Kajian
_Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh_
Bismillah...
Ibu2 sahabat sholehah yang senantiasa di Rahmati Allah Ta'ala, kajian rutin
*MT. ATHAHIRAH* akan diadakan :
إن شاء الله
*📆 11 Rajab 1441H / Jum’at 6 Maret 2020*
🕑 *10.00 - Selesai* ‼
_Mohon Hadir 20 Menit Sebelum Kajian di Mulai_
👤 Narasumber:
*Ust. Khalid Basalamah حفظه الله*
📝 Kitab: *SHAHIH AT-TARGHIB WA AT- TARHIB*
🏠 _Regensi Tebet Mas III No A.13_
(Kediaman Ibu Dewi Andria)
"Barangsiapa yang menempuh suatu jalan utk menuntut ilmu, maka اَللّهُ mudahkan jalannya menuju Surga." (HR. Ahmad V/196, Abu Dawud no.3641, Tirmidzi no.2682)
Barakallah Fikunna
*Adab hadiri Majlis Taklim:*
1. Datang tepat waktu, maksimal 20 menit sebelum kajian
2. *Matikan/silent hp*
3. Tidak bolak-balik melintasi kamera
4. Dimohon dengan sangat selama kajian berlangsung *TIDAK* berbicara *(mengobrol)* karena dapat mengganggu jamaah lain
5. *Jangan lupa* Mengisi data telp & registrasi
Salam,
*INDA | DINNI | DEWI*
Rumah Tahfidz, Belajar Tahsin dan Tajwid Al Qur'an, Kajian Ilmu syar'i Hub: Diana Gasim (Ummu Achmad ) 085312837788)
Thursday, March 5, 2020
# Apapun Keadaanya, Jangan Pernah Tinggalkan Majelis Ilmu
“Pada mejelis ilmu ada dua hal utama yang membuat istiqamah sampai ajal menjemput:
Pertama : ilmu yang menjaga kita
Kedua: sahabat yang shalih yang selalu meingingatkan akan akhirat”
Saudaraku, apapun keadaannya dan bagaimanapun kondisinya, jangan pernah meninggalkan majelis ilmu. Jangan lah tinggalkan secara total, jika tidak bisa sepekan sekali, mungkin sebulan sekali, jika tidak bisa mungkin 2 atau 3 bulan sekali, insyaallah waktu itu selalu ada, yang menjadi intinya adalah apakah kita memprioritaskan atau tidak? Jika tidak menjadi prioritas, maka tidak akan ada waktu dan tidak akan ada usaha untuk itu. Jangan pernah juga meninggalkan majelis ilmu karena sudah merasa berilmu atau telah menjadi “ikhwan senior”, para ustadz dan ulama pun terus belajar dan menuntut ilmu.
Saudaraku, mereka yang berguguran dipersimpangan jalan dakwah adalah orang perlahan-lahan meninggalkan majelis ilmu secara total, baik itu tenggelam dengan kesibukan dunia atau merasa sudah berilmu kemudian menjadi sombong dan tergelincir.
Abdullah bin Mubarak menunjukkan keheranan, bagaimana mungkin seseorang jiwanya baik jika tidak mau menuntut ilmu dan menghadiri majelis ilmu. Beliau berkata,
عجبت لمن لم يطلب العلم, كيف تدعو نفسه إلى مكرمة
“Aku heran dengan mereka yang tidak menuntut ilmu, bagaimana mungkin jiwanya bisa mengajak kepada kebaikan.”? [Siyar A’lam AN-Nubala 8/398]
Sebagaimana yang kita sampai di awal bahwa pada majelis ilmu terdapat dua faktor utama agar seseorang bisa istiqamah:
[1] Ilmu yang menjaganya
Dengan ilmu dan pemahaman yang benar seseorang agar terjaga dari kesalahan dan ketergelinciran.
