*PENYEBAB ANAK TIDAK PERCAYA DIRI*
_Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA حفظه الله_
Ketidakpercayaan diri seringkali menjadi satu masalah yang sangat merisaukan; baik bagi anak-anak, terutama bagi orang tuanya. Ketidakpercayaan diri ini jika dibiarkan tentunya akan menghambat perkembangan jiwa sang anak. Apalagi, anak akan menghadapi kehidupan mendatang yang membutuhkan kekuatan jiwa serta keterampilan pengembangan dirinya. Apa sih ciri-ciri anak yang tidak percaya diri?
Ada beberapa indikasi anak ‘terserang’ virus ketidakpercayaan diri. Gejala itu adalah sebagai berikut:
1. Anak sulit menyampaikan sesuatu. Kala berbicara ia gagap dan gagu; serta merasa kesulitan.
2. Anak suka menutup diri dan tidak memiliki keberanian. Tidak berani tampil ke depan, tidak berani mengungkapkan gagasan, takut jika bertemu dengan orang lain, tidak berani mengatakan apa yang dirasakan, dan sebagainya.
3. Anak tidak mampu berfikir secara mandiri. Tatkala ia mendapati masalah, atau kesulitan melakukan sesuatu; ia langsung meminta bantuan kepada orang lain, tidak berusaha memecahkan terlebih dahulu. Hal ini karena ia sudah punya anggapan bahwa dirinya tidak akan bisa memecahkan masalah itu.
4. Anak senantiasa dihantui rasa was-was ada bahaya, kejahatan yang membuatnya bertambah takut dan khawatir.
Apakah anak Anda terserang virus ini? Jika iya, silahkan lanjut membaca apa sebabnya. Mungkin bisa menjadi evaluasi kita sebagai orang tua. Namun jika anaknya tidak terserang, bersyukurlah, dan tetap lanjut baca. Jangan sampai kebobolan!
Penyebab anak tidak percaya diri, antara lain :
*1. Kesalahan Cara Mendidik*
Hal ini perlu diketahui oleh semua orang tua. Mendidik anak itu bukan coba-coba. Salah mendidik anak bisa berarti kita telah merusak satu generasi ke depan. Maka, hendaklah hal-hal berikut tidak kita lakukan; atau jika sudah terjadi, perlu segera kita hentikan. Sungguh, ini demi masa depan anak kita. Kesalahan apa yang dimaksud, sehingga bisa membuat seorang anak tidak percaya diri?
*Anak dididik selalu dengan ancaman dan celaan.*
Bagaimana anak akan percaya diri, bila setiap dia melakukan sesuatu, pasti ada yang mengancamya, “Eit! Hentikan! Bisa kotor semua ini! Bisa rusak semua! Bisa berantakan semua!”. Eit, jangan naik tangga, jatuh nanti kau nak! Eit, jangan main air, nanti basah semua!
Pun dengan celaan, Duuh, ini kerjaan ndak beres-beres! Lama sekali menyapunya! Ini bantuin nyuci piring kok ngga bersih! Tuh kan lihat, dindingnya kotor semua kena spidolmu! Anak selalu dicela tatkala mengalami kegagalan. Anak selalu dicela sebagus apapun hasil pekerjaannya.
*Anak dididik dengan penuh kecurigaan.*
Ketika rumah berantakan, langsung dicurigai sebagai pelaku ‘perusak’ rumah. Ketika ada makanan tidak dihabiskan, langsung dicurigai sebagai pelaku kemubadziran. Ketika pulang agak terlambat, langsung dicurigai sebagai pelaku anak tidak taat.
Anak yang demikian, lama-lama akan enggan menyampaikan alasan yang sebenarnya terjadi, enggan menyampaikan kejadian yang sebenarnya. Belum dia beroleh kesempatan, sudah terlebih dahulu dicurigai.
*Anak dididik dengan kekerasan dan kasar.*
Pukulan memang diperbolehkan, tapi pukulan itu hanya boleh diperuntukkan sesuatu yang sangat penting, semisal shalat. Itupun dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Anak yang sering dipukul, diperlakukan kasar dan keras justru menjadi pribadi yang menuntup dirinya. Dia akan senantiasa ketakutan dan muncul padanya kekhawatiran setiap kali akan melakukan sesuatu. Dia takut tiba-tiba orang tuanya datang lalu membentaknya, bahkan memukulnya.
