Saturday, June 29, 2019



Hari Guru

Surat untuk Ibu dan Bapak Guru
dari Mendikbud *

Ibu dan Bapak Guru yang saya hormati dan muliakan,

Semoga Ibu dan Bapak Guru dalam keadaan sehat, bahagia, dan penuh semangat saat surat ini menemui Ibu dan Bapak sekalian. Seiring dengan peringatan Hari Guru ini, atas nama pemerintah, saya menyampaikan apresiasi kepada Ibu dan Bapak Guru semua yang telah mengemban tugas mulia serta mengabdi dengan hati dan sepenuh hati. Izinkan saya dengan rendah hati menyampaikan rasa hormat, rasa terima kasih, dan rasa bangga atas pengabdian Ibu dan Bapak sekalian.

Menjadi guru bukanlah pengorbanan. Menjadi guru adalah sebuah kehormatan. Ibu dan Bapak Guru telah memilih jalan terhormat, memilih hadir bersama anak-anak kita, bersama para pemilik masa depan Indonesia. Ibu dan Bapak Guru telah mewakili kita semua menyiapkan masa depan Indonesia.

Mewakili seluruh bangsa hadir di kelas, di lapangan, bahkan sebagian harus mengabdi dengan fasilitas ala kadarnya demi mencerahkan dan membuat masa depan yang lebih baik untuk anak-anak kita. Saya ingin menggarisbawahi bahwa persiapan masa depan bangsa dan negara Indonesia ini dititipkan pada Ibu dan Bapak Guru.

Saya menyadari masih banyak tanggung-jawab pemerintah pada Guru yang belum ditunaikan dengan tuntas. Kita harus mengakui bahwa bangsa ini belum menempatkan guru sebagaimana seharusnya. Guru memiliki peran yang amat mulia dan amat strategis.

Saya percaya bahwa cara kita memperlakukan guru hari ini adalah cermin cara kita memperlakukan persiapan masa depan bangsa ini. Kita harus mengubah diri, kita harus meninggikan dan memuliakan guru.

Pemerintah di semua level harus menempatkan guru dengan sebaik-baiknya dan menunaikan secara tuntas semua kewajibannya bagi guru. Pekerjaan rumah pemerintah, di semua level masih banyak, mulai dari masalah status kepegawaian, kesejahteraan, serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan guru harus dituntaskan.

Meskipun demikian, dibalik semua permasalahan yang ada, pendidikan harus tetap berjalan dengan baik. Di pundak Guru, Pendidik dan Tenaga Kependidikan, ada wajah masa depan kita. Setiap hari Ibu dan Bapak Guru menemui wajah masa depan Indonesia, dan di ruang-ruang kelas itulah anak-anak bersiap bukan saja untuk menyongsong tetapi juga untuk memenangkan masa depan.

Hari-hari di depan kelas tentu menyedot energi. Anak-anak yang menuntut perhatian. Tugas-tugas Guru yang menumpuk. Masih banyak ruang kelas yang tak memadai, fasilitas belajar yang ala kadarnya, atau suhu udara yang tidak selalu bersahabat, ibu dan bapak guru yang saya hormati, teruslah hadir membawa senyum; berbekal kerahiman, songsonglah anak-anak bangsa ini dengan kasih sayang; hadirlah dengan hati dan sepenuh hati.
Kita semua sadar bahwa pendidikan adalah ikhtiar fundamental dan kunci untuk kita dapat memajukan bangsa. Potensi besar di Republik ini akan dapat dikembangkan jika manusianya terkembangkan dan terbangunkan.

Kualitas manusia adalah hulunya kemajuan dan pendidikan adalah salah satu unsur paling penting dalam meningkatkan kualitas manusia.
Pada kesempatan ini saya mengajak kita semua untuk melihat pendidikan bukan semata-mata urusan negara, urusan pemerintah. Tanpa mengurangi peran negara, karena negara masih harus menyelesaikan tanggung-jawab yang belum tuntas dan meningkatkan kinerjanya, saya mengajak semua warga bangsa Indonesia untuk ikut bekerja sama demi masa depan Indonesia yang lebih baik. Ya, secara konstitusional mendidik adalah tanggung jawab negara, tetapi secara moral mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik.

Saya mengajak semua kalangan, mari terlibat untuk membantu sekolah, guru, madrasah, balai belajar, dan taman belajar. Kita terlibat untuk mendorong kemajuan pendidikan. Untuk itu pula, kepada Guru, Kepala Sekolah, dan Tenaga Kependidikan mari kita bukakan pintu lebar-lebar. Kita mengajak dan memberi ruang kepada masyarakat untuk ikut terlibat,  memikirkan, dan berbuat untuk kemajuan dunia pendidikan kita.

Ibu dan Bapak Guru yang saya muliakan,

Potret Indonesia hari ini adalah potret hasil dunia pendidikan di masa lalu. Potret dunia pendidikan hari ini adalah potret Indonesia masa depan. Jadikan rumah kita dan sekolah kita menjadi zona berkarakter mulia. Izinkan anak-anak kita merasakan rumah yang membawa nilai kejujuran. Izinkan anak-anak kita merasakan sekolah yang guru-gurunya adalah teladan. Biarkan anak-anak kita mengingat Kepala Sekolahnya dan seluruh Tenaga Kependidikan di sekolahnya sebagai figur-figur bersih dan terpuji karakternya.

