Ini Dia Ciri Orang yang Memutuskan Tali Persaudaraan
Selasa 10 Jamadilakhir 1436 / 31 Maret 2015 00:40
BEGITU banyak orang-orang yang tertipu akan tipu daya muslihat syetan yang berkaitan dengan pokok sosial dalam ajaran Islam, dalam hal ini adalah menjaga tali persaudaraan (Silah Rahim) Sunguh sangat mengenaskan bila kita mengetahui secara komprehensif akan ancaman bagi orang-orang yang memutuskan tali persaudaraan namun kita menghiraukan akan ancaman tersebut.
“Dari Abdullah bin Abi Aufa r.a, beliau berkata, ketika sore hari pada hari Arafah, pada waktu kami duduk mengelilingi Rasulullah saw, tiba-tiba beliau bersabda, “Jika di majelis ini ada orang yang memutuskan silaturahim, silahkan berdiri, jangan duduk bersama kami”Hadist ini menerangkan secara langsung bahwa rasulullah tidak menerima orang-orang yang berlaku memutuskan tali persaudaraan (Silaturahim) sebagai golongannya.
Sahabat, lantas bagaimana kita mengetahui bahwa diri kita tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang memutuskan silaturahim yang telah nyata tidak di akui oleh rasulullah sebagai umatnya?
Berikut ciri-ciri orang yang memutuskan tali persaudaraan :
Gelisah akan hadiranya orang yang berniat untuk menjaga tali persaudaan
Tentu orang yang memutuskan tali persaudaraan tidak akan senang dengan kehadiran orang yang telah di putus tali persaudaraanya, Bahkan sebelum datang kehadriannya (Orang yang di putuskan tali persaudaraannya) hatinya akan merasa tidak tenang, ia akan merasa gelisah ketika di dengarkan nama orang yang ia putuskan silaturahim.
Bertolak Atau Berusaha menghindari sesama muslim dengan Alasan Yang mengatasnamakan Kebaikan/Agama
Pemahaman yang kurang begitu memadai tentang suatu permasalah bisa menjadi pemicu problem tambahan dalam suatu kasus, hal ini seringkali terjadi kepada orang yang tengah memutuskan silaturahim, dengan argument yang tidak begitu akurat dan faktual dengan referensi yang ada, membuatnya lebih jauh tehanyut akan jebakan syathon,
Sentiasa acuh-takacuh dengan apa yang terjadi kepada saudaranya sesama muslim
Diantara penyebab orang memutuskan tali persaudaraan adalah adanya sengketa pemahaman/problem yang membuatnya terjatuh akan lembah kehinaan, jika di biarkan maka hal ini akan semakin berbahaya, tidak hanya untuk dirinya sendiri namun bisa berdampak kepada orang di sekitarnya.
Merasa paling benar dengan apa yang dilakukan tanpa melihat esensi yang sebenarnya
Orang yang memutuskan tali persaudaraan biasanya dirinya di kuasai nafsu yang bersarang di dalam hatinya, maka pada saat itu segala macam penyakit hati akan semakin bertumpuk berdatangan dan bersarang di dalamnya termasuk Merasa Paling benar, dan sungguh sangat membahayakan bagi dirinya juga orang (Jika lemah pemahaman) di sekitarnya.
Mudah melupakan apa yang pernah terjadi kepada dirinya bersama saudaranya sesama muslim
Kesan Atau mungkin bisa di katakan sebagai fakta bagi orang yang memutuskan tali persaudaraan adalah permusuhan, hingga ketika ia berpisah (memutus silaturahim) maka ia akan berusaha melupakan segala sesuatu yang pernah di lewainya bersama orang yang ia putus tali persaudaraannya.
sekilas kita memang sangat menganggap hal itu wajar untuk di lakukan, bahkan mungkin sebagian dari kita menganggap memang sedah seharusnya untuk di lakukan, namun bagaimana bila hal yang di lewatinya adalah suatu momentum yang memiliki dampak besar jika di lakukan (Melupakannya), yang berkaitan hubungan vertikal antara ia dengan orang yang di putuskan silaturahimnya Dan Allah.