Ibnul Qayyim berkata,
ﺃﻥ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻳﺤﺮﺱ ﺻﺎﺣﺒﻪ ﻭﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﻳﺤﺮﺱ ﻣﺎﻟﻪ
“Ilmu itu menjaga pemiliknya sedangkan pemilik harta akan menjaga hartanya.”[Miftah Daris Sa’adah 1/29]
Dengan menghadiri majelis ilmu juga akan menimbulkan ketenangan dan kebahagiaan yang mejadi tujuan seseorang hidup di dunia ini. Apabila niatnya ikhlas, maka ia akan merasakan ketenangan di majelis ilmu dan akan terus mencari majelis ilmu di mana pun berada.
Majelis ilmu adalah taman surga yang membuat seseorang merasakan ketenangan.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya,”Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab,”Halaqah-halaqah (kelompok-kelompok) dzikir.”[HR Tirmidzi, no. 3510, Ash Shahihah, no. 2562]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
إن للذكر من بين الأعمال لذة لا يشبهها شيء، فلو لم يكن للعبد من ثوابه إلا اللذة الحاصلة للذاكر والنعيم الذي يحصل لقلبه لكفى به، ولهذا سميت مجالس الذكر رياض الجنة
“Sesungguhnya dzikir di antara amal memiliki kelezatan yang tidak bisa diserupai oleh sesuatupun, seandaikan tidak ada balasan pahala bagi hamba kecuali kelezatan dan kenikmatan hati yang dirasakan oleh orang yang berdziki, maka hal itu [kenikmatan berdzikit saja, pent] sudah mencukupi,oleh karena itu majelis-majelis dzikir dinamakan taman-taman surga.” [Al-Wabilush Shayyib hal. 81, Darul Hadist, Koiro,, Asy-Syamilah]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Dan tidaklah sekelompok orangberkumpul di dalam satu rumah di antara rumah-rumah Allah; mereka membaca Kitab Allah dan saling belajar diantara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya.” [HR Muslim, no. 2699].
[2] Di majelis ilmu kita akan bertemu dengan sahabat yang selalu mengingatkan akan akhirat
Di majelis ilmu kita akan berjumpa dengan sahabat yang benar-benar sejati, yaitu sahabat yang selalu memberikan nasihat dan mengingatkan kita apabila salah. Sebuah ungkapan arab berbunyi:
ﺻﺪﻳﻘﻚ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﻚ ﻻ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﻚ
“Shadiqaka man shadaqaka laa man shaddaqaka”
“Sahabat sejati-mu adalah yang senantiasa jujur (kalau salah diingatkan), bukan yang senantiasa membenarkanmu”
Dengan Sering berjumpa dengan orang shalih yang sabar dengan kehidupan dunia ini dan tidak rakus akan harta dan kedudukan, hidup kita akan mudah dan lebih bahagia.
Perhatikan bagaimana Ibnul Qayyim mengisahkan tentang guru beliau Ibnu Taimiyyah, beliau berkata:
وكنا إذا اشتد بنا الخوف وساءت منا الظنون وضاقت بنا الأرض أتيناه، فما هو إلا أن نراه ونسمع كلامه فيذهب ذلك كله وينقلب انشراحاً وقوة ويقيناً وطمأنينة
“Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan kesempitan hidup, kami segera mendatangi beliau untuk meminta nasehat, maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”[ Al-wabilush shayyib hal 48, Darul Hadits, Syamilah]
Demikian semoga bermanfaat
@ Lombok, Pulau Seribu Masjid
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslim.or.id
https://muslim.or.id/45155-apapun-keadaanya-jangan-pernah-tinggalkan-majelis-ilmu.html
__
Follow akun (klik):
Telegram: bit.ly/muslimafiyah
Youtube: http://www.youtube.com/c/RaehanulBahraen
“Pada mejelis ilmu ada dua hal utama yang membuat istiqamah sampai ajal menjemput:
Pertama : ilmu yang menjaga kita
Kedua: sahabat yang shalih yang selalu meingingatkan akan akhirat”
Saudaraku, apapun keadaannya dan bagaimanapun kondisinya, jangan pernah meninggalkan majelis ilmu. Jangan lah tinggalkan secara total, jika tidak bisa sepekan sekali, mungkin sebulan sekali, jika tidak bisa mungkin 2 atau 3 bulan sekali, insyaallah waktu itu selalu ada, yang menjadi intinya adalah apakah kita memprioritaskan atau tidak? Jika tidak menjadi prioritas, maka tidak akan ada waktu dan tidak akan ada usaha untuk itu. Jangan pernah juga meninggalkan majelis ilmu karena sudah merasa berilmu atau telah menjadi “ikhwan senior”, para ustadz dan ulama pun terus belajar dan menuntut ilmu.
