Monday, April 4, 2016

Keteladanan dan keistiqomahan sang Ibu

Kisah ttg cinta yg sangat menyentuh

Really inspiring story...💕

MENCINTAI KARENA ALLAH


Seusai sholat subuh aku dikejutkan oleh Bunda
“ Ari, Nenek kamu masuk rumah sakit. Bunda harus datang melihatnya.“

Kulihat wajah bunda nampak sedih.

Tentu aku harus mendampingi bunda karena tempat tinggal nenek tidak di Jakarta tapi Sumatera.

Sementara aku hampir tidak mungkin meninggalkan kesibukanku di Jakata, Apalagi mitra bisnisku dari luar negeri sedang ada di jakarta untuk menjajaki kerjasama pembelian produksi pabrikku.

Kulihat Bunda sedang sibuk mengemas pakaiannya di kamar.

“ Bunda, apa engga bisa berangkatnya lusa aja”
kataku dengan lembut.

“ Bunda engga mau ganggu kamu, bunda bisa pergi sendiri kok,  Antar saja Bunda ke Bandara ya “
kata bunda sambil memasukan pakaiannya kedalam koper,

“Baru minggu lalu bunda ke Dokter dan sekarang masih harus istirahat.“
Kataku dengan tetap lembut sambil memegang tas kopernya untuk mencoba menahannya pergi. “ Lusa aja, ya. Aku temanin. “

“ Tidak ! “
Mata Bunda melotot. Kalau sudah begini aku hanya bisa menghela nafas panjang,
Sepeti biasanya aku harus mengalah untuk mengikuti kata Bunda. Istriku juga punya sifat sama denganku untuk mengikuti kehendak bunda.“

"Baiklah, Kita pergi sama sama." Seperti biasanya pula Bunda tersenyum cerah , dia memelukku.

Didalam pesawat aku menuju kota kelahiran ayahku.,

lamunanku terbang kemasa kanak kanaku. Dalam usia 5 tahun , aku sudah yatim. Karena ayah meninggal akibat sakit..

Menurut cerita Bunda , ketika Ayah meninggal status ayah masih mahasiswa di Yogya. Bunda bukanlah dari keluarga kaya.
Bunda juga seorang Yatim, Beda dengan Ayah yang terlahir dari keluarga Pajabat tinggi di sumatera.

Sehingga walau Ayah berstatus mahasiswa namun kiriman uang dari orang tuanya masih cukup untuk menanggung hidupnya berkeluarga.

Ayah sengaja merahasiakan perkawinan itu kepada keluarga besarnya. Namun dua tahun setelah ayah meninggal , bunda datang kekeluarga ayah sambil membawaku.
Aku masih ingat ketika itu usiaku 7 tahun.

Aku tidak begitu ingat percis bagaimana suasana ketika bunda memperkenalkan dirinya sebagai menantu dan aku sebagai cucu kepada kakek dan nenekku.

Yang aku tahu setiap tahun bunda selalu membawaku kerumah Kakek dan nenek.

Setiap tahun , setiap lebaran, bunda mengajaku pergi kerumah kakek dan nenek. Dengan berlelah lelah naik bus melewati pulau jawa dan sumatera untuk sampai.

Tak pernah aku antusias datang ke rumah kekek dan nenek. Sebagai anak kecil aku tahu bahwa kakek nenek tidak pernah hangat dengan kehadiranku dan Bunda.

Beda sekali dengan perlakuannya dengan saudara sepupuku yang lain, seperti Adi, Rini, Bobi, Anto, Dedi. Setiap lebaran, kulihat para sepupuku datang dari jakarta, Bandung , Surabaya dengan pakaian bagus.

Beda sekali denganku. Bila semua istri om sibuk berdandan dikamar atau bermalasan di taman belakang rumah kakek yang luas itu, Bunda malah sibuk didapur memasak , seperti pembantu.

Ayahku adalah anak tertua diantara empat bersaudara. Semua saudara ayah laki laki. Tidak ada perempuan.

Istri om semua memang cantik cantik. Menurut yang kutahu dari Nenek, yang selalu diulang ulang dihadapan bunda, bahwa semua istri om dari kalangan keluarga terhormat. Seakan merendahkan keberadaan Bunda. Tapi kulihat bunda tak pernah tersinggung.