Menganggap enteng akan Dosa
Bagaimana tidak, orang yang memutuskan tali persaudaraan menganggap enteng akan dosa sedangkan Rasulullah SAW Pernah Bersabda :“Tidak akan pernah masuk kedalam syurga bagi orang yang memutuskan tali persaudaraan, ” (bukhrori muslim) sedangkan ia tidak menghiraukan hadist tersebut. Na’uzubillah. []
[yherdiansyah/islampos]
Sumber : https://dawahinsanmuda.wordpress.com/2013/08/29/ciri-ciri-orang-yang-memutuskan-tali-persaudaraan-silah-rahim/
Rumah Tahfidz, Belajar Tahsin dan Tajwid Al Qur'an, Kajian Ilmu syar'i Hub: Diana Gasim (Ummu Achmad ) 085312837788)
Sunday, July 5, 2015
Cara Rasulullah dan Sahabat Agar Tidak Tidur Setelah Sahur
By Muchlisin BK - 21 Juni 2015
Seperti dibahas sebelumnya, tidur setelah sahur ternyata berbahaya. Baik dari aspek agama maupun dari aspek medis. (baca: Bahaya Tidur Setelah Sahur)
Namun sering kali kantuk menyergap begitu sahur selesai. Bawaannya ingin tidur saja. Bagaimana caranya agar tidak tidur setelah sahur? Berikut ini cara Rasulullah dan sahabat agar tidak tidur setelah sahur:
1. Mengakhirkan sahur
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan umatnya untuk mengakhirkan sahur. Mengakhirkan sahur ini juga termasuk salah satu sunnah puasa sehingga para sahabat pun melakukan hal yang sama. Berapa jeda waktu antara makan sahur dan shalat Subuh?
Zaid bin Tsabit meriwayatkannya kepada kita:
تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلاَةِ. قُلْتُ كَمْ كَانَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا قَالَ خَمْسِينَ آيَةً.
“Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid, ”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50 ayat”. (HR. Muslim)
Dengan dekatnya waktu sahur dengan waktu Shubuh (terbit fajar), selain mendapat keberkahan seperti disebutkan dalam hadits lainnya, juga meminimalisir peluang untuk mengantuk. Sebaliknya, jika waktu sahur dan waktu Shubuh masih berjam-jam, biasanya besar keinginan untuk tidur.
2. Mengisi jeda waktu antara sahur dan Subuh dengan shalat dan dzikir
Seperti hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat beliau biasa mengisi waktu jeda antara makan sahur dan waktu Shubuh dengan shalat, dzikir dan doa. Selain mendapatkan keutamaan waktu sepertiga malam terakhir yang merupakan waktu mustajab untuk berdoa, otomatis juga terhindar dari tidur.
3. Shalat Subuh berjamaah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat beliau adalah orang-orang yang paling rajin shalat berjamaah. Maka begitu tiba waktu Shubuh, mereka (sudah) pergi ke masjid untuk menunaikan shalat Shubuh berjamaah. Usai shalat berjamaah, mereka juga biasa berdiam diri di masjid. Dzikirnya lama. Bahkan banyak pula yang baru selesai setelah matahari terbit dan sekitar 10-15 menit kemudian menunaikan shalat ba’da syuruq yang keutamaannya seperti pahala haji. Dan praktis, tidak ada waktu tidur setelah sahur.
Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/Bersamadakwah]
By Muchlisin BK - 21 Juni 2015
Seperti dibahas sebelumnya, tidur setelah sahur ternyata berbahaya. Baik dari aspek agama maupun dari aspek medis. (baca: Bahaya Tidur Setelah Sahur)
Namun sering kali kantuk menyergap begitu sahur selesai. Bawaannya ingin tidur saja. Bagaimana caranya agar tidak tidur setelah sahur? Berikut ini cara Rasulullah dan sahabat agar tidak tidur setelah sahur:
1. Mengakhirkan sahur
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan umatnya untuk mengakhirkan sahur. Mengakhirkan sahur ini juga termasuk salah satu sunnah puasa sehingga para sahabat pun melakukan hal yang sama. Berapa jeda waktu antara makan sahur dan shalat Subuh?