Saudaraku, mereka yang berguguran dipersimpangan jalan dakwah adalah orang perlahan-lahan meninggalkan majelis ilmu secara total, baik itu tenggelam dengan kesibukan dunia atau merasa sudah berilmu kemudian menjadi sombong dan tergelincir.
Abdullah bin Mubarak menunjukkan keheranan, bagaimana mungkin seseorang jiwanya baik jika tidak mau menuntut ilmu dan menghadiri majelis ilmu. Beliau berkata,
عجبت لمن لم يطلب العلم, كيف تدعو نفسه إلى مكرمة
“Aku heran dengan mereka yang tidak menuntut ilmu, bagaimana mungkin jiwanya bisa mengajak kepada kebaikan.”? [Siyar A’lam AN-Nubala 8/398]
Sebagaimana yang kita sampai di awal bahwa pada majelis ilmu terdapat dua faktor utama agar seseorang bisa istiqamah:
[1] Ilmu yang menjaganya
Dengan ilmu dan pemahaman yang benar seseorang agar terjaga dari kesalahan dan ketergelinciran.
Ibnul Qayyim berkata,
ﺃﻥ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻳﺤﺮﺱ ﺻﺎﺣﺒﻪ ﻭﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﻳﺤﺮﺱ ﻣﺎﻟﻪ
“Ilmu itu menjaga pemiliknya sedangkan pemilik harta akan menjaga hartanya.”[Miftah Daris Sa’adah 1/29]
Dengan menghadiri majelis ilmu juga akan menimbulkan ketenangan dan kebahagiaan yang mejadi tujuan seseorang hidup di dunia ini. Apabila niatnya ikhlas, maka ia akan merasakan ketenangan di majelis ilmu dan akan terus mencari majelis ilmu di mana pun berada.
Majelis ilmu adalah taman surga yang membuat seseorang merasakan ketenangan.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya,”Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab,”Halaqah-halaqah (kelompok-kelompok) dzikir.”[HR Tirmidzi, no. 3510, Ash Shahihah, no. 2562]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
إن للذكر من بين الأعمال لذة لا يشبهها شيء، فلو لم يكن للعبد من ثوابه إلا اللذة الحاصلة للذاكر والنعيم الذي يحصل لقلبه لكفى به، ولهذا سميت مجالس الذكر رياض الجنة
“Sesungguhnya dzikir di antara amal memiliki kelezatan yang tidak bisa diserupai oleh sesuatupun, seandaikan tidak ada balasan pahala bagi hamba kecuali kelezatan dan kenikmatan hati yang dirasakan oleh orang yang berdziki, maka hal itu [kenikmatan berdzikit saja, pent] sudah mencukupi,oleh karena itu majelis-majelis dzikir dinamakan taman-taman surga.” [Al-Wabilush Shayyib hal. 81, Darul Hadist, Koiro,, Asy-Syamilah]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Dan tidaklah sekelompok orangberkumpul di dalam satu rumah di antara rumah-rumah Allah; mereka membaca Kitab Allah dan saling belajar diantara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya.” [HR Muslim, no. 2699].
