Thursday, March 3, 2016

🍣πŸ₯🍣πŸ₯ RESUME KULWAP MATERI #1 HEbAT DEPOK -  πŸ£πŸ₯🍣πŸ₯

"APA DAN BAGAIMANA HOME EDUCATION?"

πŸ“† Kamis, 25 Februari 2016
⏲ 20.00 - 21.00 wib

πŸŽ₯Host : Bunda Yovita
πŸŽ™Co-Host : Bunda Dila
πŸ“Notulis : Bunda Dila

πŸ’‘SME : Ust.Harry Santosa

-------------------------------
 πŸ‘ "Apa dan Bagaimana Home Education"
                                                                                      Narasumber : Ust.Harry Santosa dan Ibu Septi Peni Wulandani
----------------------------

Bagian 1
πŸ’– Home Education
(Pendidikan berbasis Rumah)

Peradaban sesungguhnya berawal dari sebuah rumah, dari sebuah keluarga. Home Education itu sifat wajib bagi kita yang berperan sebagai penjaga amanah. Karena sesungguhnya HE itu adalah kemampuan alami dan kewajiban syar’i yang harus dimiliki oleh setiap orang tua yang dipercaya menjaga amanahNya.

Jadi tidak ada yang “LUAR BIASA” yang akan kita kerjakan di HE. Kita hanya akan melakukan yang “SEMESTINYA” orangtua lakukan. Maka syarat pertama “dilarang minder” ketika pilihan anda berbeda dengan yang lain. Karena kita sedang menjalankan “misi hidup” dari sang Maha Guru.

Home Education dimulai dari proses seleksi ayah/ibu yang tepat untuk anak-anak kita, karena hak anak pertama adalah mendapatkan ayah dan ibu yg baik. Setelah itu dilanjutkan dari proses terjadinya anak-anak, di dalam rahim, sampai dia lahir. Tahap berikutnya dari usia 0-7 tahun, usia 8-14 tahun, dan usia 14 tahun ke atas kita sudah mempunyai anak yg aqil baligh secara bersamaan.

Home Education sebagai orang tua dan anak nyaris selesai di usia 14 th ke atas. Orang tua berubah fungsi menjadi coach anak dan mengantar anak menjadi dewasa, delivery method HE pun sudah jauh berbeda.

Kita dipercaya sebagai penjaga amanahNya, SEMESTINYA kita menjaganya dengan ilmu. Jadi orang tua yang belajar khusus untuk mendidik anaknya seharusnya hal BIASA, tapi sekarang menjadi hal yang LUAR BIASA karena tidak banyak orang tua yg melakukannya.

Hal-hal yang SEMESTINYA orang tua lakukan :
Mendidik
Mendengarkan
Menyanyangi
Melayani (pd usia 0-7 thn)
Memberi rasa aman&nyaman
Menjaga dari hal-hal yg merusak jiwa dan fisiknya
Memberi contoh dan keteladanan
Bermain
Berkomunikasi dengan baik sesuai usia anak

Bagian 2
πŸ’– “OUTSIDE IN“ vs “INSIDE OUT”

Tugas mendidik bukan menjejali “OUTSIDE IN“, tetapi “INSIDE OUT” yaitu menemani anak-anak menggali dan menemukan fitrah-fitah baik itu sehingga mereka menjadi manusia seutuhnya (insan kamil) tepat ketika mencapai usia aqil baligh. Satu-satunya lembaga yang tahu betul anak-anak kita, mampu telaten dan penuh cinta hanyalah rumah dimana amanah mendidik adalah peran utama ayah bundanya.