Bayangkan Ibu dan Bapak Guru yang terhormat, kelak anak-anak kita akan hidup di era baru. Mereka hidup di era yang korupsi sudah dianggap sebagai sesuatu yang basi, sesuatu yang bukan lagi kelaziman, dan tidak semata-mata dipandang sebagai persoalan pelanggaran hukum, tetapi lebih dari itu korupsi menyangkut persoalan harkat dan martabat kemanusiaan.
Pada suatu saat, ketika anak-anak kita, murid-murid itu telah dewasa dan berkiprah di dalam masyarakat, mereka kelak bisa bertutur, "Saya belajar jujur, dan belajar integritas dari Guru". Seraya, nama Ibu/Bapak Guru disebut.

Ibu dan Bapak Guru mungkin saja tidak mendengar langsung ucapan-ucapan itu, tetapi yakinlah bahwa melalui anak didik yang meneladani Ibu/Bapak Guru itulah aliran pahala untuk Ibu dan Bapak tidak akan pernah berhenti. Pahala yang tiada henti-hentinya melalui anak-anak didik yang menjadi manusia berkarakter mulia, yang menjalani hidup dengan kejujuran dan berintegritas.

Karakter memang tidak cukup diajarkan melalui lisan dan tulisan. Karakter diajarkan melalui teladan. Oleh karena itu, Ibu dan Bapak Guru yang saya muliakan, jadilah figur-figur yang diteladani oleh murid-murid dan lingkungannya.

Akhirnya, kepada seluruh Guru, Pendidik dan Tenaga Kependidikan, saya sampaikan apresiasi. Sekali lagi, atas nama pemerintah, saya sampaikan terima kasih. Ikhtiar mulia ini harus kita teruskan. Suatu saat kelak, Ibu dan Bapak Guru dapat melakukan refleksi atas apa yang sudah dijalani sambil bersyukur bahwa di saat Indonesia sedang mengubah wajahnya menjadi lebih baik, lebih bersih, lebih jujur, lebih cerdas, lebih kreatif, dan lebih cerah, Ibu dan Bapak Guru memegang peran penting.

Kelak Ibu dan Bapak dapat berkata, "Saya disana, saya terlibat. Sekecil apapun saya ikut mendidik generasi lebih baik. Saya ikut melahirkan generasi baru dan ikut berkontribusi membuat wajah Indonesia yang lebih cemerlang, dan membanggakan."

Selamat meneruskan pengabdian mulia, selamat menginspirasi, dan Selamat Hari Guru.