[2] Di majelis ilmu kita akan bertemu dengan sahabat yang selalu mengingatkan akan akhirat
Di majelis ilmu kita akan berjumpa dengan sahabat yang benar-benar sejati, yaitu sahabat yang selalu memberikan nasihat dan mengingatkan kita apabila salah. Sebuah ungkapan arab berbunyi:
ﺻﺪﻳﻘﻚ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﻚ ﻻ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﻚ
“Shadiqaka man shadaqaka laa man shaddaqaka”
“Sahabat sejati-mu adalah yang senantiasa jujur (kalau salah diingatkan), bukan yang senantiasa membenarkanmu”
Dengan Sering berjumpa dengan orang shalih yang sabar dengan kehidupan dunia ini dan tidak rakus akan harta dan kedudukan, hidup kita akan mudah dan lebih bahagia.
Perhatikan bagaimana Ibnul Qayyim mengisahkan tentang guru beliau Ibnu Taimiyyah, beliau berkata:
وكنا إذا اشتد بنا الخوف وساءت منا الظنون وضاقت بنا الأرض أتيناه، فما هو إلا أن نراه ونسمع كلامه فيذهب ذلك كله وينقلب انشراحاً وقوة ويقيناً وطمأنينة
“Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan kesempitan hidup, kami segera mendatangi beliau untuk meminta nasehat, maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”[ Al-wabilush shayyib hal 48, Darul Hadits, Syamilah]
Demikian semoga bermanfaat
@ Lombok, Pulau Seribu Masjid
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslim.or.id
https://muslim.or.id/45155-apapun-keadaanya-jangan-pernah-tinggalkan-majelis-ilmu.html
__
Follow akun (klik):
Telegram: bit.ly/muslimafiyah
Youtube: http://www.youtube.com/c/RaehanulBahraen
*Siapa yang Memberi Harakat al-Quran?*
Pertanyaan:
Saya mendengar, mushaf di zaman ustman tdk ada harakatnya.
Apa benar demikian? Lalu siapa yg memberi harakat al-Quran?
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Umumnya kaum muslimin di zaman sahabat, paham bahasa fushah (bahasa arab fasih). Sehingga mushaf yang diterbitkan di zaman khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu, ditulis tanpa harakat dan bahkan belum ada titik-titik huruf.
Bagi orang yang tidak memahami bahasa arab yang asli, huruf ba’, ta, dan tsa’ bentuknya sama.
Namun bagi para sahabat, dan mereka yang memahami karakter asli bahasa arab, bisa membedakan huruf-huruf itu.
Dengan demikian, apa yang disampaikan penanya adalah benar adanya.
Di zaman Khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu, tulisan mushaf al-Quran belum diberi harakat.
*Lalu siapa yang memberi harakat pertama kali?*
Berikut keterangan Dr. Abdullah bin Muhammad al-Muthlaq dalam artikel beliau yang berjudul al-Quran al-Karim bi Khatti Braille li al-Makfufin. Artikel ini diterbitkan dalam Jurnal al-Buhuts al-Islamiyah, volume 66, hlm. 337.
Dr. Abdullah al-Muthlaq mengatakan,
لا يدخل في الرسم العثماني الأمور التالية
*Beberapa hal berikut, tidak termasuk dalam naskah mushaf Utsmani,*
أولا : النقط التي تتميز بها الحروف فإنها إنما ألحقت بالحروف العربية في عصر التابعين وكانت الحروف قبل ذلك تكتب غير منقوطة . قال أبو عمرو عثمان بن سعيد الداني المتوفى سنة 444 هـ: ” باب ذكر من نقط المصاحف أولا من التابعين ومن كره ذلك ومن ترخص فيه من العلماء: اختلفت الرواية لدينا فيمن ابتدأ بنقط المصاحف من التابعين فروينا أن المبتدئ بذلك كان أبا الأسود الدؤلي .