Anak lahir ke muka bumi membawa fitrahnya, sehingga perlu pendidikan yang mengeluarkan fitrah anak tersebut:

✅ Fitrah Kesucian. Inilah yang menjelaskan mengapa tiap manusia mengenal dan mengakui adanya Tuhan, memerlukan Tuhan, sehingga manusia memiliki sifat mencintai kebenaran, keadilan, kesucian, malu terhadap dosa.
✅ Fitrah Belajar.
Tidak satupun manusia yang tidak menyukai belajar, kecuali salah ajar. Khalifah di muka bumi tentunya seorang pembelajar tangguh sejati.
✅ Fitrah Bakat.
Ini terkait misi penciptaan spesifik atau peran spesifik khilafah atau peradaban, sehingga setiap anak yang lahir ke muka bumi pasti memiliki bakat yang berbeda-beda.
✅ Fitrah Perkembangan.
Setiap manusia memiliki tahapan perkembangan hidup yang spesifik dan memerlukan pendidikan yang sesuai dengan tahapannya, karena perkembangan fisik dan psikologis anak bertahap mengikuti pertambahan usianya. Misalnya, Allah tidak memerintah ajarkan shalat sejak dini, tetapi ajarkan shalat jika mencapai usia 7 tahun. Pembiasaan boleh dilakukan tapi tetap harus didorong oleh dorongan penghayatan aqidah berupa cinta kepada Allah dari dalam diri anak-anak.

πŸ”» Pendidikan Berbasis Shiroh

Kita perlu mengkaji lebih dalam pendidikan yang dialami oleh Rasulullah dari lahir sampai dewasa, sebagai contoh pendidikan untuk anak-anak nanti. PENDIDIKAN dan PERSEKOLAHAN adalah hal yang berbeda. Bukan sekolah atau tidak sekolah yang ditekankan, tetapi bagaimana pendidikan yang sesuai dengan fitrah anak sehingga potensi alamiah anak dapat dikembangkan, karena setiap anak memiliki potensi yg merupakan panggilan hidupnya.

πŸ”» Pendidikan Berbasis Potensi & Akhlak

Yang dimaksud adalah yang terkait dengan performance. Dimulai dengan mengenal sifat bawaan atau istilah Abah Rama dengan Personality Productive yang kemudian menjadi aktivitas dan performance, lalu  menjadi karir dan peran peradaban yang merupakan panggilan, akhirnya menentukan destiny. Jadi pengembangan potensi berkaitan dengan performansi, namun performansi memerlukan nilai-nilai yang disebut sebagai akhlak dan moral karakter.

Dalam mengembangkan bakatnya, anak-anak perlu diingatkan dan diteladankan dengan nilai-nilai dalam keyakinannya (Al Islam) agar perannya bermanfaat dan rahmat atau menjadi akhlak mulia. ” Setiap keluarga memiliki kemerdekaan untuk menentukan dan mengejar mimpinya , termasuk dalam hal pendidikan.”

Bagian 3
πŸ’– Tazkiyatunnafs.

Secara sederhana dimaknai sebagai pensucian jiwa, membersihkan hati dengan banyak mendekat, memohon ampun, menjaga serta berhati-hati dari hal-hal yg syubhat apalagi haram atau waro’ kepada Allah dengan harapan keridhaan Allah SWT agar ditambah hidayah sehingga fitrah nurani memancar dalam akhlak dan sikap serta kesadaran yang tinggi atas peran (tauiyatul a’la). Pendidikan anak atau generasi memerlukan ini sebagai pondasi awal. Selanjutnya adalah masalah teknis.

Umumnya kecemasan, obsesif, banyak menuntut atau banyak memaksa atau sebaliknya, tidak konsisten (dalam arti sesuai fitrah anak, bukan obsesi orang tua), tidak percaya diri mendidik anak, muncul karena kurangnya tazkiyatunnafs para orang tuanya sehingga mudah terpengaruh oleh “tuntutan atau perlakuan” yang tidak sesuai atau menciderai fitrah.

Tujuan tazkiyatunnafs orang tua, adalah agar kita kembali kepada kesadaran fitrah kita dengan memahami konsep pendidikan sejati sesuai fitrah.
Ketika orang tua menginginkan anaknya shalih maka orang tua harus memahami konsep kesejatian/fitrah anak dan makna keshalihan sesungguhnya. Shalih adalah amal, bukan status.
Pesan dari Bunda Septi yang selalu kami pegang,  “Untuk itu siapkan diri, kuatkan mental, bersihkan segala emosi dan dendam pribadi, untuk menerima SK dari yang Maha Memberi Amanah. Jangan pernah ragukan DIA. Jaga amanah dengan sungguh-sungguh, dunia Allah yang atur, dan nikmati perjalanan anda.”