Salam hangat,

Anies Baswedan
Makna Aqidah

Kata akidah atau i’tiqod secara bahasa berasal dari kata al ‘aqdu yang artinya berputar sekitar makna kokoh, kuat, dan erat.1 Adapun secara istilah umum, kata akidah bermakna keyakinan yang kokoh akan sesuatu, tanpa ada keraguan2. Jika keyakinan tersebut sesuai dengan realitas yang ada maka akidah tersebut benar, namun jika tidak sesuai maka akidah tersebut bathil.3
Setiap pemeluk suatu agama memiliki suatu akidah tertentu. Namun kebenaran akidah hanya ada dalam islam. Karena dia bersumber dari Dzat yang Maha Mengetahui, yaitu Allah ta’ala. Sehingga karenanya tidak ada perbedaan antara akidah yang dibawa oleh para Nabi dari masa ke masa.
Adapun akidah yang bathil, mencakup semua akidah yang bertentangan dengan wahyu. Yaitu akidah yang hanya bersumber dari akal manusia, atau berasal dari wahyu namun dirubah dan diselewengkan. Seperti akidahnya orang yahudi bahwa Uzair adalah anak Allah, atau akidahnya orang Nashroni bahwa al masih adalah anak Allah, atau akidah syiah yang berkeyakinan bahwa Allah menyesal setelah berkehendak, yang dinamakan akidah bada’.
Dalam definisi syar’i, akidah dalam agama islam bermakna masalah masalah ilmiyah yang berasal dari Allah dan Rosulnya, yang wajib bagi setiap muslim untuk meyakininya sebagai pembenaran terhadap Allah dan Rosul Nya.4
Meskipun kata akidah dalam hal ini merupakan istilah baru5 yang tidak dikenal dalam Al Qur’an maupun Sunnah6, namun para ulama menggunakan istilah ini. Yang menunjukan kebolehan penggunaan istilah ini. Toh, tidak ada masalah dalam penggunaan istilah jika maknanya dipahami.
Diantara para ulama yang menggunakan istilah ini adalah Imam Al Laalakaai (418 H) dalam kitabnya Syarhul ushul I’tiqod ahlu sunnah wal jama’ahkemudian Imam As Shobuni (449 H) dalam kitabnya Aqidas Salaf Ashaabul Hadits.
Kemudian ada beberapa istilah yang semakna dengan akidah yang juga digunakan oleh para ulama, diantaranya :
Al Fiqhul Akbar
Pada awal kemunculannya kata fiqih dimaksudkan kepada ilmu tentang agama islam secara umum, dan terkhusus ilmu berkenaan dengan akherat, masalah masalah hati, penghancur amal dan sebagainya.7 Namun kemudian makna ini berubah menjadi ilmu tentang hukum hukum dhohir praktis syar’I yang sekarang dikenal dengan ilmu fiqih.8
Sehingga karenanya ilmu fiqih di masa dahulu mencakup seluruh ilmu agama baik ilmu akidah yang bersifat bathin maupun ilmu hukum-hukum yang bersifat zahirDari sinilah kemudian muncul istilah Fiqhul Akbar yang dimaksudkan ilmu akidah. Karena ilmu akidah lebih agung dibandingkan ilmu cabang hukum-hukum zahir yang merupakan Fiqhul Ashghor.
Ulama yang pertama kali menggunakan istilah ini adalah Abu Hanifah (150 H) dalam kitabnya Al Fiqhul AkbarBeliau berkata, “Al Fiqhul Akbar dalam agama lebih baik dari fiqih dalam ilmu, seseorang faqih tentang bagaimana cara beribadah kepada Rabb nya lebih baik dari mengumpulkan seluruh ilmu”9
Al Iman
Iman secara bahasa10 bermakna At Tashdiq (pembenaran)11 dan Al Iqroor (penetapan)12. Adapun secara istilah syar’i iman adalah pembenaran dan penetapan serta ketundukan terhadap kebenaran yang berasal dari wahyu.13 Dan para ulama sepakat bahwa Iman mencakup perkataan dan perbuatan, perkataan hati dan lisan, perbuatan hati dan anggota badan.14
Istilah iman merupakan kata yang paling sering disebutkan dalam Al Qur’an maupun sunnah. Diantara para ulama yang menggunakan istilah ini adalah Ibnu Mandah (395 H) dalam kitabnya Kitabul Iman, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (728 H) juga dalam dua kitabnya yaitu Al Iman Ausath dan Al Imanul Kabir, kemudian juga Imam Bukhori dalam S-nya membuat bab di awal sohihnya dengan nama kitabul iman.15
As Sunnah
Kata sunnah memiliki makna yang bermacam macam tergantung disiplin ilmu masing masing16. Dalam ilmu fiqih sunnah adalah hal hal yang jika dikerjakan mendapatkan pahala, dan jika ditinggalkan tidak apa apa. Dalam ilmu ushul fiqih assunnah bermakna sumber wahyu kedua setelah Al Qur’an. Dalam ilmu hadits assunnah merupakan persamaan kata dari akidah, dan seterusnya. Terkadang juga sunnah digunakan sebagai antitesa dari kata bid’ah. Namun kemudian banyak ulama yang menggunakan istilah sunnah ditunjukan kepada makna akidah dikarenakan urgensi ilmu akidah yang merupakan pokok agama islam. Diantara para ulama yang menggunakan istilah sunnah adalah Imam Ahlus Sunnah Ahmad bin Hambal (327 H) dalam kitabus Sunnah dan Imam Al Barbahaari (329 H) dalam kitabnya Syarhus Sunnah.
At Tauhid
