Thursday, September 5, 2019


Kisah..kuttab

Ruang Kesehatan Ulama Dahulu

Tidur ulama bisa sangat sedikit. Fisik mereka lelah luar biasa. Otak mereka tak pernah berhenti bekerja. Nutrisi makanan mereka terkadang apa adanya dan jauh dari kata cukup. Tapi mereka sehat luar biasa. Apa rahasianya?
Ini penuturan murid tentang gurunya. Murid yang mengagumi gurunya.
Ibnu Qoyyim -rohimahulloh- menuturkan tentang kesehatan gurunya; Ibnu Taimiyyah -rohimahulloh-. Dalam buku yg memaparkan jalan kebahagiaan; Kunci Negeri Kebahagiaan.
Kini kita dengarkan Ibnu Qoyyim langsung yang bertutur:

Aku mendengar syekh kami Abul Abbas Ibnu Taimiyyah rohimahulloh mengajar sementara beliau sedang merasakan sakit.
Dokter berkata kepadanya: Sakitmu ini akan semakin parah jika kamu bicara tentang ilmu, memikirkannya, fokus padanya dan menghapalnya.

Ibnu Taimiyyah menjawab: Bukankah kalian yang menyampaikan bahwa jika jiwa kuat dan senang maka ia akan bahagia, saat itulah ia punya kekuatan yg akan dibantu oleh tabiat untuk menolak penyakit yang datang. Ia adalah musuhnya, jika kuat akan mengalahkannya.

Dokter berkata: Benar

Ibnu Taimiyyah berkata:
Jika jiwaku ini sibuk menyampaikan ilmu, menghapalnya, membicarakannya dan berhasil mengurai yang sulit, ia akan bahagia dan kuat sehingga ia akan mampu mengusir penyakit yang datang..!

(Fisik ini memang punya hak yang harus dipenuhinya. Tapi fisik ini hanyalah prajurit yang digerakkan oleh panglima. Panglimanya adalah jiwa ini.
Maka sehat atau sakitnya fisik ini sangat tergantung bahagia dan sedihnya jiwa ini.
Jika mudah galau, sedih, khawatir, gundah, walau fisik menyantap nutrisi terbaik maka berbagai penyakit siap menyergap.
Maka...
Bahagiakan jiwamu
Karena...
Ini kunci utama kesehatanmu
Jadi...
Lelah bukan masalah!!!
Asal lelah pada yang membahagiakan jiwa.

Karena badan ini hanya perlu direbahkan sesaat. Dan setelahnya ia bangkit dalam bahagia dan kesehatan terbaik.

Bahagiakan jiwa kami dan beri kesehatan kami, ya Robb)

#sapapagi Ustadz Budi Ashari, Lc. 29 Maret 2016.

_______________________

Parenting Nabawiyyah

Nutrisu makanan terkadang apa adanya jauh dari kata cukup....

Jadi intinya di jiwa yang kuat dan bahagia
_________________

 "Ajarkandahulu tentang Allah, malaikat, hari akhir, surga, neraka, Siroh Nabawiyyah, baru kemudian syariat (sholat, puasa, dst), baru kemudian (yang berkaitan dengan) sosial. Jangan sibuk mengajarkan anak-anak kita matematika, IT, bahasa asing, dll tapi tidak menanamkan tauhid."
Ustadz Rofiq Hidayat, Lc dalam "Menanamkan Tauhid Pada Anak" Akademi Keluarga Mustawa 1.

Jangan sampai kita terjebak dengan anjuran untuk tidak mengajarkan hal abstrak pada anak, padahal ini (yang ghaib) harus ditanamkan sedini mungkin.

#AKUPN2017

__________________________

 https://www.facebook.com/164021043737797/posts/1490357031104185/
Kamis, 5 Muharram 1441 H / 5 Sepetember 2019.


                 *💥 15 TERAPI MENGATASI MASALAH 💥*

❅ https://t.me/MuliaDenganSunnah

✍🏽 *Ustadz Najmi Umar Bakkar*

Tidak ada masalah dengan masalah, karena masalah akan selalu ada selama hidup di dunia, yang mana semuanya telah terjadi dengan izin Allah. Yang jadi persoalan sebenarnya adalah bagaimana sikap yang benar dalam menghadapi masalah itu...