Zaid bin Tsabit meriwayatkannya kepada kita:
تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلاَةِ. قُلْتُ كَمْ كَانَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا قَالَ خَمْسِينَ آيَةً.
“Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid, ”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50 ayat”. (HR. Muslim)
Dengan dekatnya waktu sahur dengan waktu Shubuh (terbit fajar), selain mendapat keberkahan seperti disebutkan dalam hadits lainnya, juga meminimalisir peluang untuk mengantuk. Sebaliknya, jika waktu sahur dan waktu Shubuh masih berjam-jam, biasanya besar keinginan untuk tidur.
2. Mengisi jeda waktu antara sahur dan Subuh dengan shalat dan dzikir
Seperti hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat beliau biasa mengisi waktu jeda antara makan sahur dan waktu Shubuh dengan shalat, dzikir dan doa. Selain mendapatkan keutamaan waktu sepertiga malam terakhir yang merupakan waktu mustajab untuk berdoa, otomatis juga terhindar dari tidur.
3. Shalat Subuh berjamaah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat beliau adalah orang-orang yang paling rajin shalat berjamaah. Maka begitu tiba waktu Shubuh, mereka (sudah) pergi ke masjid untuk menunaikan shalat Shubuh berjamaah. Usai shalat berjamaah, mereka juga biasa berdiam diri di masjid. Dzikirnya lama. Bahkan banyak pula yang baru selesai setelah matahari terbit dan sekitar 10-15 menit kemudian menunaikan shalat ba’da syuruq yang keutamaannya seperti pahala haji. Dan praktis, tidak ada waktu tidur setelah sahur.
Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/Bersamadakwah]
Konsep Pra Aqil Baligh usia 0-7 tahun.
Subject Matter Expert (SME):
Bpk Harry Santosa
founder MLC sekaligus praktisi Home Education sejak 1994
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Ayah bunda, esensi pendidikan sejati adalah pendidikan berbasis fitrah. Tugas kita adalah menemani anak-anak kita menjaga fitrahnya, menyadari fitrahnya lalu membangkitkannya menjadi peran-peran sesuai fitrah yang Allah kehendaki itu.
Inilah esensi pendidikan berbasis potensi dan akhlak.
Dengan fitrah Allah itulah Allah menciptakan manusia. Tiada yang berubah dari ciptaan Allah SWT.
Fitrah itu setidaknya meliputi fitrah keimanan, fitrah belajar, fitrah bakat dan fitrah perkembangan. Topik malam ini adalah pendidikan utk usia 0-7 tahun, tentu saja pendidikan fitrah-fitrah yg ada juga harus melihat fitrah perkembangan. Tiap tahap memiliki sunnatullahnya sendiri, memiliki cara dan tujuan mendidik yang khusus.
Pendidik sejati adalah seperti petani sejati. Pendidikan ibarat taman bukan pabrik atau perkebunan. Para petani harus memahami tahapan menanam, dia mesti memperlakukan tiap anak-anaknya bagai bunga-bunga di taman, yang masing-masing memiliki kekhasan, keunikan dan keindahannya masing-masing.
Maka cara memperlakukannya pun bagi setiap bunga adalah khas, tidak bisa seragam. Petani sejati harus rileks dan konsisten, dia tidak boleh bernafsu menggegas dan menyeragamkan demi produktifitas dan kepentingan siapapun yang tidak relevan dengan tanamannya. Petani sejati tidak boleh sembarang memakai bahan kimia yang menggegas pertumbuhan tanaman, yang malah merusak tanaman itu sendiri. Petani sejati harus meyakini qodrat Allah SWT terhadap segala sesuatu yang ada pada tanamannya dan yang ada di sekitarnya
Dasar panduan kita adalah jelas, bahwa tiap anak lahir dalam keadaan fitrah. Tugas kita bukan merubahnya, merekayasanya, menuntutnya sesuai obsesi kita, tetapi menemaninya.
