa".
4. Q.S.Al-Isra' (7):34
"Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai dia dewasa, dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya".
5. Q.S. Yusuf (12): 22
"Dan ketika dia telah cukup dewasa Kami berikan kepadanya kekuasaan dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik".
Q.S. Al Hujurat ayat 10 : “sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu yang berselisih dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”.
1.Menahan amarah
Q.S. Al-Imron ayat 134: “. . . . .Dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Ada 3 tingkatan kelas manusia seperti ayat yang diterangkan di atas:
a.Kelas pemula
·Jika di dzalimi (bukan permasalahan sepele tetapi permasalahan besar) oleh orang lain maka dia mampu menahan amarah.
·Tidak mau membalas dendam/tidak mau menyakiti orang yang telah mendzolimi.
·Hadist Rasulullah: “ Bukanlah orang kuat itu karena selalu (menang gulat), akan tetapi orang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan nafsunya ketika marah” . ( H.R. Bukhari – Muslim).
·Hadist Rasulullah: “ Barang siapa yang meredam amarah padahal dia mampu melampiaskannya, maka Allah memanggilnya di hadapan para makhluk di hari kiamat, Dia menyuruhnya memilih dari para bidadari/a apa yang dia kehendaki”. (H.R. Abu Daud dan At –Tirmidzi).
b.Kelas penengah
·Jika di dzolimi maka dia selain menahan amarah dia juga akan memaafkan kesalahan orang tersebut.
·Dia akan segera menemui orang tersebut (yang mendzolimi)/mendatanginya dan memintakan maaf.
·Hadist: “Berikanlah kabar gembira kepada orang yang di caci/di cela yaitu kebaikanya orang yang suka mencela/memfitnah/mencaci akan di timpakan kepada orang tersebut”.
c.Kelas mulia
·Jika di dzolimi maka dia menahan amarah, memaafkan dan berbuat kebajikan seperti memberikan hadiah, berjabat tangan, tetap tersenyum.
·Pokoknya kejahatan di balas dengan kebaikan.
2.Meninggalkan pakaian permusuhan dan kedengkian
3.Memaafkan kesalahan orang lain
·Kisah Hasan Al Basri yang di datangi seseorang dan orang yang datang tersebut berkata : “Hai Hasan ada orang yang memburuk-burukanmu”. Lalu Hasan Al Basri masuk ke rumah mengambil kurmadan memberikan kurma tersebut kepada dia dan Hasan Al Basri berkata: “berikanlah kurma ini kepada orang yang telah menyakitiku”. Inilah contoh orang sholeh.
·Peristiwa tersebut di jawab oleh Hasan Al Basri bahwa orang tersebut memberikan kebaikan-kebaikan kepadaku.
·Janganlah bingung, sedih, kecewa atau sakit hati karena kebaikan-kebaikan orang yang suka mencaci akan ditimpakan kepada kita. Inilah sebagai bonus pahala yang akan menambah timbangan amal pahala kita.
·Kita tidak bisa menahan orang untuk berhenti mencacidan sebaliknya kita pun tidak bisa tidak berbuat kesalahan (suci) karena kita bukanlah malaikat hanyalah manusia biasa yang tak luput dari dosa dan kesalahan.
·Sifat ini sudah ada sejak jaman dahulu dimana nabi-nabi kita di hina sebagai penyihir, orang gila. Dan Allah pun yang telah memberikan banyak kenikmatan kepada kita tetap saja di hina yaitu Tuhan mempunyai anak.
·Sebenarnya prinsip setiap hamba adalah sama yaitu menegakkan ‘Lailaahaillah’, sehingga kita harus belajar bagaimana kita bersikap ketika kita merasa terpancing untuk saling permusuhan.
Masih ingat dengan seorang sahabat Nabi yang tak dapat melihat? Yang karenanya Allah lalu menegur Nabi dan menurunkan surat "A'basa"? Ia adalah Abdullah bin Ummi Maktum Radiallahuanhu. Seorang sosok sahabat yang senantiasa tawadlhu dalam menunaikan kewajibannya sebagai hamba Allah.
Suatu ketika sahabat Nabi ini menghampiri baginda Rasulullah Saw. Ia hendak meminta izin, untuk tidak mengikuti jama'ah shubuh, karena tak ada yang menuntunnya menuju masjid. Setelah mendengar alasannya, baginda Rasulpun bertanya: "Apakah engkau mendengar adzan?", Abdullah lantas menjawab: "Tentu baginda", "Kalau begitu tidak ada keringanan untukmu", tandas Rasul.