Masalah terbesar bukanlah apa yang telah dirasakan, tapi akibat dari masalah itu, yaitu karena ketidaksabaran, maka hilanglah 10 perkara yang seharusnya dapat dimiliki ; pahala, terhapusnya dosa, keberkahan, rahmat, petunjuk, kebaikan, cinta Allah dan naiknya derajat di sisi Allah, serta selamat   dari Neraka dan masuk ke dalam Surga...

Berkata Umar bin Khaththab رضي الله عنه

*"Aku tidak perduli keadaan apa pun yang bersamaku, apakah yang aku senangi atau tidak, karena aku tidak tahu kebaikan itu ada pada yang aku sukai atau yang aku tidak sukai" (Mausuu'ah Ibnu Abi Dunya I/414)*

*Oleh karena itu, bagi seseorang yang memiliki masalah, hendaknya ia memiliki sikap :*

(01). Beriman dan ridha kepada taqdir Allah

(02). Memperbanyak doa dan istighfar

(03). Mengingat pahala besar di sisi Allah

(04). Memahami hakikat kehidupan dunia yang sebentar, yang pasti ada ujian dan cobaan

(05). Tidak berputus asa dari rahmat Allah dengan mengharapkan kematian dll, tetapi selalu yakin akan pertolongan dari-Nya

(06). Meletakkan dunia dan apa pun dari permasalahannya di tangan dan meletakkan akhirat selalu di hati

(07). Memahami bahwa masalah yang menimpa tidaklah seberapa apabila ingin dibandingkan dengan segala pemberian dan nikmat dari Allah Ta'ala

(08). Menghibur diri dengan melihat dan mengingat masalah orang lain yang mana ternyata banyak juga yang tertimpa masalah, bahkan lebih berat lagi

(09). Memahami bahwa bisa jadi dengan masalah seperti itu lebih baik untuknya dalam penilaian Allah daripada tanpa adanya masalah baginya

(10). Selalu bersyukur kepada Allah, karena masalah itu tidak menimpa kepada masalah agama, tetapi hanya menimpa kepada masalah dunia saja

(11). Memahami bahwa masalah yang menjadikan seseorang semakin dekat kepada Allah lebih baik daripada kenikmatan yang membuat lalai

(12). Memahami bahwa masalah yang menimpa bisa menjadi penyebab seseorang merasakan kenikmatan dalam beribadah, bahkan semakin mendekatkan dirinya kepada Allah

(13). Memperkuat kesabaran, dan tidak mengkedepankan perasaan serta emosi, sebab dengan mengeluh dan menggerutu hanya menambah derita, bukannya menghilangkan musibah dan masalah

(14). Selalu mengevaluasi, apakah hijrahnya sudah di jalan Allah ? Jika iya, pasti Allah bantu : "Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak" (QS. An-Nisaa' [4]: 100)

(15). Selalu mengevaluasi, apakah  sudah bertakwa kepada Allah ? Jika iya, pasti Allah bantu : "Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya" (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-4)

Segala persoalan dalam hidup ini sebenarnya tidak untuk menguji kekuatan dirimu, tapi tuk menguji seberapa besar kesungguhanmu dalam meminta pertolongan kepada Allah...

Berkata Sufyan ats-Tsauri رحمه الله

كان يقال ليس بفقيه من لم يعد البلاء نعمة والرخاء مصيبة

"Dahulu dikatakan: Bukanlah seorang faqih (orang yang memahami agama secara mendalam), orang yang tidak menganggap ujian berupa musibah sebagai nikmat, dan ujian berupa kesenangan sebagai musibah" (Az-Zuhd libnil Mubaarak no.456)