Fitrah keimanan pada usia 0-7 tahun, disadarkan dengan membangun imaji-imaji positif, inspirasi kisah, bacaan bersastra baik, bahasa ibu yang sempurna, banyak bermain di alam terbuka. Rasulullah SAW ketika kecil hidup di gurun, mendaki bukit, menggembala kambing, bertutur fasih dari bahasa ibu yang murni, mengenal akhlak-akhlak dan tradisi-tradisi baik warga desa.
Bagi anak-anak imaji-imaji positif penting, karenanya melarang perbuatan keras yang merusak imaji-imaji ini, membiarkan Hasan dan Husein bermain kuda-kudaan, membiarkan Aisyah kecil bermain boneka dan kain bergambar dan seterusnya. Ini semata-mata untuk melahirkan imaji-imaji positif, atau kesan-kesan baik tentang Allah, tentang ibadah, tentang dirinya, tentang orangtua (yang sementara dianggap Tuhan), tentang alam, tentang masyarakatnya.
Ayah Bunda di mata anak usia 0-5 tahun adàlàh masa emas . Setiap bayi lahir menangis, karena fitrah keimanannya menyebabkan setiap manusia membutuhkan sosok yang memberinya cinta, kehangatan, kekuatan untuk bersandar, tempat terbaik untuk bernaung dan seterusnya. Jika mereka menjumpai ayah bundanya penuh cinta dan keihklashan, mereka akan mudah mencintai Tuhan dan Rasulnya.
Imaji ini dahulu pertama kali. Setelah mereka memiliki imaji dan kesan-kesan cinta yang tulus ayah bunda, ajak mereka ke alam untuk melihat alam ciptaan Allah, kenalkan harmoni di alam, air mengalir, tumbuhan merekah, anak-anak ayam lahir, bintang-bintang di langit, gelombang laut dan seterusnya untuk menumbuhkan kekaguman. Ajak berkebun dan berternak atau jalan ke pantai usia 2 tahun sangat baik. Tahap berikutnya ajak mereka mendengarkan kisah-kisah inspiratif yang membangkitkan rasa harmoninya dan kekagumannya pada kebenaran, keharmonian, kasih sayang, dan seterusnya. Mereka akan menyadari dan bangkit cintanya pada Allah SWT.
Belajar di alam, tidak selalu dalam bayangan ideal kita yaitu alam yang indah, gemericik air sungai, pohon-pohon indah melambai,
dan seterusnya. Belajar di alam adalah meng"alam" i peristiwa keseharian lalu menggali hikmah-himahnya untuk membangkitkan imaji positifnya tentang Allah, tentang kehidupan, tentang alam dan seterusnya.
Dari hal yang paling sederhana, misalnya ketika tanaman pot kita terkena ulat bulu, kita bisa menggali hikmah bagaimana Allah menciptakan serangga yang beragam, tentang takdir, tentang syukur, tentang siklus hidup ulat bulu dan seterusnya. Ketika halaman rumah banjir, kita bisa menggali hikmah penyebab banjir, bagaimana alam adalah hamba Allah yang bereaksi jika ada yg berbuat fasik menebangi hutan, membuka kisah Nabi Nuh, mempelajari siklus air hujan, dan seterusnya. Banjir bisa jadi tema. Begitu pula belajar di alam bisa dengan belajar sama tukang sayur keliling, tukang ojek mangkal, pasar tradisional, dan ssebagainya sejak aspek keimanan, pengalian minat, curiosity thd belajar dan bisnis spt interview bisnis proses dan lain-lain.