Kata tauhid terdapat dalam hadits Mu’adz ketika diutus ke yaman diatas. Diantara para ulama yang menggunakan kata ini adalah Ibnu Khuzaimah (311 H) dalam Kitabut Tauhid Wa Itsbaatu Shifaatir Rabb ‘Azza Wa Jalla , juga Imam Al Maqriizi (845 H) dalam kitabnya Tajridut Tauhid Al Mufid, serta Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab (1206 H) dalam Kitabut Tauhid Alladzi Huwa Haqqullah ‘Alal ‘Abid. Kitab kitab yang ditulis dengan istilah tauhid hanya membahas hal hal yang berkaitan dengan tauhid dengan ketiga macamnya, yang merupakan bagian dari ilmu akidah. Sehingga kitab kitab akidah lebih bersifat komprehensif (syumul). Selain membahas masalah tauhid, kitab kitab Akidah juga membahas hal hal lain seperti iman dan rukun rukunnya, islam dan rukun rukunnya, hal hal yang bersifat ghoib, kaidah kaidah dalam akidah yang pasti yang disepakati para ulama, wala dan baro, bantahan terhadap aliran sesat dll.17
As syari’ah
Secara umum akidah seperti sunnah, terkadang dimaksudkan seluruh yang disyariatkan oleh Allah kepada hambanya berupa hukum hukum yang disampaikan oleh para nabi. Terkadang dimaksudkan hanya masalah akidah, dan terkadang dimaksudkan masalah amaliyah fiqhiyah saja. Dalam Al Qur’an pun makna Syariah berbeda beda, terkadang syariat bermakna seluruh ajaran yang dibawa para nabi18, terkadang dikhususkan ajaran setiap nabi yang berbeda antara satu nabi dengan yang lainnya19, dan terkadang dikhususkan kepada kesamaan da’wah seluruh nabi yaitu tauhid.20
Adapun secara khusus makna Syari’ah adalah akidah yang diyakini oleh ahlu sunnah wal Jama’ah. Dan ini lah yang dimaksud oleh para ulama ketika menulis kitab kitab akidah dengan nama As Syari’ah. Diantara ulama yang menggunakan istilah ini adalah Imam Al Ajurri (360 H) dalam kitab beliau As Syarii’ah dan Ibnu Bathoh (387 H) dalam kitab beliau Al Ibaanah ‘Alaa Syarii’ati Firqotun Naajiyah.
Ushulud Din
Ashlu atau pokok adalah apa yang dibangun diatasnya sesuatu. Maka ushulud din adalah sesuatu yang agama dibangun diatasnya. Dan agama islam dibangun diatas akidah yang benar. Sehingga para ulama menggunakan istilah ini dengan makna ilmu akidah. Dan ini yang kita kenal dalam perguruan perguruan tinggi di timur tengah, saudi arabia khususnya fakultas yang berkonsentrasi membahas akidah adalah fakultas ushuluddin. Diantara ulama yang menggunakan istilah ini adalah Abu Hasan Al Asy’ari (324 H)dalam kitab beliau Al Ibanah ‘An Ushulid Diyanahdan Ibnu Bathoh (387 H) dalam kitabnya Asy Syarhu wal Ibanag ‘An Ushulis sunnah Wad DiyanahWallahu ‘Alam.
***
Catatan kaki
1 Lihat kata “عقد” dalam Mu’jam Maqoyisil Lughoh, Ibn Faris (4/86-87), Madkhol Lidiroosatil Akidah Al Islamiyah, Dr. Utsman Jum’ah Ad Dhomairiyah 9 (Maktabah As Sawaadi At Tauzi’, Cet 1; 1425 H, Jeddah) Hal. 87
2 Al Mu’jam Al Washith 2/614
3 Lihat : Ibnu Utsaimin Syarhul Akidah Wasathiyah, Hal.37 (Dar Tsuroyya Linnasyr, cet. 2 1426 H) dan Muhammad Kholil Harros, Syarhul Akidah Al Wasathiyah. Hal. 15 (Dar Imam Ahmad, cet 1, 1429 H)
4 Lihat Dr. Sulaiman Umar Al Asyqor, Akidah Fillah (Dar Nufasaa, cet 15 1423 H, Urdun) hal. 12
5 Meskipun asal katanya ada dalam Al Qur’an, seperti dalam Surat Al Ma’idah ayat 1 dan 89
6 Madkhol Lidiroosatil Akidah Al Islamiyahhal. 63
7 Lihat : Mukhtashor Minhajil Qosidinhal. 22
8 Madkhol Lidiroosatil Akidah Al Islamiyahhal. 65
9 Ibid hal. 67-68
10 Hal ini akan dibahas lebih rinci dalam makalah yang lain dengan judul Hakekat Iman antara Ahlu Sunnah dan Ahlu Bid’ah dalam waktu dekat Insya Allah.
11 Lihat Fathul bari (1/46) Dr. Muhammad bin Ibrohim Al Hamd, Al Iman Haqiiqotuhu Wa Maa Yata’allaqu Bihi Minal Masaail (Dar Ibnu Khuzaimah, Hal. 14)
12 Lihat Majmu Fatawa (7/638) Syarhul Aqidah Al Washatiyah Hal. 41
13 Madkhol Lidiroosatil Akidah Al Islamiyahhal. 70
14 Majmu Fatawa (7/308)
15 Imam bukhori membuka Shohih Bukhori nya dengan kitabul Iman dan menutupnya dengan kitabut Tauhid. Ini menunjukan fiqih beliau dalam setiap bab yang beliau tulis. Beliau ingin menunjukan bahwa tauhid atau iman merupakan kewajiban yang pertama dan yang terakhir. Namun ada perbedaan antara keduanya. Kitabul iman berisi penjelasan tentang iman, hakekat, cabang cabang cabangnya dan kelompok yang menyimpang dalam masalah ini yaitu murji’ah. Adapun tauhid berkenaan dengan tauhid terutama asma wa sifat serta bantahan terhadap kelompok yang menyimpang dalam hal ini yaitu jahmiyah al mu’athilah.
16 Tentang makna sunnah lihat Al Kuliyyat (3/9-12) Madkhol Lidiroosatil Akidah Al Islamiyahhal. 74-75
17 Lihat Dr. Muhamad bin Ibrohim Al Hamd, Rosaail Fil Akidah (Dar Ibnu Khuzaimah, Riyadh, cet 1 1432 H) Hal. 11
18 Seperti dalam Qs. Al Jatsiyah : 18
19 Seperti dalam Qs. Al Maidah : 48
20 Seperti dalam Qs. As Syuro : 13
Penulis: Abdullah Hazim
Artikel Muslim.Or.Id


Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/24808-makna-akidah.html
Hukum dan Keutamaan Belajar Aqidah

Pendahuluan

Tidak diragukan lagi menuntut ilmu merupakan amalan yang sangat mulia. Bahkan merupakan kewajiban setiap Muslim1. Banyak sekali ayat maupun hadits Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang menyebutkan tentang keutamaan seorang ulama dan penuntut ilmu.2 Mereka adalah sebaik baik makhluk3. Kesaksian mereka atas keesaan Allah disejajarkan dengan kesaksian Allah dan para malaikatnya4. Derajat mereka ditinggikan.5 Para malaikat serta makhluk hidup yang lainnya senantiasa mendoakan mereka.6Bahkan Allah menjadikan ukuran kebaikan seseorang dengan ilmu yang dia miliki7. Cukuplah kemudahan meraih syurga8 yang dijanjikan bagi mereka, menjadi motivasi kita untuk mengikuti jejak mereka.
Para ulama menjelaskan bahwa ilmu yang dimaksud dalam nash-nash yang ada adalah ilmu syar’i9. Ilmu yang berlandaskan dari Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman Salafusshalih. Dan diantara semua ilmu syar’i yang ada, ilmu akidah (atau disebut juga dengan ilmu tauhid) menempati posisi yang pertama. Hal ini dikarenakan objek pembahasannya yang berkaitan dengan Zat Allah dan peribadahan kepadanya. Sementara tidak ada yang lebih dibutuhkan oleh jiwa manusia melebihi pengenalannya terhadap Zat Allah ta’ala ( (ma’rifatullah). Dan –sebagaimana kata para ulama-,10 “keutamaan suatu ilmu bergantung dengan keutamaan objek yang dikaji dalam ilmu tersebut.”

Hukum Belajar Ilmu Akidah

Mempelajari Ilmu akidah secara umum hukumnya wajib bagi seorang Muslim. Namun para ulama membaginya menjadi dua bagian. Yang bersifat fardhu ‘ain, yaitu ilmu akidah secara global (Ijmaali). Dan yang bersifat fardhu kifayah, berupa rincian rincian ilmu akidah (Tafshiili).11 Akidah ahlu sunnah secara global seperti keyakinan adanya Allah, malaikat, para nabi, dan kitab kitab yang diturunkan, serta akan datangnya hari kiamat dan sebagainya. Dalam hal ini wajib bagi setiap muslim untuk mempelajari dan mengetahui serta meyakininya, dan berdosa jika ditinggalkan. Adapun rincian hal hal tersebut, seperti mengenal nama nama malaikat dan tugas tugasnya atau rincian kejadian di hari kiamat dan sebagainya, maka hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah. Jika sebagian kaum Muslimin sudah mempelajarinya dengan benar, maka menjadi gugur kewajiban kaum muslimin yang lain untuk mempelajarinya.
Namun ada dua kondisi dimana mempelajari rincian akidah menjadi fardhu ain. Yang pertama ketika seseorang memiliki kesempatan dan kemampuan untuk mempelajarinya. Dalam kondisi seperti ini, tidak diperbolehkan baginya meninggalkan kesempatan mempelajari rincian akidah yang benar. Seperti seseorang yang berkesempatan menempuh pendidikan di timur tengah, dan disana diajarkan kajian akidah secara rutin, maka ketika itu diwajibkan baginya mengikuti dan mempelajari akidah tersebut. Namun bagi masyarakat awam misalnya, yang tidak memiliki kesempatan atau kemampuan mempelajari akidah, maka cukup baginya mengetahui akidah ahlu sunnah secara global.
Adapun keadaan yang kedua, mempelajari rincian akidah menjadi wajib ketika hal itu menjadi kebutuhan mendesak. Sebagai contoh, di suatu tempat yang disana tersebar aliran sesat, sehingga banyak orang yang rusak akidahnya, maka setiap orang wajib membentengi dirinya dengan ilmu akidah yang berkaitan dengan penyimpangan yang terjadi. Yang dengan itu dia bisa menangkal dan selamat dari paham sesat tersebut. Seseorang yang tinggal di tempat yang disana tersebar aliran syiah, wajib baginya untuk mempelajari syubhat syubhat syiah dan bantahannya. Seseorang yang tinggal di tempat yang disana banyak penyembah kuburan, wajib bagi nya untuk mempelajari tentang syirkul qubur (syirik yang berkaitan dengan kuburan) dan seterusnya.
Dan berikut beberapa point yang menunjukan pentingnya mempelajari ilmu akidah ;

Kewajiban pertama dan terakhir setiap muslim

Para ulama sepakat bahwa kewajiban pertama seorang mukallaf adalah membaca dua kalimat syahadat yang merupakan kalimat tauhid12. Dan mereka juga sepakat, bahwa seseorang yang sudah melakukannya sebelum baligh tidaklah diperintahkan untuk memperbaharui dengan mengulanginya kembali ketika sudah baligh13.
Begitu juga seorang yang kafir, ketika hendak masuk islam kewajiban yang pertama kali dibebankan kepadanya adalah mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebagaimana ditunjukan oleh hadits riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu. Ketika Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengutus Mu’adz bin Jabal Rodhiyallahu ‘Anhu ke Yaman beliau bersabda, “Wahai Mu’adz sesungguhnya engkau akan menemui kaum ahli kitab. Maka hendaklah hal yang pertama kali engkau dakwahkan adalah supaya mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah…” 14.
Selain kewajiban yang pertama tauhid juga kewajiban akhir seorang muslim. Seseorang yang meninggal dalam keadaan bertauhid akan masuk syurga. Namun sebaliknya jika seseorang meninggal dalam keadaan syirik yang membatalkan tauhidnya, maka dia akan masuk neraka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Siapa yang akhir perkataannya laa ilaaha illallah dia akan masuk syurga15. Beliau juga bersabda, “talkinlah seorang yang hendak meninggal dari kalian untuk mengucapkan laa ilaaha illallahu..” 16 . Maka tauhid merupakan kewajiban yang pertama dan yang terakhir setiap Muslim.