Selama membesarkan ku, bunda tak pernah mendapat bantuan satu senpun dari keluarga ayah. Juga bunda tidak pernah memohon bantuan dari mereka.

Bunda bekerja keras diperusahaan Swasta sebagai tenaga administrasi. Bundapun tak pernah terpikir untuk menikah kembali. Ketika aku sudah remaja, aku sudah bisa beralasan bila bunda mengajakku lebaran di rumah Kakek.

“Aku males kerumah kakek dan nenek. Mereka engga sayang sama ku. Kenapa kita harus kerumah mereka? . “

Demikian alasanku. Tapi bunda dengan segala sifatnya yang keras memaksaku untuk ikut. Akupun tak berdaya.

Ketika aku tamat SMU, aku tidak kuliah. Aku memilih bekerja di bengkel.

“Saya tak ada uang untuk mengirim Ari ke universtas, Yah. “Demikian kata ibu kepada kekek ketika menanyakan mengapa aku tidak kuliah.

Kakek dan nenek nampak tersenyum sinis ketika mengetahui keadaanku.

Tahun tahun berikutnya ketika lebaran. Kakek dengan kebanggaannya bercerita tetang sepupuku yang berangkat keluar negeri untuk kuliah. Ada juga yang masuk perguruan tinggi swasta bergengsi di Jakarta. Aku maklum karena om ku semua mempunyai posisi sebagai pejabat, dan ada juga yang jadi pengusaha.

Aku dan bunda hanya diam mendengar cerita itu. Tapi, tak pernah mengurangi niat bunda untuk datang kerumah kakek dan nenek.
Dan aku semakin bosan dengan sikap keluarga ayahku.

Yang pasti Biiznillah, izin Allah ditambah kerja kerasku, aku bisa menanggung bunda dan bunda tak perlu lagi berkerja keras.

Berjalannya waktu, yang tadinya aku sebagai pekerja bengkel, akupun sudah bisa mandiri dengan membuka usaha bengkel sendiri.

Lambat laun , aku mendapat mitra untuk membuat komponen bodi kendaraan sebagai pemasok pabrikan otomotif. Usaha ini kegeluti dengan kerja keras siang malam dan akhirnya berkembang. Ini semua tidak bisa dilepaskan peran Bunda yang tak henti mendoakanku.

Akupun dapat hidup mapan. Namun, kewajiban setiap lebaran datang berkunjung kerumah kakek nenek tetap saja dilakukan oleh bunda dan aku harus ikut.

Tapi belakangan keluarga yang berkumpul dirumah kakek dan nenek tidak lagi utuh. Yang lain hanya menelphone mengucapkan selamat lebaran kepada kakek dan nenek. Sepupukupun tak semua datang. Mereka bersikap sama dengan orang tuanya, mengucapkan selamat lebaran via SMS atau telp. Tapi kakek dan nenek tetap bangga dengan mereka.

Aku tak pernah cerita tentang keadaanku karena kakek dan nenek tak pernah bertanya tentangku. Walaupun mereka tahu aku dan bunda tidak lagi datang dengan bus tapi menggunakan pesawat terbang.

Tak terasa roda pesawat sudah menyentuh landasan. Kulihat bunda tersentak dari tidur lelapnya. Dia melirik kearahku dan entah kenapa dia menciumku keningku.” Ada apa bunda ?“ tanyaku dengan tesenyum

“ Bunda ingat akan ayahmu. “ Bunda nampak berlinang air mata. Aku hanya diam “ Ayahmu pria yang sangat baik. Sangat baik. Dia pria yang sholeh. Ayahmu berencana bila dia selesai kuliah dan dapat pekerjaan maka dia akan membawa bunda dan kamu ke keluarga besarnya.

Bunda tahu kok, Ayahmu dalam posisi lemah ketika melamar Bunda. Disamping itu dia sadar karena pilihannya kepada bunda membuat dia berbeda dengan ayahnya.

Ayahmu mencintai bunda karna dia lebih mencintai Allah dari apapun.” Sambung Bunda.

“ Maksud bunda apa ?

“ Ayahmu memilih bunda karena agama. Dia tidak melihat bunda karena kecantikan, karena keturunan orang kaya, karena apa apa. Dihadapan ayahmu , bunda adalah muslimah yang baik , yang miskin. Dan itu pasti akan ditentang habis oleh keluarganya.”