وروينا أن ابن سيرين كان عنده مصحف نقطه يحيى بن يعمر وأن يحيى أول من نقطها” [كتاب النقط المطبوع مع المقنع في معرفة مرسوم مصاحف أهل الأمصار ص129[
*Pertama* titik yang membedakan antara satu huruf dengan huruf lainnya [misal, titik pada huruf-huruf: ي؛ ب؛ ت؛ ن؛ ث؛ . kita bisa tahu bedanya, karena titik]. Titik-titik ini baru dibubuhkan pada huruf arab di zaman tabiin. Sementara huruf-huruf sebelum masa itu, semuanya ditulis tanpa titik.
Abu Amr, Utsman bin Said ad-Dani (w. 444 H) mengatakan, ‘Penjelasan tentang titik pada mushaf pertama kali terjadi di masa tabiin.
Dan penjelaan tentang ulama yang membenci titik ini dan ada yang memberi keringanan.
Ada perbedaan riwayat yang kami miliki tentang siapa yang memulai pertama kali memberikan titik dalam mushaf di zaman tabiin. Kami mendapat riwayat bahwa yang melakukan pemberian titik pertama adalah Abul Aswad ad-Duali. Kami juga mendapat riwayat bahwa Ibnu Sirin memiliki mushaf yang hurufnya ada titiknya, dimana yang memberi titik adalah Yahya bin Ya’mar. Dan bahwa Yahya adalah orang yang pertama kali memberi titik mushaf.’ (Kitab: an-Nuqath al-Mathbu’ ma’a al-Muqni’ fi Ma’rifati Marsum Mashahif Ahli Amshar, hlm. 129).
ثانيا : الحركات والتنوين وأول من وضعها أبو الأسود الدؤلي وكانت نقطا ، وذلك أنه أراد أن يعمل كتابا في العربية يقوّم الناس به ما فسد من كلامهم،…. وقيل إن أول من فعل ذلك نصر بن عاص الليثي . [كتاب النقط المطبوع مع المقنع في معرفة مرسوم مصاحف أهل الأمصار ص129[
ثم إن الخليل بن أحمد طور ذلك حيث اخترع الحركات المأخوذة من الحروف . [الإتقان في علوم القرآن ص 219[
*Kedua,* (yang tidak ada dalam mushaf Utsmani) Harakat dan tanwin.
Pertama kali yang membubuhkan harakat dan tanwin dalam kalimat bahasa arab adalah Abul Aswad ad-Duali.
Ini beliau lakukan ketika beliau menulis sebuah buku tentang belajar bahasa arab, dalam rangka meluruskan kekeliruan kalimat bahasa arab yang umumnya diucapkan masyarakat.
Ada juga yang mengatakan, Orang yang pertama memberi harakat dan tanwin adalah Nashr bin Ash al-Laith. Kitab: an-Nuqath al-Mathbu’ ma’a al-Muqni’, hlm. 129).
Kemudian Khalil bin Ahmad al-Farahidi mengembangkan hal itu, dimana beliau membuat beberapa harakat yang diambil dari huruf. (al-Itqan fi Ulum al-Quran, hlm. 219).
ثالثا : الهمزة والتشديد والرَّوْم والإشمام ، وأول من وضعها الخليل بن أحمد الفراهيدي .
*Ketiga,* hamzah, tasydid, raum, dan isymam. Pertama kali yang meletakkannya adalah Khalil bin Ahmad al-Farahidi.
رابعا : علامات التجويد وعلامات الوصل والوقف فإنها لم تكن في الرسم العثماني وإنما كتبت بعد الكتابة في علم التجويد
*Keempat,* tanda-tanda tajwid, tanda washal, atau waqaf.
Semua ini tidak ada dalam naskah mushaf Utsmani.
*Baru dibubuhkan dalam al-Quran setelah adanya ilmu tajwid.*
(al-Quran al-Karim bi Khatti Braille li al-Makfufin, diterbitkan dalam Majalah al-Buhuts al-Islamiyah, 66/337. Dinukil dari Fatwa Islam no. 95430).