Ilmu tauhid dibutuhkan di alam kubur

Bukan hanya di dunia, Ilmu tauhid juga dibutuhkan hingga di alam kubur untuk menjawab fitnah kubur berupa 3 pertanyaan malaikat17. Sebagaimana diketahui bahwa seorang yang sudah meninggal akan mendapatkan fitnah kubur berupa pertanyaan malaikat. Tentang siapa Tuhan, Nabi, dan Agama mereka. Tiga pertanyaan ini hanya akan dijawab oleh mereka yang memiliki akidah yang benar tentang tiga hal tersebut.18

Akidah dengan amalan ibarat sebuah pondasi dari sebuah bangunan

Tanpa akidah yang benar suatu amalan tidak akan berguna. Allah ta’ala berfirman, “Dan kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (Qs. Al Furqon : 23). Dan inilah salah satu alasan kenapa Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di permulaan dakwahnya, tiga belas tahun di Makkah, hanya berdakwah kepada tauhid. Sampai ketika tauhid ini sudah menancap dalam jiwa para sahabat, barulah turun syariat syariat yang merupakan bangunan agama Islam.

Inti dakwah para nabi

Diutusnya para Rosul merupakan salah satu nikmat terbesar yang Allah berikan kepada manusia. Hal ini disebabkan kebutuhan manusia terhadap dakwah yang dibawa oleh para Rosul sangat mendesak. Bahwa keselamatan dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat terdapat pada ajaran yang dibawa oleh para Rosul. Allah ta’ala berfirman, Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Qs. Al Imron : 164)
Dan kalau kita membaca nash nash yang ada, kita akan mengetahui bahwa inti ajaran para Rosul yang di utus adalah tauhid.19Tidaklah seorang Rosul di utus, kecuali menyeru kaumnya kepada tauhid. Allah ta’ala berfirman, “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghutitu” (Qs. An Nahl : 34). Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “sesungguhnya aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah20Hal ini menunjukan pentingnya tauhid.

Bahaya tidak memahami tauhid

Sesorang yang tidak memiliki ilmu tauhid yang benar mungkin sekali terjatuh kedalam kesyirikan yang merupakan dosa yang paling besar. Bahkan bisa mengeluarkan pelakunya ke dalam islam. Dia akan meremehkan perbuatan dosa, bahkan syirik sekalipun. Dia akan menyangka selama sudah mengucapkan dua kalimat syahadat maka dia akan aman. Padahal lihatlah nabi Ibrohim ’alaihi Salam. Imamnya Ahlu Tauhid, bapak para nabi, penghancur berhala berhala di zamannya. Meskipun begitu beliau sangat takut terhadap kesyirikan21, hingga selalu berdoa kepada Allah meminta dijauhkan dari perbuatan kaumnya yaitu menyembah patung. Allah ta’ala berfirman –menyebutkan doa nabi Ibrohim ‘alaihi salam“dan jauhkanlah aku dan anak anaku dari menyembah patung” (Qs. Ibrohim: 35). Ini tentu berdasarkan pemahamannya terhadap makna tauhid yang benar. Hal ini tidak akan timbul dari orang yang bodoh terhadap ilmu tauhid.