Air mata bunda berlinang dan akhirnya airmata itu jatuh membasahi pipinya. “

“ Kamu adalah putra ayahmu. Anak yang berbakti, soleh dan pekerja keras. Benarlah kalau niat baik karena Allah maka yang akan datang juga kebaikan. “

Aku terdiam. Ada yang mengganjal dalam pikiranku. Ini momen yang tepat untuk bertanya

“ Kenapa bunda selalu menaruh hormat kepada kakek dan nenek.
Padahal mereka tidak peduli dengan kita. “

Bunda menatapku dengan tersenyum

“Ketika ayahmu pulang ke Sumatera dalam keadaan sakit, dia berpesan kepada bunda , bila dia meninggal agar bunda menjalin silahturahmi dengan keluarganya dan mendidik mu untuk dekat kepada kedua orang tuanya.”

Bunda terdiam sebentar sambil mengusap airmatanya. “ kamu tahu, Setelah ayahmu meninggal, butuh dua tahun bunda untuk mengambil keputusan untuk bertemu dengan kakek dan nenekmu.

Walau karena itu tidak ada rasa hormat kepada bunda , dan bunda juga menyaksikan betapa kamu tidak diperlakukan sama seperti cucu yang lain, tapi bunda ingat kata kata ayahmu
 “cintailah sesuatu karena karena Allah. Tak penting rasa hormat dan imbalan dari manusia,
Ya kan, anakku.”

“ Ya , bunda. “ Terlontar begitu saja dari mulutku.

Entah kenapa kedatangan ku bersama bunda kali ini disambut dengan air mata berlinang oleh kakek.

Dia peluk aku ketika sampai di kamar nenek dirawat.
Yang datang menjenguk hanya aku dan ibu. Sementara om dan sepupuku tidak ada yang datang. Kulihat nenek dalam keadaan tertidur.

Dari kakek kutahu bahwa nenek terkena stroke tapi keadaanya cepat tertolong. Mungkin setelah itu nenek akan lumpuh. Kakek mengajaku keluar dari ruangan. Kami bicara ditaman Rumah sakit.

“ Dua tahun lalu Om mu yang pejabat di Jakarta, terkena kasus korupsi. Dia dalam pemeriksaan oleh aparat yang berwajib.

Sebelumnya om mu yang di surabaya perusahaannya disita oleh bank karena bankrut.

Om kamu yang di Bandung bercerai dengan istrinya karena soal perselingkuhan dan akhirnya terkena PHK sebagai PNS.

Semua anak anak mereka tumbuh menjadi anak yang liar. Kuliah tidak selesai, dan terjebak dalam pergaulan bebas.

“Aku terkejut, Karena baru kali ini aku tahu. Mungkin karena hubunganku dengan keluarga ayahku tidak begitu dekat maka tak banyak kutahu soal mereka.

“ Kakek tahu bahwa nenekmu punya penyakit darah tinggi dan jantung.

Makanya kakek berusaha menyimpan rapat rahasia tentang Om kamu yang tersangkut kasus karupsi.

Tapi kemarin , ada yang memberi tahu bahwa om kamu sudah di vonis penjara enam tahun atas tindakan korupsinya. Seketika itupula nenekmu jatuh pingsan...”

Aku hanya diam untuk menjadi pendengar yang baik.

“ Ari, kami tahu bahwa selama ini perlakuan kami kepada kamu dan ibu mu kurang baik.

Bahkan kami biarkan ibu mu menderita membesarkan kamu, membesarkan anak dari putra sulung kami, cucu kami..

Kami menyesal karena sikap kami selama ini. Belakangan ini , nenekmu selalu menyebut nama kamu...setiap dia menyebut namamu , seketika itu juga dia menangis.

Kini dimasa tua kami, kami resah karena tak tahu siapa yang akan mengurus kami.

Nenekmu mungkin setelah ini akan lumpuh. Kakek sudah uzur dan lemah...”

Ku genggam tangan kakek.

“ Aku yang akan merawat kakek dan nenek. Izinkan aku untuk membawa kakek dan nenek ke jakarta , tinggal bersamaku. Beri kesempatanku untuk berbakti kepada kakek dan nenek, ya kek. “

Seketika itu juga kakek memeluku erat.

