Sunday, September 1, 2019


Kajian parenting 


*Inginkah Anda Menjadi Orang yang Ikhlas?*

Seorang ulama yang bernama Sufyan Ats Tsauri pernah berkata, “Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah.” Niat yang baik atau keikhlasan merupakan sebuah perkara yang sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan sering berbolak-baliknya hati kita. Terkadang ia ikhlas, di lain waktu tidak. Padahal, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, ikhlas merupakan suatu hal yang harus ada dalam setiap amal kebaikan kita. Amal kebaikan yang tidak terdapat keikhlasan di dalamnya hanya akan menghasilkan kesia-siaan belaka. Bahkan bukan hanya itu, ingatkah kita akan sebuah hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa tiga orang yang akan masuk neraka terlebih dahulu adalah orang-orang yang beramal kebaikan namun bukan karena Allah?. Ya, sebuah amal yang tidak dilakukan ikhlas karena Allah bukan hanya tidak dibalas apa-apa, bahkan Allah akan mengazab orang tersebut, karena sesungguhnya amalan yang dilakukan bukan karena Allah termasuk perbuatan kesyirikan yang tak terampuni dosanya kecuali jika ia bertaubat darinya, Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa : 48)

Ibnu Rajab dalam kitabnya Jami’ul Ulum Wal Hikam menyatakan, “Amalan riya yang murni jarang timbul pada amal-amal wajib seorang mukmin seperti shalat dan puasa, namun terkadang riya muncul pada zakat, haji dan amal-amal lainnya yang tampak di mata manusia atau pada amalan yang memberikan manfaat bagi orang lain (semisal berdakwah, membantu orang lain dan lain sebagainya). Keikhlasan dalam amalan-amalan semacam ini sangatlah berat, amal yang tidak ikhlas akan sia-sia, dan pelakunya berhak untuk mendapatkan kemurkaan dan hukuman dari Allah.”

Bagaimana Agar Aku Ikhlas ?

Setan akan senantiasa menggoda dan merusak amal-amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba. Seorang hamba akan terus berusaha untuk melawan iblis dan bala tentaranya hingga ia bertemu dengan Tuhannya kelak dalam keadaan iman dan mengikhlaskan seluruh amal perbuatannya. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang dapat membantu kita agar dapat mengikhlaskan seluruh amal perbuatan kita kepada Allah semata, dan di antara hal-hal tersebut adalah

Banyak Berdoa

Di antara yang dapat menolong seorang hamba untuk ikhlas adalah dengan banyak berdoa kepada Allah. Lihatlah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah doa:

« اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ »

“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.” (Hadits Shahih riwayat Ahmad)

Nabi kita sering memanjatkan doa agar terhindar dari kesyirikan padahal beliau adalah orang yang paling jauh dari kesyirikan. Inilah dia, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat besar dan utama, sahabat terbaik setelah Abu Bakar, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah, “Ya Allah, jadikanlah seluruh amalanku amal yang saleh, jadikanlah seluruh amalanku hanya karena ikhlas mengharap wajahmu, dan jangan jadikan sedikitpun dari amalanku tersebut karena orang lain.”

Menyembunyikan Amal Kebaikan

Hal lain yang dapat mendorong seseorang agar lebih ikhlas adalah dengan menyembunyikan amal kebaikannya. Yakni dia menyembunyikan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dan lebih utama untuk disembunyikan (seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan lain-lain). Amal kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang lain lebih diharapkan amal tersebut ikhlas, karena tidak ada yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut kecuali hanya karena Allah semata. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits, “Tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki yang hatinya senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah air matanya.” (HR Bukhari Muslim).

Apabila kita perhatikan hadits tersebut, kita dapatkan bahwa di antara sifat orang-orang yang akan Allah naungi kelak di hari kiamat adalah orang-orang yang melakukan kebaikan tanpa diketahui oleh orang lain. Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda “Sesungguhnya sebaik-baik shalat yang dilakukan oleh seseorang adalah shalat yang dilakukan di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari Muslim)

Rasulullah menyatakan bahwa sebaik-baik shalat adalah shalat yang dilakukan di rumah kecuali shalat wajib, karena hal ini lebih melatih dan mendorong seseorang untuk ikhlas. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam Syarah Riyadush Sholihin menyatakan, “di antara sebabnya adalah karena shalat (sunnah) yang dilakukan di rumah lebih jauh dari riya, karena sesungguhnya seseorang yang shalat (sunnah) di mesjid dilihat oleh manusia, dan terkadang di hatinya pun timbul riya, sedangkan orang yang shalat (sunnah) di rumahnya maka hal ini lebih dekat dengan keikhlasan.” Basyr bin Al Harits berkata, “Janganlah engkau beramal agar engkau disebut-sebut, sembunyikanlah kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.”