Keberkesanan mendalam akan diperoleh dengan menggali hikmah keseharian. Sesuai urutan dakwah "basyiiro wa nadziro" atau "amar ma'ruf, nahi munkar" , maka hadirkan lebih dulu kabar gembira (syurga), keagungan-keangungan Allah, keindahan-keindahan Islam, sebelum peringatan-peringatan. Peringatan diberikan jika mulai menyimpang atau khawatir pada perbuatan yang berbahaya saja, jika baik-baik saja terus saja menyampaikan yang gembira-gembira dan yg ma'ruf (dikenal oleh fitrah yg baik).
Imaji-imaji positif yang baik akan melahirkan persepsi positif dan persepsi positif akan memunculkan pensikapan yang baik ketika mereka dewasa kelak.
Imaji-imaji negatif akan memunculkan luka persepsi, dan luka persepsi akan melahirkan pensikapan yang buruk ketika mereka dewasa kelak.
Fitrah menyimpang tidak bisa terlihat atau dijustifikasi sampai usia 10 tahun. Kalau sampai usia 10 tahun sudah tidak suka sholat, tidak suka belajar, tidak respek terhadap nasehat dan kebenaran, tidak mengenal potensi dirinya dengan baik dan sebagainya maka ini sudah menyimpang. Sedikit agak keras diperlukan jika ini terjadi dengan maksud penyadaran.
Semoga tidak terjadi ya, karena semakin lama semakin sulit memperbaiki fitrah yg hilang maupun menyimpang.
Seorang pendidik yang arif mengatakan bahwa kesan baik sehari saja ketika anak-anak, akan menyelamatkan banyak hari ketika mereka dewasa kelak. Aqidah atau fitrah keimanan perlu dan sebaiknya ditumbuhkan dengan pola-pola seperti ini. Silahkan berkreasi….
Fitrah belajar, juga demikian. Setiap anak yang lahir adalah pembelajar yang tangguh, para ilmuwan menyebut bayi yang lahir adalah scientist. Itu karena Allah telah mengkaruniai fitrah belajar ini pada setiap anak. Tidak ada bayi yang memutuskan untuk merangkak seumur hidupnya, ketika mereka belajar berjalan dan jatuh berkali-kali.
Tugas kita, para orang tua sekali lagi, hanyalah menemani mereka, memberi semangat, menunjukkan hal-hal yang baik, memfasilitasi....
Lalu rileks dan konsisten, tenang dan istiqomah, shabar dan syukur.
Bunda Septi memberi tips untuk membangkitkan kesadaran fitrah belajar ini dengan istilah intelectual curiosity, dan sebagainya.
Penelitian-penelitian modern menjelaskan bahwa anak-anak akan bisa belajar mandiri hanya dengan diberi "jalan" saja, tidak perlu dijejalkan, tidak perlu banyak formalitas yang bahkan mengekang kebebasan, kemerdekaan memilih dan curiosity-nya.
Tidak ada orangtua yang sempurna. Namun, sesungguhnya ketika Allah memberikan amanah anak kpd kita, maka ada begitu banyak hikmah-hikmah yang ditanamkan di dada kita, begitu banyak jalan-jalan kebaikan yang Allah tunjukkan agar kita mampu memanfaatkannya untuk pendidikan diri kita sendiri dan pendidikan anak-anak kita. Anak-anak kitapun sudah terinstalasi berbagai fitrah kebaikan. Jadi mendidik anak sesungguhnya mudah, bahkan kedekatan ayah bunda semakin baik bila keduanya urun tangan, urun hati, urun fikiran, urun perasaan dalam mendidik anak.
Untuk mendidik anak-anak hanya diperlukan keyakinan seperti di atas, kemudian cinta dan ketulusan mendidik anak-anak kita. Itulah mengapa syarat pernikahan adalah aqidah yg baik dari kedua orangtuanya, dan syarat mendidik adalah mensucikan jiwa kita dahulu sebagai orangtua.