       https://telegram.me/najmiumar
✒ Editor : Admin Asy-Syamil.com

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

                                               
                                            ___🍃🕋🍃___
.
Kisah arloji tua


🔍📚🔍📚🔍📚🔍📚🔍📚🔍

Sayang kalo dibaca sendiri ...Semoga bermanfaat 🙏🙏

*"ARLOJI TUA"*
.
Merasa ajal nya sudah dekat, seorang ayah berkata kepada anak nya:
. “Nak, Arloji milik ku ini adalah warisan dari kakek buyut mu, usia nya lebih dari 200 tahun”
.
“ Sebelum Ayah wariskan pada mu, Ayah mau kamu bawa Arloji tua ini ke toko jam di sebrang jalan itu, katakan kepada pemilik toko bahwa kamu mau menjualnya. Tanya lihat berapa harga nya…”
.
Sang anak pergi tidak lama lalu kembali dan berkata: “pemilik toko jam itu bilang bahwa harga nya Cuma 5 Dolar, karena ini adalah arloji tua…”
Kemudian si Ayah berkata; “sekarang coba kamu bawa arloji ini ke toko barang barang antik  dan tanyakan harga nya…”
.
Si anak pergi lalu kembali dan berkata “ pemilik toko bilang , harga arloji ini mencapai 5000 Dollar..”
.
Sang Ayah berkata; “ sekarang coba bawa ke museum dan katakan ke mereka bahwa kamu mau menjual arloji tua ini..”
.
Si anak pun pergi lalu kembali dan berkata “ mereka mendatangkan pakar arloji untuk memperkirakan harga nya, lalu mereka menawarkan kepada ku 1.000.000 Dollar untuk arloji ini…”
.
*Si Ayah berkata; “nak, aku sedang mengajarkan mu bahwa kamu hanya akan dihargai dengan benar ketika kamu berada di lingkungan yang tepat, maka jangan pernah kamu tinggal di tempat yang salah lalu marah karena tidak ada yang menghargai mu…”*
.
*Karena Mereka yang mengetahui nilai mu, akan selalu menghargai mu,…*

*Ibrohnya :*

Terkadang kita tidak menjumpai "lingkungan yang tepat", tapi kita berusaha untuk tidak marah atau kecewa dg sikap lingkungan yang tidak tepat tsb.
Kita hanya berusaha untuk mendapatkan pengakuan dan penilaian dari Allah.
Kita tetap berusaha memperbaiki diri dan memperbaiki lingkungan semampu kita karena Allah.

Janganlah kita  menginginkan pujian/ridho  dari manusia maka hasilnya akan selau mengecewakan ...

Teruslah berdoa dan berusaha utk mencari lingkungan yang baik yg  sesuai dg tuntunan syariat Allah dan i'tiba kepada Rasulullah....

Semoga Allah mudahkan segala urusan kita semua ...aamiin

🍃🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹🍃

Parenting


Bagaimana mencetak anak shalih?

Semua orang yang telah menikah dan memiliki anak pasti menginginkan anaknya jadi shalih dan bermanfaat untuk orang tua serta agamanya. Karena anak jadi penyebab bagi orang tua untuk terus mendapat manfaat lewat doa dan amalannya, walau orang tua telah tiada. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, atau doa anak yang shalih.” (HR. Muslim no. 1631).

Berarti keturunan atau anak yang shalih adalah harapan bagi setiap orang tua. Terutama ketika orang tua telah tiada, ia akan terus mendapatkan manfaat dari anaknya. Manfaatnya bukan hanya dari doa seperti tertera dalam hadits di atas. Manfaat yang orang tua perolah bisa pula dari amalan anak. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ

“Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud no. 3528, An-Nasa’i dalam Al-Kubra 4: 4, 6043, Tirmidzi no. 1358, dan Ibnu Majah no. 2290. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Ada beberapa kiat singkat yang bisa kami sampaikan dalam kesempatan kali ini.

1- Faktor Utama adalah Doa

Tanpa doa, sangat tak mungkin tujuan mendapatkan anak shalih bisa terwujud. Karena keshalihan didapati dengan taufik dan petunjuk Allah.

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’rof : 178)

Karena hidayah di tangan Allah, tentu kita harus banyak memohon pada Allah. Ada contoh-contoh doa yang bisa kita amalkan dan sudah dipraktikkan oleh para nabi di masa silam.

Doa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

“Robbi hablii minash shoolihiin” [Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh]”. (QS. Ash Shaffaat: 100).

Doa Nabi Zakariya ‘alaihis salaam,

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Robbi hab lii min ladunka dzurriyyatan thoyyibatan, innaka samii’ud du’aa’” [Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mengdengar doa] (QS. Ali Imron: 38).

Doa ‘Ibadurrahman (hamba Allah yang beriman),

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Robbanaa hab lanaa min azwajinaa wa dzurriyatinaa qurrota a’yun waj’alnaa lil muttaqiina imaamaa” [Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa]. (QS. Al-Furqan: 74)

Yang jelas doa orang tua pada anaknya adalah doa yang mustajab. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Ada tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang terzalimi.” (HR. Abu Daud no. 1536, Ibnu Majah no. 3862 dan Tirmidzi no. 1905. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Oleh karenanya jangan sampai orang tua melupakan doa baik pada anaknya, walau mungkin saat ini anak tersebut sulit diatur dan nakal. Hidayah dan taufik di tangan Allah. Siapa tahu ke depannya, ia menjadi anak yang shalih dan manfaat untuk orang tua berkat doa yang tidak pernah putus-putusnya.