Seseorang yang dia betul-betul jujur dalam keikhlasannya, ia mencintai untuk menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan kejelekannya. Maka dari itu wahai saudaraku, marilah kita berusaha untuk membiasakan diri menyembunyikan kebaikan-kebaikan kita, karena ketahuilah, hal tersebut lebih dekat dengan keikhlasan.

Memandang Rendah Amal Kebaikan

Memandang rendah amal kebaikan yang kita lakukan dapat mendorong kita agar amal perbuatan kita tersebut lebih ikhlas. Di antara bencana yang dialami seorang hamba adalah ketika ia merasa ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, di mana hal ini dapat menyeretnya ke dalam perbuatan ujub (berbangga diri) yang menyebabkan rusaknya keikhlasan. Semakin ujub seseorang terhadap amal kebaikan yang ia lakukan, maka akan semakin kecil dan rusak keikhlasan dari amal tersebut, bahkan pahala amal kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia. Sa’id bin Jubair berkata, “Ada orang yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang masuk neraka karena amal kebaikannya”. Ditanyakan kepadanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”. Beliau menjawab, “seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun senantiasa takut terhadap adzab Allah akibat perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun bertemu Allah dan Allah pun mengampuni dosanya karena rasa takutnya itu, sedangkan ada seseorang yang dia beramal kebaikan, ia pun senantiasa bangga terhadap amalnya tersebut, maka ia pun bertemu Allah dalam keadaan demikian, maka Allah pun memasukkannya ke dalam neraka.”

Takut Akan Tidak Diterimanya Amal

Allah berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.”(QS. Al Mu’minun: 60)

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa di antara sifat-sifat orang mukmin adalah mereka yang memberikan suatu pemberian, namun mereka takut akan tidak diterimanya amal perbuatan mereka tersebut ( Tafsir Ibnu Katsir ).

Hal semakna juga telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Aisyah ketika beliau bertanya kepada Rasulullah tentang makna ayat di atas. Ummul Mukminin Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah apakah yang dimaksud dengan ayat, “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka” adalah orang yang mencuri, berzina dan meminum khamr kemudian ia takut terhadap Allah?. Maka Rasulullah pun menjawab: Tidak wahai putri Abu Bakar Ash Shiddiq, yang dimaksud dengan ayat itu adalah mereka yang shalat, puasa, bersedekah namun mereka takut tidak diterima oleh Allah.” (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih )

Ya saudaraku, di antara hal yang dapat membantu kita untuk ikhlas adalah ketika kita takut akan tidak diterimanya amal kebaikan kita oleh Allah. Karena sesungguhnya keikhlasan itu tidak hanya ada ketika kita sedang mengerjakan amal kebaikan, namun keikhlasan harus ada baik sebelum maupun sesudah kita melakukan amal kebaikan. Apalah artinya apabila kita ikhlas ketika beramal, namun setelah itu kita merasa hebat dan bangga karena kita telah melakukan amal tersebut. Bukankah pahala dari amal kebaikan kita tersebut akan hilang dan sia-sia? Bukankah dengan demikian amal kebaikan kita malah tidak akan diterima oleh Allah? Tidakkah kita takut akan munculnya perasaan bangga setelah kita beramal sholeh yang menyebabkan tidak diterimanya amal kita tersebut? Dan pada kenyataannya hal ini sering terjadi dalam diri kita. Sungguh amat sangat merugikan hal yang demikian itu.

Tidak Terpengaruh Oleh Perkataan Manusia

Pujian dan perkataan orang lain terhadap seseorang merupakan suatu hal yang pada umumnya disenangi oleh manusia. Bahkan Rasulullah pernah menyatakan ketika ditanya tentang seseorang yang beramal kebaikan kemudian ia dipuji oleh manusia karenanya, beliau menjawab, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin.” (HR. Muslim)

Begitu pula sebaliknya, celaan dari orang lain merupakan suatu hal yang pada umumnya tidak disukai manusia. Namun saudaraku, janganlah engkau jadikan pujian atau celaan orang lain sebagai sebab engkau beramal saleh, karena hal tersebut bukanlah termasuk perbuatan ikhlas.