Terasa pundakku dingin., Aku tahu kakek menangis. " Harta yang ada juallah kek. Untuk bantu om dan adik adikku.

Dalam situasi ini tentu mereka sangat membutuhkannya. Dan sisanya kakek sedekahkan untuk panti asuhan agar kakek punya bekal akhirat, ya kan kek." kataku.

Kakek semakin erat pelukannya. " Maha suci Allah, sifatmu tak jauh beda dengan Ayahmu, yang begitu bijak menyikapi kami .."

Bertahun tahun aku didiik oleh bunda untuk memahami makna cinta.

Bahwa cinta adalah tindakan memberi karena Allah, bukan mengharap balasan dr manusia.

Akupun harus memahami hakikat cinta dalam kehidupan ini, termasuk menggantikan posisi ayahku untuk berbakti kepada kakek dan nenek, orangtua ayahku.

Bunda nampak bahagia sekali ketika melihatku mendorong korsi roda nenek menuju tangga pesawat dengan disamping kakek yang berjalan sambil memegang lenganku. Kami semua ke Jakarta.

Ya Allah, semoga kami meninggal dalam keadaan beriman, sebagai insan yang Engkau cintai.

Aamiin

〰〰〰
Ternyata keteladanan orang tua punya peran yg sangat besar dlm membentuk karakter anak.  Allah memudahkan kita mendidik anak2  menjadi anak2 yg sholeh dan sholehah, yg berbhakti.
RINGKASAN TABLIGH AKBAR "MENCINTAI WALI-WALI ALLAH 'AZZA WA JALLA"

[Asy-Syaikh Prof. DR. Abdur Rozzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizhahumallah]

 Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Assalaamu'alaykum warohmatullaahi wabarokaatuh,

إنَّ الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ، ونعوذُ به مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ، فَلا هَادِي لَهُ.

وأَشْهَدُ أنْ لَا إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.

➡ Sungguh ini adalah saat-saat yang sangat indah, perjumpaan di rumah Allah, tempat yang paling dicintai Allah dalam rangka melakukan ibadah yang sangat agung yaitu menuntut ilmu agama. Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَه

"Dan tidaklah ada satu kaum yang berkumpul di rumah Allah; membaca kitab Allah dan saling mengajarkannya di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, dicurahkan kepada mereka rahmat, malaikat meliputi mereka dan Allah menyebut mereka di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya." [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu]

Ucapan terima kasih kepada para tokoh yang membantu kegiatan ini; Bpk. Patrialis Akbar dan Bpk. Muzammil Basyuni, serta Radio Rodja sebagai panitia, dan pujian untuk masyarakat Indonesia yang pada umumnya berakhlak mulia.

Kita masuk dalam pembahasan “Mencintai wali-wali Allah”, dan kita awali dengan berdoa kepada Allah agar dihilangkan dari hati kita kebencian terhadap wali-wali Allah dan kita bermohon agar dikaruniakan cinta kepada Allah dan cinta terhadap orang-orang yang mencintai-Nya.

Cinta kepada wali-wali Allah adalah ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, yang merupakan ikatan terkuat dan akan menyempurnakan iman kita. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

أَوْثَقُ عُرَى الْإِيمَانِ الْمُوَالَاةُ فِي اللهِ، وَالْمُعَادَاةُ فِي اللهِ، وَالْحُبُّ فِي اللهِ، وَالْبُغْضُ فِي اللهِ

“Ikatan iman yang paling kuat adalah bersikap loyal karena Allah dan memusuhi karena Allah, cinta karena Allah dan benci karena Allah.” [HR. Ath-Thabrani dari Ibnu Abbas radhiyllahu’anhuma, Ash-Shahihah: 998]

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ، وَأَبْغَضَ لِلَّهِ، وَأَعْطَى لِلَّهِ، وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الْإِيمَانَ

“Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan menahan karena Allah, maka dia telah menyempurnakan keimanan.” [HR. Abu Daud dari Abu Umamah radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 380]

Diantara doa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,

أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ

“Ya Allah aku memohon anugerah kecintaan kepada-Mu, dan kecintaan terhadap orang yang mencintai-Mu, serta kecintaan terhadap amalan yang mendekatkan kepada cinta-Mu.” [HR. At-Tirmidzi dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, Takhrijul Misykah: 60]

Termasuk kecintaan terhadap orang yang mencintai Allah dalam hadits ini adalah mencintai wali-wali Allah.