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
Artikel ini didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.
Read more https://konsultasisyariah.com/20850-siapa-yang-memberi-harakat-al-quran.html
_______________
Tambahan :
*ilmu tajwid yang paling awal adalah ditulis oleh ulama Ahli sunnah pada tahun ke 3 Hijriyah yaitu Abu Muzahim Al-Haqani dalam bentuk qasidah (puisi) namanya Qosidah Al Khoqoni (qosidah Roiyyah) yaitu sebuah lmu tajwid yang terulung/paling ulung.*
Pada kurun ke-4 hijrah pula, lahir Ibnu Mujahid Al-Baghdadi dengan karangannya “Kitabus Sab’ah.
Selepas itu lahirlah para ulama Ilmu Tajwid dan Ilmu Qiroah yang tampil memelihara kedua-dua ilmu ini dari masa ke masa seperti:
1. Abu ‘Amr Ad-Dani dengan kitabnya At-Taysir,
2. Imam Asy-Syatibi Tahani dengan kitabnya “Hirzul Amani wa Wajhut Tahani”
yang menjadi tonggak kepada karangan-karangan tokoh-tokoh lain yang sezaman dan yang setelah mereka.
Tetapi yang jelas dari karangan-karangan mereka ialah *ilmu tajwid dan ilmu qiraat* senantiasa bergandengan, ditulis dalam satu kitab tanpa dipisahkan pembahasannya. penulisan ini juga diajarkan kepada murid-murid mereka.
Kemudian lahir pula seorang *tokoh yang amat penting dalam ilmu tajwid dan qiraat yaitu imam (ulama) yang lebih terkenal dengan nama Ibnul Jazari dengan karangan beliau yang masyhur yaitu “An-Nasyr”, “Toyyibatun Nasyr” dan “Ad-Durratul Mudhiyyah” yang mengatakan ilmu qiraat adalah sepuluh sebagai pelengkap bagi apa yang telah dinyatakan imam Asy-Syatibi dalam kitabnya “Hirzul Amani” sebagai qiraat tujuh.*
*Imam Al-Jazari juga telah mengarang karangan yang masih asing bagi ilmu Tajwid dalam kitabnya “At-Tamhid” dan puisi beliau yang lebih terkenal dengan nama “Matan Al-Jazariah”.*
Imam Al-Jazari telah mewariskan karangan-karangannya yang begitu banyak berserta bacaannya sekaligus, yang kemudian telah menjadi pedoman dan panduan bagi karangan-karangan ilmu tajwid dan qiraat serta bacaan al-Quran hingga saat ini....
Ada lagi matn Tuhfatul Athfal karya dari seorang ulama yg bernama Sulaiman Al Jamzuri
Dan masih banyak lagi kitab2 ilmu tajwid yg di karang oleh para ulama...
Pertanyaan:
Saya mendengar, mushaf di zaman ustman tdk ada harakatnya.
Apa benar demikian? Lalu siapa yg memberi harakat al-Quran?
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Umumnya kaum muslimin di zaman sahabat, paham bahasa fushah (bahasa arab fasih). Sehingga mushaf yang diterbitkan di zaman khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu, ditulis tanpa harakat dan bahkan belum ada titik-titik huruf.
Bagi orang yang tidak memahami bahasa arab yang asli, huruf ba’, ta, dan tsa’ bentuknya sama.
Namun bagi para sahabat, dan mereka yang memahami karakter asli bahasa arab, bisa membedakan huruf-huruf itu.
Dengan demikian, apa yang disampaikan penanya adalah benar adanya.
Di zaman Khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu, tulisan mushaf al-Quran belum diberi harakat.
*Lalu siapa yang memberi harakat pertama kali?*
Berikut keterangan Dr. Abdullah bin Muhammad al-Muthlaq dalam artikel beliau yang berjudul al-Quran al-Karim bi Khatti Braille li al-Makfufin. Artikel ini diterbitkan dalam Jurnal al-Buhuts al-Islamiyah, volume 66, hlm. 337.