Perhatian para ulama salaf terhadap Ilmu Akidah

Kalau kita membaca sejarah para pendahulu kita dari kalangan salaf, kita akan mendapatkan besarnya perhatian mereka terhadap masalah akidah. Tidak ada yang lebih diperhatikan oleh para ulama salaf melebihi perhatian mereka terhadap ilmu akidah. Hal ini terlihat dari banyaknya kitab yang ditulis dalam ilmu akidah.22Hal ini tentu saja berdasarkan pemahaman mereka akan pentingnya ilmu akidah, serta bahaya yang akan timbul dari kebodohan umat dalam masalah akidah. Wallahu ‘Alam
Bersambung insya Allah…
***
Catatan kaki
1 Hadits Anas bin Malik lihat hadits no 5266 dalam Al Jaami’ As Shoghir Imam Suyuthi, dan dihasankan oleh beliau.
2 Tentang keutamaan ilmu lihat di kitab Jaami’ bayaanul Ilmi Wa Fadhlihi, Ibnu Abdil Barr (Dar Ibnul Jauzi, Dammam)
3 Qs. Al Bayyinah : 7
4 Qs. Al Imron : 18
5 Qs. Al Mujadalah : 11
6 Lihat hadits no 1838 di sohih Al Jaami.
7 Lihat hadits riwayat Bukhori No. 7312 dan Muslim No. 1037
8 Lihat Hadits no 88 di sohih Ibnu Hibban
9 Ibnul Qoyyim Rahimahullah dalam Qoshidah Annuniyah nya berkata,
العلم قال الله وقال رسوله قال الصحابة هم أولوا العرفانى
“Ilmu adalah firman Allah dan firman Rosul Nya perkataan para sahabat merekalah pemilik pengetahuan”
10 Ibn Abil Izz, Syarhul Akidah At Tohawiyah, hal. 2
11 Ibid hal. 3. Namun dalam ta’liq (catatan) nya terhadap Syarh Akidah Tohawiyah, Dr. Ibrohim Ar Ruhaili Rahimahullah berpandangan bahwa tidak tepat pembagian mempelajari akidah menjadi fardhu ain dan fardhu kifayah. Tapi lebih tepat dikatakan pembagiannya menjadi wajib dan mustahab. Sebagai contoh mengenal Allah ta’ala dengan mempelajari asmaul husna secara rinci tidak tepat jika dikatakan sebagai fardhu kifayah, bahkan fardhu ain bagi setiap orang untuk mengenal Allah. Wallahu ‘Alam
12 Hal ini berbeda dengan keyakinan Asyairoh. Diantara mereka ada yang menyatakan bahwa kewajiban seorang mukallaf adalah keraguan (As Syak). Sebagian lain menyatakan pengamatan (An Nadzor) dan seterusnya sampai ada 6 lebih pendapat. (lihat Dr Safar Hawali, Manhajul Asyaa’iroh Fil Akidah (Dar Sofwah, cet 1 1434 H) hal. 16 dan Syarhul Akidah Tohawiyah. Hal.6
13 Ibn Abil Izz. Hal. 6
14 HR Bukhori no. 4347
15 Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban (719), dan disohihkan oleh syaikh Al Bani dalam Irwaaul Gholil (3/50)
16 HR Muslim No. 916
17 Fitnah kubur disepakati keberadaannya oleh para ulama baik salaf maupun khalaf. Dalam hal ini kelompok yang menyelisihi dengan mengingkari adanya fitnah kubur adalah Bisyr Al Mariisi dan para pengikutnya dari kalangan Mu’tazilah. Lihat Ma’aarijul Qobul, Hafidz Al Hakimi (Dar Ibnul Jauzi, Dammam, Cet. 8; 1432 H) Juz 2 Hal. 872-880
18Penjelasan tentang tiga jawaban atas pertanyaan malaikat dijadikan dasar dalam risalah Ushulus Tsalasah, Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah
19 Lihat Ibn Abil Izz, Syarhul Akidah At Tohawiyah, Hal. 137
20 Bukhori No. 22 dan Muslim No. 25
21 Lihat pembahasan tentang hal ini di kitabut Tauhid, Muhammad bin Abdul Wahhab, bab 3. Dan syarahnya Syaikh Sholih Alu syaikh, At Tamhid (Maktabah Darul Minhaj, Riyadh) hal. 50-65
22 Lihat perkembangan penulisan kitab kitab akidah dalam kitab Tadwin Ilmul Akidah Inda Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, Dr. Yusuf bin Ali At Thoraifi (Dar Ibnu Khuzaimah, cet I: 1430 H, Riyadh), terutama di Muqoddimah (Hal. 11-43)
Penulis: Abdullah Hazim
Artikel Muslim.Or.Id


Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/24764-hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html
Bismillah

*Mengapa Harus Belajar Aqidah*

Puasa, adalah salah satu diantara lima rukun Islam. Sebelum puasa telah ada dua kewajiban besar lain atas kita, yaitu syahadat dan sholat. Sholat dan puasa pun baru diwajibkan setelah sekian lama dakwah tauhid dikumandangkan dan disebarluaskan.

*Hal ini tentu menunjukkan kepada kita betapa butuhnya ibadah-ibadah yang agung ini -sholat, puasa, dan juga selainnya- kepada landasan akidah yang benar.*

Sebagaimana hal itu ditunjukkan oleh firman Allah (yang artinya), *“Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (QS. Al-Kahfi : 110)*

*Ibadah kepada Allah tidak akan diterima apabila dilandasi dengan akidah yang rusak dan melenceng jauh dari tauhid dan iman. Ibadah sebesar apapun apabila tercampuri dengan syirik maka ia akan menjadi musnah, lenyap, dan sia-sia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),*
*“Dan Kami teliti segala amal yang telah mereka lakukan, kemudian Kami jadikan ia bagaikan debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan : 23)*

*Amal-amal yang tidak ikhlas, amal-amal yang tidak ditegakkan di atas tauhid dan sunnah, maka amal-amal itu akan ditolak di sisi Allah ta’ala.* Allah ta’ala berfirman (yang artinya), *“Katakanlah; Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi amalnya, yaitu orang-orang yang sia-sia usahanya di dunia sementara mereka mengira bahwa dirinya telah melakukan dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi : 103-104)*

Seperti contohnya, kisah yang sudah sangat terkenal tentang pengingkaran sahabat Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu’anhuma terhadap kaum Qadariyah/penolak takdir. Beliau dengan lantang mengatakan, “Seandainya mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud lalu diinfakkan maka Allah tidak akan menerimanya dari mereka sampai mereka mau beriman kepada takdir.” (HR. Muslim)

Hal ini menunjukkan bahwa amal orang yang tidak beriman tidak diterima, sebesar apapun amal itu. Karena amalan itu tidak dilandasi dengan iman yang benar, yaitu keimanan kepada segala apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya dengan penuh penerimaan dan kepatuhan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam asy-Syafi’i rahimahullah, “Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah sebagaimana yang dikehendaki Allah. Dan aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang datang dari Rasulullah sebagaimana yang dikehendaki Rasulullah.”