Dan apabila cinta kepada wali-wali Allah adalah ibadah maka sebaliknya, membenci wali-wali Allah adalah dosa yang sangat besar, dan menunjukkan bahwa orang yang melakukannya memiliki penyakit hati dan adanya masalah dalam keimanannya, dan dia terancam peperangan dari Allah sebagaimana dalam hadits qudsi, Allah ta’ala berfirman,

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ

“Barangsiapa memusuhi wali-Ku maka aku umumkan perang terhadapnya.” [HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

Firman Allah “Aku umumkan perang terhadapnya” menunjukkan bahwa memusuhi wali Allah adalah dosa yang sangat besar.

KEWAJIBAN TERHADAP WALI ALLAH TA'ALA

Kewajiban seorang muslim terhadap para wali Allah terdapat dalam ayat,

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: Wahai Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." [Al-Hasyr: 10]

Dalam ayat yang mulia ini terdapat keterangan dua perkara penting yang harus kita miliki terhadap wali-wali Allah;

Pertama: Selamatnya lisan, tidak mencela wali-wali Allah, tetapi hendaklah mendoakan mereka.

Kedua: Selamatnya hati, tidak membenci dan tidak pula dengki terhadap wali-wali Allah.

Sebagaimana dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu’anhuma,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ، صَدُوقِ اللِّسَانِ» ، قَالُوا: صَدُوقُ اللِّسَانِ، نَعْرِفُهُ، فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ؟ قَالَ: «هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ، لَا إِثْمَ فِيهِ، وَلَا بَغْيَ، وَلَا غِلَّ، وَلَا حَسَدَ»

“Dikatakan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam: Siapakah manusia yang paling mulia? Beliau bersabda: Setiap orang yang murni hatinya dan jujur lisannya. Para sahabat berkata: Wahai Rasulullah, orang yang jujur lisannya telah kami ketahui, namun siapakah orang yang murni hatinya? Beliau bersabda: Orang yang hatinya bertakwa, bersih, tidak melakukan dosa, tidak zalim, tidak membenci dan dan tidak dengki.” [HR. Ibnu Majah, Ash-Shahihah: 948]

MENGENAL WALI-WALI ALLAH TA’ALA

Sangat penting mengenal wali-wali Allah agar tidak tertipu dengan orang-orang yang mengaku-ngaku wali, dan ini termasuk perkara penting dalam aqidah;

1. Wali yang paling utama adalah para nabi dan rasul ‘alaihimussalaam.

2. Para pengikut mereka dengan baik, terutama para sahabat nabi shallallahu’alaihi wa sallam, sebagaimana firman Allah ta’ala,

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ

“Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia.” [Ali Imron: 110]

Oleh karena itu wali yang paling mulia adalah Abu Bakr, kemudian Umar bin Khattab dan seluruh sahabat radhiyallahu’anhum ajma’in.

3. Para pengikut mereka dengan baik dari generasi setelah mereka (sampai hari kiamat).

MAKNA WALI

Wali dari kata ‘walayah’ yang bermakna ‘qurb’ dekat, sedangkan aduw (musuh) dari kata ‘adaawah’ yang bermakna ‘bu’dun’ jauh, maka para wali senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, sehingga para wali bertingkat-tingkat derajatnya sesuai kedekatan mereka kepada Allah, sebagaimana firman Allah,

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” [Al-Isra’: 57]

SIFAT-SIFAT WALI ALLAH

Allah ta’ala telah mengabarkan sifat-sifat wali Allah dalam firman-Nya,

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu (menjelang wafat) tidak ada kekhawatiran mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang beriman dan selalu bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” [Yunus: 62-64]

Dua Sifat Wali Allah dalam Ayat yang Mulia Ini:

Pertama: Beriman, yaitu mengimani uluhiyah, rububiyyah dan asma’ was shifaat Allah ‘azza wa jalla, dan mengimani semua yang Allah wajibkan untuk diimani, terutama rukun iman (lihat surat Al-Baqoroh: 177, 285).