Dr. Abdullah al-Muthlaq mengatakan,
لا يدخل في الرسم العثماني الأمور التالية
*Beberapa hal berikut, tidak termasuk dalam naskah mushaf Utsmani,*
أولا : النقط التي تتميز بها الحروف فإنها إنما ألحقت بالحروف العربية في عصر التابعين وكانت الحروف قبل ذلك تكتب غير منقوطة . قال أبو عمرو عثمان بن سعيد الداني المتوفى سنة 444 هـ: ” باب ذكر من نقط المصاحف أولا من التابعين ومن كره ذلك ومن ترخص فيه من العلماء: اختلفت الرواية لدينا فيمن ابتدأ بنقط المصاحف من التابعين فروينا أن المبتدئ بذلك كان أبا الأسود الدؤلي .
وروينا أن ابن سيرين كان عنده مصحف نقطه يحيى بن يعمر وأن يحيى أول من نقطها” [كتاب النقط المطبوع مع المقنع في معرفة مرسوم مصاحف أهل الأمصار ص129[
*Pertama* titik yang membedakan antara satu huruf dengan huruf lainnya [misal, titik pada huruf-huruf: ي؛ ب؛ ت؛ ن؛ ث؛ . kita bisa tahu bedanya, karena titik]. Titik-titik ini baru dibubuhkan pada huruf arab di zaman tabiin. Sementara huruf-huruf sebelum masa itu, semuanya ditulis tanpa titik.
Abu Amr, Utsman bin Said ad-Dani (w. 444 H) mengatakan, ‘Penjelasan tentang titik pada mushaf pertama kali terjadi di masa tabiin.
Dan penjelaan tentang ulama yang membenci titik ini dan ada yang memberi keringanan.
Ada perbedaan riwayat yang kami miliki tentang siapa yang memulai pertama kali memberikan titik dalam mushaf di zaman tabiin. Kami mendapat riwayat bahwa yang melakukan pemberian titik pertama adalah Abul Aswad ad-Duali. Kami juga mendapat riwayat bahwa Ibnu Sirin memiliki mushaf yang hurufnya ada titiknya, dimana yang memberi titik adalah Yahya bin Ya’mar. Dan bahwa Yahya adalah orang yang pertama kali memberi titik mushaf.’ (Kitab: an-Nuqath al-Mathbu’ ma’a al-Muqni’ fi Ma’rifati Marsum Mashahif Ahli Amshar, hlm. 129).
ثانيا : الحركات والتنوين وأول من وضعها أبو الأسود الدؤلي وكانت نقطا ، وذلك أنه أراد أن يعمل كتابا في العربية يقوّم الناس به ما فسد من كلامهم،…. وقيل إن أول من فعل ذلك نصر بن عاص الليثي . [كتاب النقط المطبوع مع المقنع في معرفة مرسوم مصاحف أهل الأمصار ص129[
ثم إن الخليل بن أحمد طور ذلك حيث اخترع الحركات المأخوذة من الحروف . [الإتقان في علوم القرآن ص 219[
*Kedua,* (yang tidak ada dalam mushaf Utsmani) Harakat dan tanwin.
Pertama kali yang membubuhkan harakat dan tanwin dalam kalimat bahasa arab adalah Abul Aswad ad-Duali.
Ini beliau lakukan ketika beliau menulis sebuah buku tentang belajar bahasa arab, dalam rangka meluruskan kekeliruan kalimat bahasa arab yang umumnya diucapkan masyarakat.
Ada juga yang mengatakan, Orang yang pertama memberi harakat dan tanwin adalah Nashr bin Ash al-Laith. Kitab: an-Nuqath al-Mathbu’ ma’a al-Muqni’, hlm. 129).