2- Orang Tua Harus Memperbaiki Diri dan Menjadi Shalih

Kalau menginginkan anak yang shalih, orang tua juga harus memperbaiki diri. Bukan hanya ia berharap anaknya jadi baik, sedangkan ortu sendiri masih terus bermaksiat, masih sulit shalat, masih enggan menutup aurat. Sebagian salaf sampai-sampai terus menambah shalat, cuma ingin agar anaknya menjadi shalih.

Sa’id bin Al-Musayyib pernah berkata pada anaknya,

لَأَزِيْدَنَّ فِي صَلاَتِي مِنْ أَجْلِكَ

“Wahai anakku, sungguh aku terus menambah shalatku ini karenamu (agar kamu menjadi shalih, pen.).” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 467)

Bukti lain pula bahwa keshalihan orang tua berpengaruh pada anak, di antaranya kita dapat melihat pada kisah dua anak yatim yang mendapat penjagaan Allah karena ayahnya adalah orang yang shalih. Silakan lihat dalam surat Al-Kahfi,

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih.” (QS. Al-Kahfi: 82). ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz pernah mengatakan,

مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يَمُوْتُ إِلاَّ حَفِظَهُ اللهُ فِي عَقِبِهِ وَعَقِبِ عَقِبِهِ

“Setiap mukmin yang meninggal dunia (di mana ia terus memperhatikan kewajiban pada Allah, pen.), maka Allah akan senantiasa menjaga anak dan keturunannya setelah itu.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 467)

3- Pendidikan Agama Sejak Dini

Allah memerintahkan pada kita untuk menjaga diri kita dan anak kita dari neraka sebagaimana disebutkan dalam ayat,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6). Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir (7: 321), ‘Ali mengatakan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah,

أَدِّبُوْهُمْ وَعَلِّمُوْهُمْ

“Ajarilah adab dan agama pada mereka.” Tentang shalat pun diperintahkan diajak dan diajarkan sejak dini. Dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu ‘anhu, beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ

“Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud no. 495. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Tentang adab makan diperintahkan untuk diajarkan. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendidik ‘Umar bin Abi Salamah adab makan yang benar. Beliau berkata pada ‘Umar,

يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

“Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (bacalah bismillah) ketika makan. Makanlah dengan tangan kananmu. Makanlah yang ada di dekatmu.” (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022)

Bukan hanya shalat dan adab saja yang diajarkan, hendaklah pula anak diajarkan untuk menjauhi perkara haram seperti zina, berjudi, minum minuman keras, berbohong dan perbuatan tercela lainnya. Kalau orang tua tidak bisa mengajarkannya karena kurang ilmu, sudah sepatutnya anak diajak untuk dididik di Taman Pembelajaran Al-Qur’an (TPA) atau sebuah pesantren di luar waktu sekolahnya. Moga kita dikaruniakan anak-anak yang menjadi penyejuk mata orang tuanya. Al-Hasan Al-Bashri berkata,

لَيْسَ شَيْءٌ أَقَرُّ لِعَيْنِ المؤْمِنِ مِنْ أَنْ يَرَى زَوْجَتَهُ وَأَوْلاَدَهُ مُطِيْعِيْنَ للهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Tidak ada sesuatu yang lebih menyejukkan mata seorang mukmin selain melihat istri dan keturunannya taat pada Allah ‘azza wa jalla.” (Disebutkan dalam Zaad Al-Masiir pada penafsiran Surat Al-Furqan ayat 74) Wallahu waliyyut taufiq.

Referensi Utama:

Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim. Cetakan pertama, tahun 1433 H. Yahya bin Syarh An-Nawawi. Penerbit Dar Ibnu Hazm. Fiqh

Tarbiyah Al-Abna’. Cetakan tahun 1423 H. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Dar Ibnu Rajab.



Naskah Khutbah Jumat di Masjid Jami’ Al-Adha, Pesantren Darush Sholihin

Selesai disusun di hari Jumat, 18 Dzulhijjah 1436 H di Darush Sholihin, Panggang, GK

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com



Ingin tahu selengkapnya.
Yuk KLIK: https://rumaysho.com/12012-bagaimana-mencetak-anak-shalih.html
 
Ikhlas


BELAJAR ISLAM AQIDAH

Aku Tidak Ingin Amal Ibadahku Sia-sia


(Buletin Artikel  At Tauhid) Para pembaca yang semoga selalu mendapatkan taufik dari Allah Ta’ala. Allah menciptakan kita, tidaklah untuk dibiarkan begitu saja. Tidaklah kita diciptakan hanya untuk makan dan minum atau hidup bebas dan gembira semata. Akan tetapi, ada tujuan yang mulia dan penuh hikmah di balik itu semua yaitu melakukan ibadah kepada Sang Maha Pencipta.