Kedua: Bertakwa, yaitu shalih hati seorang wali dengan aqidah yang benar dan lurus anggota tubuhnya dengan melakukan amal-amal shalih dan menjauhi yang haram. Oleh karena itu salah seorang ulama (Thalq bin Habib rahimahullah) menafsirkan makna takwa,

أن تعمل بطاعة الله على نور من الله ترجو رحمة الله وأن تترك معصية الله على نور من الله تخاف عذاب الله رواه أحمد وابن أبي الدنيا

“Takwa adalah engkau mengamalkan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya (ilmu) dari Allah dalam keadaan engkau mengharap rahmat Allah, dan engkau tinggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan cahaya (ilmu) dari Allah dalam keadaan engkau takut azab Allah.” (Diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Abid Dunya).” [Lihat Minhaajus Sunnah, 4/315]

Sehingga para ulama berkata,

من كان مؤمنا تقيا كان لله وليا

“Barangsiapa yang beriman serta bertakwa maka dialah wali Allah.”

Pahamilah ayat ini (Yunus: 62-64) agar engkau tahu siapa wali Allah. Maka wali Allah bukan gelar yang boleh kita berikan kepada siapa saja, bukan pula pakaian yang dapat dikenakan oleh siapa pun, melainkan iman dan takwa kepada Allah ‘azza wa jalla.

Tidak ada seragam khusus bagi wali, karena wali yang paling tinggi, yaitu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengenakan pakaian sebagaimana umumnya para sahabat yang lain.

HADITS TENTANG WALI

Hadits yang paling shahih dan paling mulia tentang wali sehingga dinamakan "Hadits Wali" adalah sabda Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam,

إِنَّ اللَّهَ قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ

“Sesungguhnya Allah berfirman: Barangsiapa memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang terhadapnya, dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan satu amalan yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan atasnya, dan tidak henti-hentinya hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sampai Aku pun mencintainya. Dan apabila Aku telah mencintainya, maka Aku pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Aku pengihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Aku tangannya yang dia gunakan untuk memegang dan Aku kakinya yang dia gunakan untuk melangkah, dan apabila dia meminta kepada-Ku maka sungguh akan Aku kabulkan, dan apabila dia memohon perlindungan kepada-Ku maka sungguh akan Aku lindungi.” [HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

Derajat Wali Dalam Hadits yang Mulia Ini Dua Tingkatan:

1. Al-Muqtashidhin, orang-orang yang pertengahan, yaitu yang mengerjakan yang wajib dan meninggalkan yang haram. Sahabat yang Mulia Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma berkata,

أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النُّعْمَانُ بْنُ قَوْقَلٍ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ الْمَكْتُوبَةَ، وَحَرَّمْتُ الْحَرَامَ، وَأَحْلَلْتُ الْحَلَالَ، أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَعَمْ

“An-Nu’man bin Fauqal radhiyallahu’anhu pernah datang kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam seraya berkata: Wahai Rasulullah, apabila aku melakukan sholat wajib, mengharamkan yang haram dan menghalalkan yang halal, apakah aku akan masuk surga? Maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: Iya.” [HR. Muslim]

2. Al-Muqorrobin; As-Saabiqiina bil Khairoot, orang-orang yang didekatkan kepada Allah; yang bersegera melakukan kebaikan-kebaikan, yaitu yang memperbanyak amalan-amalan sunnah setelah menjaga amalan-amalan wajib, sebagaimana terdapat dalam surat Al-Insan, Al-Waqi’ah, Al-Muthafifin dan Fathir, diantaranya firman Allah ta’ala,

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu bersegera berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” [Fathir: 32]

Jadi, para wali adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa, sehingga para wali bisa saja seorang petani, karyawan pabrik, pedagang, ahli ibadah di masjid, da’i, ulama, dan ulama tingkatan wali yang paling tinggi. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ، كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ، وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا، وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

"Sungguh keutamaan orang yang berilmu di atas ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan di malam purnama di atas seluruh bintang-bintang, dan sungguh para ulama adalah pewaris para nabi, dan sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka siapa yang mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang melimpah.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu’anhu, Shahihul Jaami’: 6297]

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

إِنْ لَمْ يَكُنِ الْفُقَهَاءُ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ فِي الْآخِرَةِ فَمَا لِلَّهِ وَلِيُّ

“Apabila para ulama ahli fiqh bukan para wali Allah di akhirat, maka Allah tidak memiliki wali kalau begitu.” [Al-Faqih wal Mutafaqqih lil Khathib Al-Baghdadi, 1/36]

BAROMETER HARIAN SEORANG WALI

Barometer harian seorang wali adalah menjaga sholat lima waktu di masjid bagi laki-laki, serta senantiasa menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi hal-hal yang haram.