Ini artinya, mengerjakan ibadah puasa -atau ibadah-ibadah lainnya- harus ditopang dengan akidah sahihah. Semata-mata membaguskan amal dan memperbanyak amal tanpa meluruskan akidah dan membersihkannya dari kekafiran dan kemunafikan adalah sia-sia. Sebagaimana halnya, hanya mementingkan ikhlas namun tidak berupaya mengikuti tuntunan dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun sia-sia.

Dengan demikian, seorang yang menjalankan ibadah puasa, akan tetapi masih memiliki amal-amal yang tergolong dalam syirik akbar atau kufur akbar, maka tidaklah berguna puasa yang dia lakukan. Oleh sebab itu, Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah menerangkan, bahwa dibukanya pintu surga di bulan Ramadhan adalah untuk orang beriman, adapun orang kafir maka pintu surga itu tertutup bagi mereka.

Diantara bentuk kufur akbar yang banyak tersebar di masa kini adalah anggapan bahwa semua agama benar. Semua agama itu -menurut mereka- adalah jalan-jalan menuju satu tujuan yang sama yaitu Allah. Ibarat sebuah roda pedati dengan jeruji-jerujinya. Allah adalah porosnya dan agama-agama adalah jerujinya. Demikian ungkapan yang mereka lontarkan. Sehingga -dalam anggapan mereka- semua agama pada akhirnya akan mengantarkan pemeluknya ke surga. Sampai-sampai terdengar komentar dari sebagian orang, “Kalau surga hanya dihuni orang Islam, maka orang Islam pasti akan kesepian”. Subhanallah! Maha Suci Allah, sungguh ini adalah kedustaan dan kekafiran yang sangat besar. Maha Suci Allah dari apa-apa yang mereka ucapkan…

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, bukankah anda beriman terhadap al-Qur’an? Bukankah anda beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Allah ta’ala telah menegaskan di dalam ayat-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imran : 19)

Allah juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima darinya, dan kelak di akhirat dia pasti termasuk golongan orang-orang merugi.” (QS. Ali ‘Imran : 85)

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seorang pun yang mendengar kenabianku di antara umat ini, entah dia beragama Yahudi atau Nasrani kemudian dia meninggal dalam keadaan tidak mengimani ajaran [Islam] yang aku bawa melainkan kelak dia pasti termasuk golongan penghuni neraka.” (HR. Muslim)

Firman-Nya (yang artinya), “Mereka berkata: Jadilah kalian beragama Yahudi atau Nasrani niscaya kalian akan mendapatkan petunjuk! Katakanlah: [Tidak] Akan tetapi kami akan mengikuti agama Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah termasuk golongan orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-Baqarah: 135)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ibrahim bukanlah Yahudi, bukan pula Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang hanif/bertauhid dan seorang muslim, dan dia bukanlah termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Ali Imran: 67)

Ayat-ayat dan hadits di atas sangatlah jelas bagi orang yang mau tunduk kepada wahyu dan tidak sombong.

Adapun orang yang sombong dengan logika dan perasaannya maka dia akan menolak serta enggan untuk meyakininya.



Penulis: Ari Wahyudi
Artikel Muslim.Or.Id



Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/21821-mengapa-harus-belajar-akidah.html
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

*DIDIK DAN DOAKAN ANAKMU*

Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu pernah berkata, “Didiklah anakmu karena kamu akan ditanya tentang tanggungjawabmu, apakah sudah kamu ajari anakmu, apakah sudah kamu didik anakmu dan kamu akan ditanya kebaikanmu kepadanya dan ketaatan anakmu kepadamu.” Disamping ikhtiar dengan mendidik anak hendaknya orangtua selalu mendo’akan anak-anaknya agar mereka tumbuh dengan naungan kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala pula. Karena doa orangtua atas anaknya termasuk doa yang mustajab.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Ada tiga doa yang mustajab dan tidak diragukan, doa orang yang teraniaya, doa orang yang sedang bepergian dan doa orangtua atas anaknya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban)

Sebagaimana para nabi dan rosul dahulu yang selalu berdo’a kepada Allah untuk kebaikan anak cucu mereka.

Do’a Nabi Zakaria ‘alaihissalam sebagaimana firman Allah: “Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha pendengar doa.” (QS. Ali Imran: 38)

Doa Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimussalam: “Ya Rabb kami jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anakcucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau.” (QS. Al Baqoroh: 128)

Sungguh islam adalah agama yang sempurna hingga pendidikan anakpun diperhatikan dengan serius. Namun sangat disayangkan orangtua zaman sekarang jarang memperhatikan pendidikan bagi buah hatinya lantaran kesibukan mereka atau kejahilan (ketidakmengertian) mereka

Judul full kajian: kaidah-kaidah dasar dalam beramal