Fitrah terkait sifat produktif atau aktifitas produktif yg disukai. Misalnya, ada anak-anak yg suka teriak-teriak atau suka memukul benda-benda (lebih ke hingar bingar). Kemungkinan berbakat jadi celebritis, tabligher, penyiar, politikus dan lain-lain mereka cocok dengan dunia yang suka mengeksposure kepada publik. Itu semua kemungkinan, dan tidak akan berubah banyak, kecuali lebih tenang pada usia dimana sudah mengenal nilai-nilai sosial misalnya mengganggu tetangga tidak baik, berteriak-teriak di muka umum tidak sopan dan seterusnya namun sama sekali tidak akan hilang. Tugas kita mengarahkan saja sesuai bagaimana Allah menciptakan mereka seperti itu. Pendidikan teater atau pendidikan musik, sound engineering mungkin cocok. Teriakannya akan produktif dan memukul benda-benda juga akan produktif. Tinggal disempurnakan akhlaknya agar mendapat peran yg sesuai.
Ada ahli parenting yang bilang bahwa anak-anak kita lebih pandai menjawab, daripada pandai bertanya.
==========================
Demikian ayah bunda, pemaparan dari SME kita, semoga memberi manfaat dan terus mencari ilmu untuk kebaikan dunia akhirat.
Subject Matter Expert (SME):
Bpk Harry Santosa
founder MLC sekaligus praktisi Home Education sejak 1994
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Ayah bunda, esensi pendidikan sejati adalah pendidikan berbasis fitrah. Tugas kita adalah menemani anak-anak kita menjaga fitrahnya, menyadari fitrahnya lalu membangkitkannya menjadi peran-peran sesuai fitrah yang Allah kehendaki itu.
Inilah esensi pendidikan berbasis potensi dan akhlak.
Dengan fitrah Allah itulah Allah menciptakan manusia. Tiada yang berubah dari ciptaan Allah SWT.
Fitrah itu setidaknya meliputi fitrah keimanan, fitrah belajar, fitrah bakat dan fitrah perkembangan. Topik malam ini adalah pendidikan utk usia 0-7 tahun, tentu saja pendidikan fitrah-fitrah yg ada juga harus melihat fitrah perkembangan. Tiap tahap memiliki sunnatullahnya sendiri, memiliki cara dan tujuan mendidik yang khusus.
Pendidik sejati adalah seperti petani sejati. Pendidikan ibarat taman bukan pabrik atau perkebunan. Para petani harus memahami tahapan menanam, dia mesti memperlakukan tiap anak-anaknya bagai bunga-bunga di taman, yang masing-masing memiliki kekhasan, keunikan dan keindahannya masing-masing.
Maka cara memperlakukannya pun bagi setiap bunga adalah khas, tidak bisa seragam. Petani sejati harus rileks dan konsisten, dia tidak boleh bernafsu menggegas dan menyeragamkan demi produktifitas dan kepentingan siapapun yang tidak relevan dengan tanamannya. Petani sejati tidak boleh sembarang memakai bahan kimia yang menggegas pertumbuhan tanaman, yang malah merusak tanaman itu sendiri. Petani sejati harus meyakini qodrat Allah SWT terhadap segala sesuatu yang ada pada tanamannya dan yang ada di sekitarnya
Dasar panduan kita adalah jelas, bahwa tiap anak lahir dalam keadaan fitrah. Tugas kita bukan merubahnya, merekayasanya, menuntutnya sesuai obsesi kita, tetapi menemaninya.
Fitrah keimanan pada usia 0-7 tahun, disadarkan dengan membangun imaji-imaji positif, inspirasi kisah, bacaan bersastra baik, bahasa ibu yang sempurna, banyak bermain di alam terbuka. Rasulullah SAW ketika kecil hidup di gurun, mendaki bukit, menggembala kambing, bertutur fasih dari bahasa ibu yang murni, mengenal akhlak-akhlak dan tradisi-tradisi baik warga desa.
Bagi anak-anak imaji-imaji positif penting, karenanya melarang perbuatan keras yang merusak imaji-imaji ini, membiarkan Hasan dan Husein bermain kuda-kudaan, membiarkan Aisyah kecil bermain boneka dan kain bergambar dan seterusnya. Ini semata-mata untuk melahirkan imaji-imaji positif, atau kesan-kesan baik tentang Allah, tentang ibadah, tentang dirinya, tentang orangtua (yang sementara dianggap Tuhan), tentang alam, tentang masyarakatnya.