Bagian 4
πŸ’– Metode dan Cara

Sudah tidak diragukan lagi bahwa mendidik (bukan mengajarkan) Aqidah sejak usia dini, adalah hal yang mutlak. Aqidah yg kokoh akan amat menentukan pilihan2 serta pensikapan2 yg benar dan baik dalam kehidupan anak2 kita kelak ketika dewasa. Lalu bagaimana metode dan caranya?

Menurut yg saya pahami secara sederhana, bahwa pertama, setiap pendidik atau ortu perlu menyadari bhw sesungguhnya setiap anak manusia yg lahir sudah dalam keadaan memiliki fitrah aqidah atau keimanan kpd Allah Swt. Setiap manusia pernah bersaksi akan keberadaan Allah swt, sebelum mereka lahir ke dunia. Maka tdk pernah ditemui di permukaan bumi manapun, bangsa2 yg tidak memiliki Tuhan, yaitu Zat Yang Maha Hebat tempat menyerahkan dan menyandarkan semua masalah dalam kehidupan.

Dengan demikian maka, yg kedua adalah bahwa tugas mendidik adalah membangkitkan kembali fitrah keimanan ini, namun bukan dengan doktrin atau penjejalan pengetahuan ttg keimanan, namun dengan menumbuhkan (yarubbu/inside out) kesadaran keimanan melalui imaji-imaji positif tentang Allah swt, tentang ciptaanNya yang ada pada dirinya dan ciptaanNya yg ada di alam semesta.

Dengan begitu maka, yg ketiga adalah dengan metode utk sebanyak mungkin belajar melalui hikmah-hikmah yang ada di alam, hikmah yang ada pada peristiwa sehari-sehari, hikmah pada sejarah, hikmah2 pada keteladanan dstnya.

1. Menjadi penting membacakan kisah2 keteladanan orang2 besar yg memiliki akhlak yg mulia sepanjang sejarah, baik yg ada dalam Kitab Suci maupun Hadits maupun yg ditulis oleh orang2 sholeh sesudahnya.
2. Menjadi penting senantiasa merelasikan peristiwa sehari2 dengan menggali hikmah2 yg baik dan inspiratif.
3. Menjadi penting untuk senantiasa belajar dengan beraktifitas fisik di alam dgn, meraba, merasa, mencium aroma, mengalami langsung dstnya.

Metode berikutnya, tentu saja kisah2 penuh hikmah itu perlu disampaikan dengan tutur bahasa yg baik, mulia dan indah bahkan sastra yg tinggi. Menjadi penting bahwa tiap anak perlu mendalami bahasa Ibunya dan bahasa Kitab Sucinya. Bukan mampu meniru ucapan, membaca tulisan dan menulis tanpa makna, namun yg terpenting adalah mampu mengekspresikan gagasan2 dalam jiwanya secara fasih, lugas dan indah, sensitif thd makna kiasan2 dalam bahasa sastra yg tinggi.

Para Sahabat Nabi SAW yg dikenal tegas namun memiliki empati dan sensitifitas yg baik serta visioner umumnya sangat menggemari sastra.
Semua metode itu, kembali lagi, adalah bertujuan utk membangun kesadaran keimanan melalui imaji2 positif lewat kisah yg mengisnpirasi, melalui kegairahan yg berangkat dari keteladanan, pemaknaan yg baik melalui bahasa ibu yg sempurna dstnya.

Imaji negatif akan melahirkan luka persepsi dan luka itu akan membuat pensikapan yg buruk ketika anak kita kelak dewasa.

Sampai sini kita menyadari bhw peran orangtua sebagai pendidik yg penuh cinta serta telaten maupun sebagai sosok yg diteladani dan menginspirasi tidak dapat digantikan oleh siapapun, apalagi dalam membangkitkan kesadaran keimanan anak2nya. Maka penting bagi para pendidik untuk melakukan pensucian jiwa (tazkiyatunnafs) sebelum memulai mendidik dgn kitab dan hikmah.