Siapa yang mengatakan wali adalah mereka yang telah sampai pada derajat tidak lagi wajib mengamalkan agama maka mereka itu adalah orang-orang yang sesat, karena Allah berfirman,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kepadamu keyakinan (kematian).” [Al-Hijr: 99]

BANTAHAN TERHADAP SYUBHAT

Mereka malah mengira maksud keyakinan dalam ayat ini adalah derajat tertentu yang dapat mereka capai, setelah itu mereka tidak wajib lagi beribadah, padahal yang dimaksud adalah kematian, selaras dengan firman Allah pada ayat yang lain,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan janganlah kamu mati kecuai dalam keadaan sebagai orang-orang Islam (yang berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya).” [Ali Imron: 102]

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah tersenyum menyaksikan para sahabat yang rajin sholat di masjid, inilah gambaran para wali Allah ‘azza wa jalla, senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Adapun anggapan bahwa para wali tidak wajib lagi beribadah maka termasuk kesesatan dan khurafat, bahkan sebagian mereka mengatakan bahwa wali tidak perlu berhaji ke kakbah, melainkan kakbah yang akan mendatanginya. Sampai-sampai mereka membahas apabila kakbah pergi mendatangi para wali maka ke arah mana manusia akan sholat?

Kata mereka ada dua pendapat:

1. Tetap sholat menghadap tempat aslinya kakbah.

2. Mencari kakbah ke mana perginya.

Lihatlah khurafat dan kesesatan ini. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ

“Hanyalah yang aku khawatirkan atas umatku, adanya para tokoh yang menyesatkan.” [HR. Abu Daud dari Tsauban radhiyallahu’anhu, lihat Ash-Shahihah: 1582]

TANDA SEORANG WALI

Tanda para wali adalah tidak suka mensucikan dan membanggakan diri. Allah ta’ala berfirman,

فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“Maka janganlah kamu mensucikan diri-dirimu sendiri, Allah yang lebih tahu siapa yang bertakwa.” [An-Najm: 32]

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu'anha berkata,

يا رسول الله، { وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ } ، هو الذي يسرق ويزني ويشرب الخمر، وهو يخاف الله عز وجل؟ قال: "لا يا بنت أبي بكر، يا بنت الصديق، ولكنه الذي يصلي ويصوم ويتصدق، وهو يخاف الله عز وجل

"Wahai Rasulullah, (tentang firman Allah ta'ala) "Dan orang-orang yang telah memberikan apa yang telah mereka beri, dan hati-hati mereka dalam keadaan takut" apakah yang dimaksud adalah orang yang mencuri, berzina dan minum khamar, sehingga ia takut kepada Allah 'azza wa jalla? Beliau bersabda: Tidak wahai anaknya Abu Bakr, wahai anaknya Ash-Shiddiq, akan tetapi ia adalah orang yang sholat, berpuasa dan bersedekah, maka ia takut kepada Allah 'azza wa jalla (akan tidak diterimanya ibadah yang ia kerjakan)." [HR. Ahmad]

Demikianlah para wali Allah adalah orang-orang yang melakukan amalan yang terbaik dan mereka khawatir amalannya tersebut tidak akan diterima. Lihatlah kekasih Allah; Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an,

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): Wahai Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." [Al-Baqoroh: 127]

Perhatikanlah ayat yang mulia ini, Nabi Ibrahim kekasih Allah yang Maha Penyayang, melakukan amalan yang diperintahkan dan dicintai Allah, tapi beliau masih khawatir amalannya tidak diterima sehingga beliau berdoa kepada Allah agar diterima. Maka bagaimana dengan kita?!

MEMILIKI KEMAMPUAN LUAR BIASA BUKAN SYARAT WALI

Sesuatu yang luar biasa bukanlah syarat wali, karena setan pun bisa melakukannya (seperti tenaga dalam dan ilmu kebal adalah termasuk permainan setan, pen).