Ayah Bunda di mata anak usia 0-5 tahun adàlàh masa emas . Setiap bayi lahir menangis, karena fitrah keimanannya menyebabkan setiap manusia membutuhkan sosok yang memberinya cinta, kehangatan, kekuatan untuk bersandar, tempat terbaik untuk bernaung dan seterusnya. Jika mereka menjumpai ayah bundanya penuh cinta dan keihklashan, mereka akan mudah mencintai Tuhan dan Rasulnya.
Imaji ini dahulu pertama kali. Setelah mereka memiliki imaji dan kesan-kesan cinta yang tulus ayah bunda, ajak mereka ke alam untuk melihat alam ciptaan Allah, kenalkan harmoni di alam, air mengalir, tumbuhan merekah, anak-anak ayam lahir, bintang-bintang di langit, gelombang laut dan seterusnya untuk menumbuhkan kekaguman. Ajak berkebun dan berternak atau jalan ke pantai usia 2 tahun sangat baik. Tahap berikutnya ajak mereka mendengarkan kisah-kisah inspiratif yang membangkitkan rasa harmoninya dan kekagumannya pada kebenaran, keharmonian, kasih sayang, dan seterusnya. Mereka akan menyadari dan bangkit cintanya pada Allah SWT.
Belajar di alam, tidak selalu dalam bayangan ideal kita yaitu alam yang indah, gemericik air sungai, pohon-pohon indah melambai,
dan seterusnya. Belajar di alam adalah meng"alam" i peristiwa keseharian lalu menggali hikmah-himahnya untuk membangkitkan imaji positifnya tentang Allah, tentang kehidupan, tentang alam dan seterusnya.
Dari hal yang paling sederhana, misalnya ketika tanaman pot kita terkena ulat bulu, kita bisa menggali hikmah bagaimana Allah menciptakan serangga yang beragam, tentang takdir, tentang syukur, tentang siklus hidup ulat bulu dan seterusnya. Ketika halaman rumah banjir, kita bisa menggali hikmah penyebab banjir, bagaimana alam adalah hamba Allah yang bereaksi jika ada yg berbuat fasik menebangi hutan, membuka kisah Nabi Nuh, mempelajari siklus air hujan, dan seterusnya. Banjir bisa jadi tema. Begitu pula belajar di alam bisa dengan belajar sama tukang sayur keliling, tukang ojek mangkal, pasar tradisional, dan ssebagainya sejak aspek keimanan, pengalian minat, curiosity thd belajar dan bisnis spt interview bisnis proses dan lain-lain.
Keberkesanan mendalam akan diperoleh dengan menggali hikmah keseharian. Sesuai urutan dakwah "basyiiro wa nadziro" atau "amar ma'ruf, nahi munkar" , maka hadirkan lebih dulu kabar gembira (syurga), keagungan-keangungan Allah, keindahan-keindahan Islam, sebelum peringatan-peringatan. Peringatan diberikan jika mulai menyimpang atau khawatir pada perbuatan yang berbahaya saja, jika baik-baik saja terus saja menyampaikan yang gembira-gembira dan yg ma'ruf (dikenal oleh fitrah yg baik).
Imaji-imaji positif yang baik akan melahirkan persepsi positif dan persepsi positif akan memunculkan pensikapan yang baik ketika mereka dewasa kelak.
Imaji-imaji negatif akan memunculkan luka persepsi, dan luka persepsi akan melahirkan pensikapan yang buruk ketika mereka dewasa kelak.
Fitrah menyimpang tidak bisa terlihat atau dijustifikasi sampai usia 10 tahun. Kalau sampai usia 10 tahun sudah tidak suka sholat, tidak suka belajar, tidak respek terhadap nasehat dan kebenaran, tidak mengenal potensi dirinya dengan baik dan sebagainya maka ini sudah menyimpang. Sedikit agak keras diperlukan jika ini terjadi dengan maksud penyadaran.