Kemudian Khalil bin Ahmad al-Farahidi mengembangkan hal itu, dimana beliau membuat beberapa harakat yang diambil dari huruf. (al-Itqan fi Ulum al-Quran, hlm. 219).
ثالثا : الهمزة والتشديد والرَّوْم والإشمام ، وأول من وضعها الخليل بن أحمد الفراهيدي .
*Ketiga,* hamzah, tasydid, raum, dan isymam. Pertama kali yang meletakkannya adalah Khalil bin Ahmad al-Farahidi.
رابعا : علامات التجويد وعلامات الوصل والوقف فإنها لم تكن في الرسم العثماني وإنما كتبت بعد الكتابة في علم التجويد
*Keempat,* tanda-tanda tajwid, tanda washal, atau waqaf.
Semua ini tidak ada dalam naskah mushaf Utsmani.
*Baru dibubuhkan dalam al-Quran setelah adanya ilmu tajwid.*
(al-Quran al-Karim bi Khatti Braille li al-Makfufin, diterbitkan dalam Majalah al-Buhuts al-Islamiyah, 66/337. Dinukil dari Fatwa Islam no. 95430).
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
Artikel ini didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.
Read more https://konsultasisyariah.com/20850-siapa-yang-memberi-harakat-al-quran.html
_______________
Tambahan :
*ilmu tajwid yang paling awal adalah ditulis oleh ulama Ahli sunnah pada tahun ke 3 Hijriyah yaitu Abu Muzahim Al-Haqani dalam bentuk qasidah (puisi) namanya Qosidah Al Khoqoni (qosidah Roiyyah) yaitu sebuah lmu tajwid yang terulung/paling ulung.*
Pada kurun ke-4 hijrah pula, lahir Ibnu Mujahid Al-Baghdadi dengan karangannya “Kitabus Sab’ah.
Selepas itu lahirlah para ulama Ilmu Tajwid dan Ilmu Qiroah yang tampil memelihara kedua-dua ilmu ini dari masa ke masa seperti:
1. Abu ‘Amr Ad-Dani dengan kitabnya At-Taysir,
2. Imam Asy-Syatibi Tahani dengan kitabnya “Hirzul Amani wa Wajhut Tahani”
yang menjadi tonggak kepada karangan-karangan tokoh-tokoh lain yang sezaman dan yang setelah mereka.
Tetapi yang jelas dari karangan-karangan mereka ialah *ilmu tajwid dan ilmu qiraat* senantiasa bergandengan, ditulis dalam satu kitab tanpa dipisahkan pembahasannya. penulisan ini juga diajarkan kepada murid-murid mereka.
Kemudian lahir pula seorang *tokoh yang amat penting dalam ilmu tajwid dan qiraat yaitu imam (ulama) yang lebih terkenal dengan nama Ibnul Jazari dengan karangan beliau yang masyhur yaitu “An-Nasyr”, “Toyyibatun Nasyr” dan “Ad-Durratul Mudhiyyah” yang mengatakan ilmu qiraat adalah sepuluh sebagai pelengkap bagi apa yang telah dinyatakan imam Asy-Syatibi dalam kitabnya “Hirzul Amani” sebagai qiraat tujuh.*
*Imam Al-Jazari juga telah mengarang karangan yang masih asing bagi ilmu Tajwid dalam kitabnya “At-Tamhid” dan puisi beliau yang lebih terkenal dengan nama “Matan Al-Jazariah”.*
Imam Al-Jazari telah mewariskan karangan-karangannya yang begitu banyak berserta bacaannya sekaligus, yang kemudian telah menjadi pedoman dan panduan bagi karangan-karangan ilmu tajwid dan qiraat serta bacaan al-Quran hingga saat ini....
Ada lagi matn Tuhfatul Athfal karya dari seorang ulama yg bernama Sulaiman Al Jamzuri
Dan masih banyak lagi kitab2 ilmu tajwid yg di karang oleh para ulama...
Subscribe to:
Comments (Atom)