*Anak dididik untuk merasa tidak berharga.*
Dalam satu hari kehidupan sang anak perlu paling tidak ada satu kesempatan ia mendapat apresiasi atau pujian dari orang lain, terutama orang tuanya. Pujian itu akan membuatnya merasa menjadi orang berguna, dan orang yang hebat; mampu melakukan sesuatu. Dengan demikian, jiwa positif seseorang pun akan meluas. Jika sebaliknya, tentunya ia akan semakin merasa menjadi anak yang tidak ada gunanya, dan tidak bisa apa-apa.
Walaupun dalam konsep pendidikan Islam tidak hanya dikenal metode pujian. Tapi juga ada metode menakut-nakuti (ancaman / hukuman). Yang paling pas adalah sikap proporsional antara kedua metode tersebut.
*Anak dididik untuk persaingan tidak sehat dengan kawan.*
Secara asal tidak mengapa menyebutkan kelebihan orang lain untuk memotivasi anak agar mencontohnya. Namun yang sering menimbulkan masalah adalah tatkala sebagian orang tua terlalu kerap membandingkan kondisi anaknya dengan kondisi anak tetangga. Mereka membandingkan masalah perkembangan fisik lah, emosional lah, nilai akademis lah, prestasi lah, atau yang lainnya. Seringkali anak yang senantiasa dibandingkan ini, ia menjadi anak yang lebih rendah atau buruk dari kawannya. Akan menganggap dirinya tidak punya apa-apa, tidak bisa berpikir apa-apa. Maka akan mudah baginya menyerah atas sebuah masalah, karena merasa Ah, temanku itu yang bisa! Aku mah, kayak gini aja ga bisa!
Mungkin maksud dari orang tua membandingkan anaknya adalah sebagai motivasi. Namun, sungguh kebanyakan hanya akan memberikan pengaruh sebaliknya. Sebab dia belum bisa menangkap maksud anda. Karena dia masih dalam proses pencarian jati diri. Padahal bisa jadi anak memang kurang dalam mata pelajaran tertentu, tapi unggul di mata pelajaran yang lain. Jangan menuntut anak menguasai semua bidang.
*Anak dididik untuk minat yang tidak sesuai keinginan. *
Mengarahkan anak kepada sesuatu yang baik tentu merupakan hal yang positif. Mempelajari ilmu agama yang prinsipil. Mengetahui etika dan adab mulia. Dan yang semisalnya. Namun dalam hal-hal yang bersifat fleksibel, seperti jurusan sekolah, profesi pekerjaan dan yang serupa, kurang bijak bila anak dipaksakan mengikuti kehendak orang tuanya. Betapa banyak orang tua yang memaksakan keinginan/cita-citanya diwujudkan oleh sang anak. Padahal, cita-cita tersebut belum tentu disukai oleh anak.
*Anak dididik untuk terbatasi setiap perilaku dan cara berpikirnya. *
Anak itu daya pikirnya masih sangat melebar, imajinatif. Misalnya bercita-cita menjadi imam Masjdil Haram. Anak tidaklah seperti sebagian orang tua yang sering terjebak dalam belenggu keterbatasan. Biarkan anak berkembang selama masih dalam kerangka yang benar. Apalagi terkait cita-cita anak jangan batasi kemungkinannya. Termasuk di dalamnya adalah meremehkan kemampuan anak, Ah, masa bisa si kakak?
Bersambung…
Diedit oleh Abdullah Zaen dari http://www.fimadani.com/penyebab-anak-tidak-atau-kurang-percaya-diri/
*PENYEBAB ANAK TIDAK PERCAYA DIRI*
[ ] Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA حفظه الله
_Di antara penyebab anak tidak percaya diri juga:_
*2. Pengaruh Lingkungan*
Lingkungan yang berpengaruh besar utamanya adalah keluarga. Jika orang tuanya sering bertengkar, maka anak pun akan senantiasa berada dalam ancaman, ketidaknyamanan, ketakutan, dalam kehidupan sehari-harinya. Inipun akan berdampak dalam kehidupan di luar. Anak tidak mudah bergaul karena merasa takut dan was-was, serta merasa rendah diri.