Bukankah orangtua lah yg akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat, bukan yang lain?

Salam Pendidikan Peradaban
#pendidikanberbasispotensiakhlak
----------------------------
♻ Disusun oleh: Tim Pengurus Pusat HEbAT

Sebagai pengantar saya perlu kembali mengingatkan bahwa Home Education bukanlah pilihan tetapi kewajiban setiap orangtua yang diamanahi anak anak, para khalifah cilik di dalam pernikahannya. Home Education sudah berlangsung sejak zaman Nabi Adam AS, setua keberadaan manusia di muka bumi.

Home Education tidak memindahkan sekolah kerumah, karenanya HE juga tidak mempermasalahkan apakah anak bersekolah atau tidak, sepanjang tanggungjawab pertumbuhan semua fitrah anak anak kita berada dalam tanggungjawab kita, keduaorangtuanya.

Sekolah amat terbantu jika para orangtua menjalankan HE dirumahnya masing masing maupun secara berjamaah, karena kapasitas sekolah sangat tidak mencukupi untuk merawat dan menumbuhkan semua fitrah anak anak kita dan dalam banyak hal hanya orangtua yang dapat melakukannya.

HE fokus pada membangkitkan (inside out) fitrah anak anak kita sehingga mencapai peran peradabannya atau misi hidupnya sebagaimana Allah kehendaki. Anak yang bangkit fitrah imannya akan terus mencintai Allah dan RasulNya juga kebenaran sepanjang hayatnya, Anak yang bangkit fitrah belajar dan nalarnya akan terus belajar sepanjang hayatnya dan melahirkan karya inovatif bagi alam semesta, Anak yang bangkit fitrah bakatnya akan menjalani kehidupannya dengan peran terbaiknya sampai akhir hayatnya, Anak yang bangkit fitrah seksualitasnya akan menjadi lelaki sejati atau perempuan sejati, juga kelak akan menjadi ayah sejati dan bunda sejati bagi anak anaknya dstnya.

Demikian pengantar dari saya, mari kita berdiskusi dengan rileks dan optimis πŸ˜ŠπŸ™✅

🍟🍟---SESI TANYA JAWAB---🍟🍟

1⃣ Bunda Dinda

Ustadz bagaimana seorang anak bisa tumbuh fitrahnya dengan baik sementara mereka  lingkungannya tdk mengenal tauhid,, contoh : Nabi Musa di lingkungan firaun,, Nabi Ibrahim di lingkungan Namruz dan Nabi Muhammad di lingkungan Musyrik Quraish.

1⃣bunda Dinda yang baik,
Fitrah bertauhid itu, terutama Tauhid Rubbubiyatullah sudah ada sejak lahir, karena setiap manusia pernah bersaksi bahwa Allah adalah Rabb ketika di alam rahim (QS.Al-A'raaf:172). Bahkan orang orang kafir sekalipun jika ditanyakan kepada mereka siapa yang menciptakan langit dan bumi mereka mengatakan Allah.

Dalam lingkungan yang ateis sekalipun fitrah tauhid Rubbubiyatullah ini tetap ada, yaitu mengakui Allah sebagai Pencipta, Pemelihara, Pemberi Rezqi dan Pemilik.

Dalam lingkungan yang tsb, yang tidak tumbuh adalah fitrah Tauhid Mulkiyatllah dan Uluhiyatullah, karena keduanya memerlukan keimanan yang lebih tinggi dan dipandu dengan Risalah Langit atau Kitabullah.
Maka para Nabi yang mulia, Allah berikan Kitab dab Mushaf untuk menguatkan Tauhid lanjutan ini sehingga tuntas.

Jadi dalam tahapan pendidikan, tauhid Mulkiyatullah dan Uluhiyatullah ini diperlukan ketika usia anak beranjak menjelang aqilbaligh dengan panduan Kitabullah. Maka fitrah memerlukan panduan Kitabullah, sebagaimana QS 30:30. Dan Kitabullah akan bermakna jika berangkat dari fitrah yang baik ✅

2⃣bunda Fitri

Ustad bagaimana cara mengenalkan hal yg bersifat ghaib kepada anak. Misal saya pernah dengar ada anak usia 3 thn yg merasa ibunya berbohong ketika dikisahkan tentang nabi yunus?