Semoga tidak terjadi ya, karena semakin lama semakin sulit memperbaiki fitrah yg hilang maupun menyimpang.
Seorang pendidik yang arif mengatakan bahwa kesan baik sehari saja ketika anak-anak, akan menyelamatkan banyak hari ketika mereka dewasa kelak. Aqidah atau fitrah keimanan perlu dan sebaiknya ditumbuhkan dengan pola-pola seperti ini. Silahkan berkreasi….
Fitrah belajar, juga demikian. Setiap anak yang lahir adalah pembelajar yang tangguh, para ilmuwan menyebut bayi yang lahir adalah scientist. Itu karena Allah telah mengkaruniai fitrah belajar ini pada setiap anak. Tidak ada bayi yang memutuskan untuk merangkak seumur hidupnya, ketika mereka belajar berjalan dan jatuh berkali-kali.
Tugas kita, para orang tua sekali lagi, hanyalah menemani mereka, memberi semangat, menunjukkan hal-hal yang baik, memfasilitasi....
Lalu rileks dan konsisten, tenang dan istiqomah, shabar dan syukur.
Bunda Septi memberi tips untuk membangkitkan kesadaran fitrah belajar ini dengan istilah intelectual curiosity, dan sebagainya.
Penelitian-penelitian modern menjelaskan bahwa anak-anak akan bisa belajar mandiri hanya dengan diberi "jalan" saja, tidak perlu dijejalkan, tidak perlu banyak formalitas yang bahkan mengekang kebebasan, kemerdekaan memilih dan curiosity-nya.
Tidak ada orangtua yang sempurna. Namun, sesungguhnya ketika Allah memberikan amanah anak kpd kita, maka ada begitu banyak hikmah-hikmah yang ditanamkan di dada kita, begitu banyak jalan-jalan kebaikan yang Allah tunjukkan agar kita mampu memanfaatkannya untuk pendidikan diri kita sendiri dan pendidikan anak-anak kita. Anak-anak kitapun sudah terinstalasi berbagai fitrah kebaikan. Jadi mendidik anak sesungguhnya mudah, bahkan kedekatan ayah bunda semakin baik bila keduanya urun tangan, urun hati, urun fikiran, urun perasaan dalam mendidik anak.
Untuk mendidik anak-anak hanya diperlukan keyakinan seperti di atas, kemudian cinta dan ketulusan mendidik anak-anak kita. Itulah mengapa syarat pernikahan adalah aqidah yg baik dari kedua orangtuanya, dan syarat mendidik adalah mensucikan jiwa kita dahulu sebagai orangtua.
Fitrah terkait sifat produktif atau aktifitas produktif yg disukai. Misalnya, ada anak-anak yg suka teriak-teriak atau suka memukul benda-benda (lebih ke hingar bingar). Kemungkinan berbakat jadi celebritis, tabligher, penyiar, politikus dan lain-lain mereka cocok dengan dunia yang suka mengeksposure kepada publik. Itu semua kemungkinan, dan tidak akan berubah banyak, kecuali lebih tenang pada usia dimana sudah mengenal nilai-nilai sosial misalnya mengganggu tetangga tidak baik, berteriak-teriak di muka umum tidak sopan dan seterusnya namun sama sekali tidak akan hilang. Tugas kita mengarahkan saja sesuai bagaimana Allah menciptakan mereka seperti itu. Pendidikan teater atau pendidikan musik, sound engineering mungkin cocok. Teriakannya akan produktif dan memukul benda-benda juga akan produktif. Tinggal disempurnakan akhlaknya agar mendapat peran yg sesuai.
Ada ahli parenting yang bilang bahwa anak-anak kita lebih pandai menjawab, daripada pandai bertanya.
==========================
Demikian ayah bunda, pemaparan dari SME kita, semoga memberi manfaat dan terus mencari ilmu untuk kebaikan dunia akhirat.
Subscribe to:
Comments (Atom)