Ibadah ini bisa diterima hanya dengan adanya tauhid di dalamnya. Jika terdapat noda-noda syirik, maka batallah amal ibadah tersebut.

Tauhid adalah Syarat Diterimanya Ibadah Perlu pembaca sekalian ketahui bahwa ibadah tidak akan diterima kecuali apabila memenuhi 2 syarat :

Pertama, memurnikan ibadah kepada Allah semata (tauhid) dan tidak melakukan kesyirikan.

Kedua, mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibadah apapun yang tidak memenuhi salah satu dari kedua syarat ini, maka ibadah tersebut tidak diterima.

Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan,”Sesungguhnya apabila suatu amalan sudah dilakukan dengan ikhlas, namun tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah maka amalan tersebut tidak diterima.

Dan apabila amalan tersebut sudah sesuai dengan tuntunan Rasulullah, namun tidak ikhlas, maka amalan tersebut juga tidak diterima, sampai amalan tersebut ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Jaami’ul Ulum wal Hikam)

Ada permisalan yang sangat bagus mengenai syarat ibadah yang pertama yaitu tauhid. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam risalahnya yang berjudul Al Qawa’idul Arba’. Beliau rahimahullah berkata,”Ketahuilah, sesungguhnya ibadah tidaklah disebut ibadah kecuali dengan tauhid (yaitu memurnikan ibadah kepada Allah semata, pen).

Sebagaimana shalat tidaklah disebut shalat kecuali dalam keadaan thaharah (baca: bersuci). Apabila syirik masuk dalam ibadah tadi, maka ibadah itu batal.

Sebagaimana hadats masuk dalam thaharah.” Maka setiap ibadah yang di dalamnya tidak terdapat tauhid sehingga jatuh kepada syirik, maka amalan seperti itu tidak bernilai selamanya.

 Oleh karena itu, tidaklah dinamakan ibadah kecuali bersama tauhid. Adapun jika tanpa tauhid sebagaimana seseorang bersedekah, memberi pinjaman utang, berbuat baik kepada manusia atau semacamnya, namun tidak disertai dengan tauhid (ikhlas mengharap ridha Allah) maka dia telah jatuh dalam firman Allah yang artinya,”Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan.” (Al Furqon : 23). (Abrazul Fawa’id)

 Tanpa Tauhid, Amal Ibadah Tidaklah Bernilai Syaikh rahimahullah membuat permisalan yang sangat mudah dipahami dengan permisalan shalat.

Tidaklah dikatakan shalat kecuali adanya thaharah yaitu berwudhu. Apabila seseorang tidak dalam keadaan berwudhu lalu melakukan shalat yang banyak, memanjangkan berdiri, ruku’, dan sujudnya, serta memperbagus shalatnya, maka seluruh kaum muslimin sepakat shalatnya tidak sah.

 Bahkan dia dihukumi telah meninggalkan shalat karena agungnya syarat shalat ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Allah tidak akan menerima shalat seseorang di antara kalian apabila dia berhadats sampai dia berwudhu.”(Muttafaqun ‘alaihi).

Sebagaimana shalat dapat batal karena tidak adanya thaharah, maka ibadah juga bisa batal karena tidak adanya tauhid di dalamnya.

 Namun syarat ikhlas dan tauhid agar ibadah diterima tentu saja jauh berbeda jika dibanding dengan syarat thaharah agar shalat diterima.

Apabila seseorang shalat dalam keadaan hadats dengan sengaja, maka terdapat perselisihan pendapat di antara ulama tentang kafirnya orang ini.

 Akan tetapi, para ulama tidak pernah berselisih pendapat tentang kafirnya orang yang beribadah pada Allah dengan berbuat syirik kepada-Nya (yaitu syirik akbar) yang dengan ini akan menjadikan tidak ada satu amalnya pun diterima. (Lihat Syarhul Qawa’idil Arba’, Syaikh Sholeh Alu Syaikh) Syirik Akbar Akan Menghapus Seluruh Amal Ingatlah saudaraku, seseorang bisa dinyatakan terhapus seluruh amalnya (kafir) bukan hanya semata-mata dengan berpindah agama (alias: murtad). Akan tetapi, seseorang bisa saja kafir dengan berbuat syirik yaitu syirik akbar, walaupun dalam kehidupannya dia adalah orang yang rajin melakukan shalat malam.