Karomah para wali memang ada, tetapi karomah itu bisa jadi untuk hujjah dan bisa jadi pula karena adanya haajah (kebutuhan). Hujjah artinya untuk menunjukkan kebenaran para wali, sedangkan haajah artinya karena para wali tersebut membutuhkannya maka Allah menolong mereka. Dan ketahuilah,

أعظم الكرامة لزوم الاستقامة

"Sebesar-besarnya karomah para wali adalah senantiasa istiqomah (teguh dalam kebenaran)."

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,

فَإِن اشْتبهَ عَلَيْك فاكشفه فِي ثَلَاثَة مَوَاطِن فِي صلَاته ومحبته للسّنة وَأَهْلهَا ونفرته عَنْهُم ودعوته إِلَى الله وَرُسُله وَتَجْرِيد التَّوْحِيد والمتابعة وتحكيم السّنة فزنه بذلك لَا تزنه يُحَال وَلَا كشف وَلَا خارق وَلَو مَشى على المَاء وطار فِي الْهَوَاء

“Apabila tersamar atasmu tentang seseorang maka singkaplah dia dalam tiga keadaan:

(1) Sholatnya,

(2) Kecintaannya kepada Sunnah dan pengikutnya, dan (ataukah) kebenciannya kepada mereka,

(3) Dakwahnya kepada Allah dan Rasul-Nya serta pemurnian tauhid, ittiba’ (peneladanan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam) dan berhukumnya kepada Sunnah.

Ukurlah dengan tiga perkara ini, janganlah kamu ukur dengan keadaan yang lain, jangan pula dengan kasyaf (sok tahu perkara ghaib), dan jangan pula dengan kemampuan luar biasa, walau dia bisa berjalan di atas air atau terbang di udara.” [Ar-Ruh, hal. 265]

Maka wali adalah orang yang mengamalkan dua kalimat syahadat, yaitu syahadat laa ilaaha illallaah dengan mentauhidkan Allah dan syahadat Muhammad Rasulullah dengan meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.

BUKU-BUKU TERKAIT PEMBAHASAN WALI

1. Qothru Al-Wali fi Syarhi Haditsil Wali, karya Asy-Syaukani rahimahullah.

2. Syarah Al-‘Arba’in An-Nawawiyyah karya An-Nawawi rahimahullah dalam pembahasan hadits wali namun singkat.

3. Syarah Al-‘Arba’in An-Nawawiyyah karya Ibnu Rajab rahimahullah yang berjudul Jaami’ul Ulumi wal Hikam dalam pembahasan hadits wali secara lebih detail.

4. Al-Furqon bayna Auliyair Rohman wa Auliyaais Syaithon, karya Ibnu Taimiyah yang sangat bagus sekali dalam membahas perbedaan antara wali Allah dan wali setan.

NASIHAT PENUTUP

Pertama: Bersemangatlah dan berjuanglah untuk menjadi wali Allah ‘azza wa jalla.

Kedua: Perbanyaklah berdoa kepada Allah ta’ala, karena hidayah dan anugerah menjadi wali di tangan Allah ‘azza wa jalla.

Ketiga: Cintailah orang-orang shalih dan jangan membenci mereka.

Keempat: Hendaklah engkau menuntut ilmu syar’i, yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena dengan ilmu akan dapat dibedakan antara yang benar dan salah, maka luangkanlah waktumu setiap hari untuk menuntut ilmu syar’i.

Kelima: Bertemanlah dengan orang-orang shalih.

Keenam: Jauhi pintu-pintu kejelekan dan berhati-hatilah dari berbagai macam perangkap kesesatan, termasuk website-website internet dan channel-channel yang merusak.

Ketujuh: Hisablah dirimu sebelum Allah 'azza wa jalla menghisabmu.

الحمد لله رب العالمين

✍ [Tabligh Akbar "Mencintai Wali-wali Allah" di Masjid Istiqlal, Jakarta Indonesia, 25 Jumadal Akhirah 1437 / 3 April 2016]

✍ Peringkas: Sofyan Chalid bin Idham Ruray -ghafarallaahu lahu wa 'afaa 'anhu (semoga Allah mengampuni dan memaafkannya)-.