*3. Pembebanan Tugas yang Tidak Sesuai*
Dalam proses pendidikan dan pendewasaan, anak perlu untuk dilatih mendapat beban tugas. Baik secara teori dan prakteknya, memberikan penugasan atau pekerjaan kepada anak-anak yang usianya sudah sesuai, itu sangat positif. Misalnya saja si kakak kita beri tugas untuk merapikan buku yang sudah dibacanya, lalu ke si adik kita beri tugas untuk merapikan mainannya, dan lain-lain.
Beberapa manfaat penugasan bagi anak dan orangtua itu antara lain: mempercepat kedewasaan berpikir, melatih kepatuhan, memperkuat kedekatan, menanamkan rasa tanggung jawab dan memperkuat rasa percaya diri. Dengan kita memberi apresiasi berupa ucapan terima kasih, komentar positif atau hadiah yang spesial, insyaAllah rasa percaya dirinya akan terbangun.
Kemudian, penugasan itu akan lebih baik bila dilakukan bersama orangtua, misalnya pada hari libur. Sehingga akan terjalin keharmonisan hubungan antar anggota keluarga.
Perlu diketahui bahwa tujuan penugasan itu bukan hasilnya, melainkan yang perlu kita hargai adalah prosesnya. Karena itu, kita disarankan untuk menghargai jerih payahnya seberapapun hasilnya. Yang perlu kita hindari adalah memberikan komentar negatif, entah untuk tujuan meremehkan atau hanya sekedar berkomentar. Karena komentar negatif bisa membangun konsep diri negatif. Anak yang berlebihan mendapatkan komentar negatif akan kurang motivasinya untuk berinisiatif. Mereka juga dibayang-bayangi oleh kesalahan sehingga takut bertindak.
Namun, pembebanan tugas itu harus sesuai dengan kemampuan anak. Sebab ketidakpercayaan diri anak bisa muncul jika anak mendapat beban tugas yang sebenarnya belum sanggup dipikulnya. Ibarat seorang anak SD diberi soal ujian mahasiswa, maka si anak hanya akan merasa gagal dan tidak mampu. Padahal memang kemampuannya belum sampai ke sana.
Ada perbedaan kemampuan dan karakteristik setiap anak. Ayah dan ibu hendaknya memperhatikan keadaan ini sehingga nantinya tidak membebani anak-anak dengan sesuatu di luar kemampuan mereka.
Membebani anak dengan pekerjaan sulit melebihi kemampuannya akan membuatnya gagal. Efeknya ia akan merasa tidak mampu, kecewa, lemah dan menahan diri untuk melanjutkan aktivitasnya, bahkan menghindarinya.
*4. Pengaruh Fisik anak*
Adanya bentuk tubuh yang ‘tidak normal’ dan berbeda dari anak lain, biasanya mengundang cemooh dan ejekan dari teman-temannya. Seperti perut gendut, jerawat banyak, badan pendek, gigi nggak rata, cacat fisik dan lain sebagainya.
Seringkali hal ini memacu rasa ketidakpercayaan diri seorang anak. Mari kita meminimalisir hal-hal tersebut supaya kepercayaan diri anak terjaga.
Maka obatnya adalah memperbaiki kelemahan fisik tersebut sebisanya. Jika masih juga tak bisa diatasi, maka ajari anak untuk mensyukuri kelemahan fisik tersebut dan fokus pada kelebihan yang dia miliki. Allah Maha Adil, ketika ia mengurangkan sesuatu dari kita, dia akan melebihkan kita dari segi lainnya. Nah, daripada minder dengan kelemahan yang kita punya, lebih baik manfaatkan kelebihan yang Allah titip pada kita!
Diedit oleh Abdullah Zaen dari http://www.fimadani.com/penyebab-anak-tidak-atau-kurang-percaya-diri/ dan berbagai sumber lainnya
♻♻♻♻♻♻♻♻♻♻♻