Pada jenjang usia berapa hal ghaib dikenalkan?

2⃣bunda Fitri yang baik,
Banyak ulama yang menganjurkan bahwa fitrah keimanan justru "golden age" nya ada di usia 0-7 tahun, yaitu ketika anak anak di usia itu sedang pada puncak imajinasi dan abstraksinya. Alam bawah sadarnya masih terbuka lebar dan beberapa anak masih terkoneksi dengan alam ghaib sehingga bisa melihat makhluk ghaib.

Di usia ini sesungguhnya anak akan percaya apa saja yang diceritakan kepadanya, bahkan sesuatu yang tidak dapat dilihatnya. Walau mereka masih suka kpd yang kongkret, namun mereka bisa berimaji terhadap rasa atau hal hal yang imajiner.

Maka bukan mengenalkan hal yg ghaib dalam arti kognitif, tetapi bangunlah imaji positif yang indah tentang Allah, tentang kebaikan dstnya. Proses pemberian ASI sesungguhnya adalah proses pembentukan tauhid rubbubiyatullah, dimana imaji positif anak ttg pemberi rezqi, pemilik, pemelihara dsbnya dirasakan lewat proses itu. Begitupula hadits yg menceritakan Nabi SAW menegur keras seorang ibu yang menarik bayinya yg pipis dari pangkuan Nabi SAW karena malu, ini terkait dengan imaji negatif yg melukai persepsi anaknya dstnya.

Jika ingin mengenalkan Allah, maka kenalkanlah tanpa ragu dengan mengajaknya melihat langit dan bulan serta bintang2 dan katakan ada Allah disana yang membuat semuanya. Anak akan percaya dan masuk dalam alam bawah sadarnya
Anak yang barangkali suka diperlakukan keras atau dibohongi yang akan mengatakan apa yang diceritakan ibunya sebagai kebohongan ✅

3⃣bunda Amy

‬Sebagaimana yg tertulis pd materi diatas salah satu hal yg semestinya dilakukan orang tua adalah melayani anak (pd usia 0-7thn) bagaimana yg musti dilakukan dilakukan supaya tdk mengarah pd sikap memanjakan anak. trimakasih

Dan bagaimana dg ini Prof Rhenald kasali: JANGAN MANJA ANAK ANAK MU JIKA INGIN MEREKA SUKSES

3⃣bunda Amy yg baik,

Pertanyaan ini sering diajukan, terkait dengan peran "melayani" orangtua pada tahap usia 0-7 tahun, walau saya lebih suka menggunakan kata "memfasilitasi". Tentu saja melayani yang dimaksud berjenjang sesuai pertumbuhan usianya, misalnya 0-2 pasti full dilayani, kemudian 2-3 sudah mulai difasilitasi kemandirian termasuk tatacara toileting dan disapih. Kemudian usia 4-5 sudah bisa diajak/difasilitasi untuk punya tanggungjawab memelihara hewan atau tumbuhan utk membangkitkan fitrah kepemimpinannya atau disebut dengan executive functioning nya (Nabi SAW menggembaa kambing pada usia ini) dstnya. Kitalah para orangtua yang paham perkembangan anak anak kita dan bijak menentukan mana yang dibutuhkan bukan mana yang mampu dilakukan ✅

tanggungjawab moral dan sosial itu nanti ketika anak telah berusia 7 tahun, bersamaan dengan perintah sholat. Secara bertahap terus bertambah sampai anak berusia 14 tahun atau aqilbaligh

πŸͺ🍩πŸͺ🍩πŸͺ🍩πŸͺ🍩πŸͺ🍩πŸͺ🍩

Closing Host :

Jika saya simpulkan dari kulwap kita, bahwa Home Education lahir dari kewajiban orang tua dalam menumbuhkan fitrah anak-anak kita. Peran orang tua dalam menjadi sebaik-baiknya pendidik bagi anak sangatlah penting, bahkan wajib. Pun dalam mendidik, selalu sertakan dan kenalkan Allah dalam pengajaran.