 Apabila dia melakukan satu syirik akbar saja, maka dia bisa keluar dari agama ini dan amal-amal kebaikan yang dilakukannya akan terhapus. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Al An’am: 88).

Apabila  dia tidak bertaubat darinya maka diharamkan baginya surga, sebagaimana firman-Nya yang artinya,”Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (Al Maidah: 72)

 Contoh syirik akbar adalah melakukan tumbal berupa sembelihan kepala kerbau, kemudian di-larung (dilabuhkan) di laut selatan agar laut tersebut tidak ngamuk (yang kata pelaku syirik: tumbal tersebut dipersembahkan kepada penguasa laut selatan yaitu jin Nyi Roro Kidul).

Padahal menyembelih merupakan salah satu aktivitas ibadah karena di dalamnya terkandung unsur ibadah yaitu merendahkan diri dan tunduk patuh.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (Al An’am: 162).

Barangsiapa yang memalingkan perkara ibadah yang satu ini kepada selain Allah maka dia telah jatuh dalam perbuatan syirik akbar dan pelakunya keluar dari Islam. (Lihat At Tanbihaat Al Mukhtashot Syarh Al Wajibat)

Syirik Ashgar Dapat Menghapus Amal Ibadah Jenis syirik yang berada di bawah syirik akbar dan tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam adalah syirik ashgar (syirik kecil).

Walaupun dinamakan syirik kecil, akan tetapi tetap saja dosanya lebih besar dari dosa besar seperti berzina dan mencuri. Salah satu contohnya adalah riya’ yaitu memamerkan amal ibadah untuk mendapatkan pujian dari orang lain.

 Dosa ini yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat khawatirkan akan menimpa para sahabat dan umatnya.

Pada kenyataannya banyak manusia yang terjerumus di dalam dosa syirik yang satu ini.

Banyak orang yang mengerjakan shalat dan membaca Al Qur’an ingin dipuji dengan memperlihatkan ibadah yang mulia ini kepada orang lain. T

Tatkala orang lain melihatnya, dia memperpanjang ruku’ dan sujudnya dan dia memperbagus bacaannya dan menangis dengan dibuat-buat. Semua ini dilakukan agar mendapat pujian dari orang lain, agar dianggap sebagai ahli ibadah dan Qori’ (mahir membaca Al Qur’an).

Wahai saudaraku, waspadalah terhadap jerat setan yang dapat membatalkan amal ibadahmu ini!! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Allah berfirman: Aku itu paling tidak butuh sekutu. Barangsiapa melakukan suatu amalan lantas dia mencampurinya dengan berbuat syirik di dalamnya dengan selain-Ku, maka Aku akan tinggalkan dia bersama amal syiriknya itu.” (HR. Muslim).

Apabila ibadah yang dilakukan murni karena riya’, maka amal tersebut batal. Namun apabila riya’ tiba-tiba muncul di pertengahan ibadah lalu pelakunya berusaha keras untuk menghilangkannya, maka hal ini tidaklah membatalkan ibadahnya.

Namun apabila riya’ tersebut tidak dihilangkan, malah dinikmati, maka hal ini dapat membatalkan amal ibadah.

Wahai saudaraku, bersikaplah sebagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihis salam -kekasih Allah yang bersih tauhidnya dari perbuatan syirik-.

Beliau masih berdo’a kepada Allah :”Jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.” (Ibrahim: 35).

Jika beliau yang sempurna tauhidnya saja masih takut terhadap syirik, tentu kita semua yang miskin ilmu dan iman tidak boleh merasa aman darinya.

Ibrahim At Taimi berkata: ”Dan siapakah yang lebih merasa aman tertimpa bala’ (yaitu syirik) setelah Nabi Ibrahim.” Tidaklah seseorang merasa aman dari syirik kecuali dia adalah orang yang paling bodoh tentang syirik. (Fathul Majid)

Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu sedang kami mengetahuinya dan kami memohon ampunan kepada-Mu atas sesuatu yang kami tidak mengetahuinya.

Ingin tahu selengkapnya.
Yuk KLIK: https://rumaysho.com/81-aku-tidak-ingin-amal-ibadahku-sia-sia.html