Layaknya hamba Allah yang senantiasa istiqomah dalam menjalankan perintahNya. Abdullahpun sam'an wa tho'atan atas apa yang diperintahkan Rasulullah Saw. Dengan mantap ia berazam untuk mendirikan jama'ah shubuh di masjid,sekalipun dirinya harus meraba-raba dengan tongkat untuk menuju sumber azan.
Keesokan harinya, tatkala fajar menjelang dan azan mulai berkumandang, Abdullah bin Ummi Maktumpun bergegas memenuhi panggilan Ilahi. Tak lama ketika ia mengayunkan kakinya beberapa langkah, tiba-tiba ia tersandung sebuah batu, badannya lalu tersungkur jatuh, dan sebagian ongkahan batu itu tepat mengenai wajahnya, dengan seketika darahpun mengalir dari mukanya yang mulia.
Dengan cepat Abdullah kembali bangkit, sembari mengusap darah yang membasahi wajahnya, iapun dengan mantap akan kembali melanjutkan perjalanan menuju masjid. Selang beberapa saat, datang seorang sosok lelaki tak dikenal menghampirinya, kemudian lelaki itu bertanya: "A'mmu (paman) hendak pergi kemana?". "Saya ingin memenuhi panggilan Ilahi" jawab Abdullah tenang. Lalu laki-laki asing itu menawarkan jasanya, "Saya akan antarkan a'mmu ke masjid, lalu nanti kembali pulang ke rumah". Lelaki itupun segera menuntun Abdullah menuju rumah Allah, dan kemudian mengantarkannya kembali pulang.
Hal ini ternyata tidak hanya sekali dilakukan lelaki asing itu, tiap hari ia selalu menuntun Abdullah ke masjid dan kemudian mengantarkannya kembali ke rumah. Tentu saja Abdullah bin Ummi Maktum sangat gembira, karena ada orang yang dengan baik hati mengantarnya salat berjama'ah, bahkan tanpa mengharapkan imbalan apapun.
Hingga tibalah suatu saat, ia ingin tahu siapa nama lelaki yang selalu mengantarnya. Ia lalu menanyakan nama lelaki budiman itu. Namun spontan lelaki asing itu menjawab: "Apa yang paman inginkan dari namaku?", "Saya ingin berdo'a kepada Allah, atas kebajikan yang selama ini engkau lakukan", jawab Abdullah. "Tidak usah" tegas lelaki itu. "Paman tidak perlu berdoa untuk meringankan penderitaanku, dan jangan sekali-kali paman menanyai namaku" tegasnya. Abdullah terhentak dan terkejut atas jawaban lelaki itu, Iapun kemudian bersumpah atas nama Allah, meminta lelaki itu untuk tidak menemuinya lagi, sampai ia tahu betul siapa dan mengapa ia terus memandunya menuju masjid dan tidak mengharapkan balasan apapun.
Mendengar sumpah Abdullah, laki-laki itu kemudian berpikir panjang, ia kemudian berkata: "Baiklah akan aku katakan siapa diriku sebenarnya. "Aku adalah Iblis" jawabnya. Abdullah tersentak tak percaya, "Bagaimana mungkin engkau menuntunku ke masjid, sedangkan dirimu menghalangi manusia untuk mengerjakan salat?" Iblis itu kemudian menjawab: "Engkau masih ingat ketika dulu hendak melaksanak salat shubuh berjama'ah, dirimu tersandung batu, lalu bongkahannya melukai wajahmu?". "Iya, aku ingat" jawab Abdullah. "Pada saat itu aku mendengar ucapan Malaikat, bahwasannya Allah telah mengampuni setengah dari dosamu, aku takut kalau engkau tersandung untuk kedua kali, lalu Allah menghapuskan setengah dosamu yang lain" jelas Iblis. "Oleh karena itu aku selalu menuntunmu ke Masjid dan mengantarkanmu pulang, khawatir jika engkau kembali ceroboh lagi ketika berangkat ke Masjid"
Astaghfirullah, ternyata Iblis tak pernah rela sedikitpun melihat hamba Allah menjadi ahli ibadah. Terbukti semua cara ia tempuh, hingga ia tak segan untuk menggunakan topeng kebaikan
Dari sepenggal kisah sahabat diatas, tentu kita dapat mengambil pelajaran dan memahami satu dari karakter Iblis, lalu bagaimana dengan kita? masihkah berdiam diri, menunggu menjadi korban makhluk laknat itu, atau kita mencoba melawan dengan memperbaiki diri dan terus mendekatkan diri pada Ilahi?
Mulai saat ini marilah kita bersama-sama istiqomah dalam melakukan amal kebaikan, agar kita terhindar dari tipu daya iblis laknatullahalaih, semoga.