*Seorang mukmin yang ikhlas adalah seorang yang tidak terpengaruh oleh pujian maupun celaan manusia ketika ia beramal saleh.*

 Ketika ia mengetahui bahwa dirinya dipuji karena beramal sholeh, maka tidaklah pujian tersebut kecuali hanya akan membuat ia semakin tawadhu (rendah diri) kepada Allah. Ia pun menyadari bahwa pujian tersebut merupakan fitnah (ujian) baginya, sehingga ia pun berdoa kepada Allah untuk menyelamatkannya dari fitnah tersebut.

 Ketahuilah wahai saudaraku, tidak ada pujian yang dapat bermanfaat bagimu maupun celaan yang dapat membahayakanmu kecuali apabila kesemuanya itu berasal dari Allah.Manakah yang akan kita pilih wahai saudaraku, dipuji manusia namun Allah mencela kita ataukah dicela manusia namun Allah memuji kita ?

*Menyadari Bahwa Manusia Bukanlah Pemilik Surga dan Neraka*

Sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari bahwa orang-orang yang dia jadikan sebagai tujuan amalnya itu (baik karena ingin pujian maupun kedudukan yang tinggi di antara mereka), akan sama-sama dihisab oleh Allah, sama-sama akan berdiri di padang mahsyar dalam keadaan takut dan telanjang, sama-sama akan menunggu keputusan untuk dimasukkan ke dalam surga atau neraka, maka ia pasti tidak akan meniatkan amal perbuatan itu untuk mereka. Karena tidak satu pun dari mereka yang dapat menolong dia untuk masuk surga ataupun menyelamatkan dia dari neraka. Bahkan saudaraku, seandainya seluruh manusia mulai dari Nabi Adam sampai manusia terakhir berdiri di belakangmu, maka mereka tidak akan mampu untuk mendorongmu masuk ke dalam surga meskipun hanya satu langkah. Maka saudaraku, mengapa kita bersusah-payah dan bercapek-capek melakukan amalan hanya untuk mereka?

*Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum wal Hikam berkata: “Barang siapa yang berpuasa, shalat, berzikir kepada Allah, dan dia maksudkan dengan amalan-amalan tersebut untuk mendapatkan dunia, maka tidak ada kebaikan dalam amalan-amalan tersebut sama sekali, amalan-amalan tersebut tidak bermanfaat baginya, bahkan hanya akan menyebabkan ia berdosa”. Yaitu amalan-amalannya tersebut tidak bermanfaat baginya, lebih-lebih bagi orang lain.*

Ingin Dicintai, Namun Dibenci

Saudaraku, sesungguhnya seseorang yang melakukan amalan karena ingin dipuji oleh manusia tidak akan mendapatkan pujian tersebut dari mereka. Bahkan sebaliknya, manusia akan mencelanya, mereka akan membencinya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang memperlihat-lihatkan amalannya maka Allah akan menampakkan amalan-amalannya “ (HR. Muslim)

Akan tetapi, apabila seseorang melakukan amalan ikhlas karena Allah, maka Allah dan para makhluk-Nya akan mencintainya sebagaimana firman Allah ta’ala:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا

*“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (QS. Maryam: 96)*

*Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia akan menanamkan dalam hati-hati hamba-hamba-Nya yang saleh kecintaan terhadap orang-orang yang melakukan amal-amal saleh (yaitu amalan-amalan yang dilakukan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya ). (Tafsir Ibnu Katsir).*

Dalam sebuah hadits dinyatakan 

*“Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata: wahai Jibril, sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka penduduk langit pun mencintainya. Kemudian ditanamkanlah kecintaan padanya di bumi. Dan sesungguhnya apabila Allah membenci seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata : wahai Jibril, sesungguhnya Aku membenci fulan, maka bencilah ia. Maka Jibril pun membencinya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah membenci fulan, maka benciilah ia. Maka penduduk langit pun membencnya. Kemudian ditanamkanlah kebencian padanya di bumi.” (HR. Bukhari Muslim)*

Hasan Al Bashri berkata: “Ada seorang laki-laki yang berkata : ‘Demi Allah aku akan beribadah agar aku disebut-sebut karenanya’. Maka tidaklah ia dilihat kecuali ia sedang shalat, dia adalah orang yang paling pertama masuk mesjid dan yang paling terakhir keluar darinya. Ia pun melakukan hal tersebut sampai tujuh bulan lamanya. Namun, tidaklah ia melewati sekelompok orang kecuali mereka berkata: ‘lihatlah orang yang riya ini’. Dia pun menyadari hal ini dan berkata: tidaklah aku disebut-sebut kecuali hanya dengan kejelekan, *‘sungguh aku akan melakukan amalan hanya karena Allah’.* Dia pun tidak menambah amalan kecuali amalan yang dulu ia kerjakan. Setelah itu, apabila ia melewati sekelompok orang mereka berkata: ‘semoga Allah merahmatinya sekarang’. Kemudian Hasan al bashri pun membaca ayat:
* “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Tafsir Ibnu Katsir)*

*Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas.*

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

(Segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya sehingga sempurnalah segala amal kebaikan)

***

Disusun oleh: Abu ‘Uzair Boris Tanesia
Muroja’ah: Ustadz Ahmad Daniel Lc.
Artikel www.muslim.or.id


Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/267-inginkah-anda-menjadi-orang-yang-ikhlas.html

___________________________


🍃PENTINGNYA IKHLAS🍃
__________

عن الفضيل بن عياض رضي الله عنه قال :
ترك العمل لأجل الناس رياء ،والعمل لأجل الناس شرك ،والإخلاص أن يعافيك الله منهما

📚التبيان ٢٥

✉dari fudhail bin iyadh-semoga Allah meridhoinya- beliau berkata :
meninggalkan suatu amal sholeh karena manusia adalah riya' ,dan beramal sholeh karena manusia adalah kesyirikan ,adapun ikhlas adalah tatkala Allah menyelamatkanmu dari keduanya(riya' dan syirik)

📚at-tibyan hal 25

___________________________________

📍TAUHID DAN ISTIGHFAR📍
__________

قال شيخ الإسلام ابن تيمية
:
فإن الاستغفار والتوحيد بهما يكمل الدين ،
كما قال تعالى (فاعلم أنه لا إله إلا الله واستغفر لذنبك).

جامع الرسائل (٢٨٦/٢)

📋telah berkata syaikhul islam ibnu taimiyah :
maka sesungguhnya istighfar(memohon ampunan) dan tauhid,maka dengan keduanya agama senantiasa sempurna
seperti dalam firman Allah ta'ala :
(maka ketahuilah oleh kamu bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan beristighfarlah(memohon ampunlah) dari dosamu

📚jaami'ur rosaail 2/286

Kajian parenting

*Penyebab Tidak Berkahnya Ilmu*


*Apa Tujuan Menuntut Ilmu yang Sebenarnya?*

Perlu kita ingat kembali bahwa ilmu agama bukanlah tujuan paling utama dari belajar agama dan semata-mata hanya ilmu saja. *Akan tetapi tujuan kita belajar agama dan menuntut ilmu adalah agar bisa mengamalkan ilmu tersebut.*

 *Jika kita sudah berilmu akan tetapi kita tidak bisa mengamalkan ilmu tersebut, inilah yang disebut dengan “ilmu yang tidak berkah.”*
 📌 1. Tujuan utama ilmu tidak tercapai yaitu diamalkan.

📌 2. Ilmu tersebut bahkan sia-sia karena tidak bisa menjaga orang yang mengetahui ilmu tersebut.

*Contoh Ilmu yang Tidak Berkah*

❌❌ *Ilmu yang tidak berkah misalnya, :*
ada orang yang tahu banyak hadits dan ayat mengenai “sabar ketika mendapat musibah” bahkan ia hapal ayat dan hadits tersebut.
*Akan tetapi, ketika ia mendapat musibah, ia malah tidak sabar dan mencela takdir Allah. Semua ayat dan hadits yang ia hapal ia lupakan saat itu .*

*Contoh Ilmu yang Berkah*

✅ Ilmu yang berkah misalnya, :
ada orang yang mungkin tidak hapal hadits dan ayat tentang “sabar ketika dapat musibah.” Yang ia ingat hanya sepotong perkataan nasehat ustadz yaitu *“Orang sabar akan disayang dan dibantu Allah, jadi harus ridha dengan takdir Allah.”* Ketika dapat musibah, ia ingat perkataan ini dan iapun sabar serta tetap berbahagia dengan takdir Allah. *Ilmu yang sedikit itu berkah dan bisa menjaganya.*

*Penyebab Tidak Berkahnya Ilmu*

*1. Niat menuntut ilmu yang tidak ikhlas*

Menuntut ilmu harus ikhlas, bukan untuk sombong dan mendapatkan pujian manusia. *Seseorang akan mendapatkan ganjaran sesuai niatnya.*

 Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

إنما الأعمال بالنية و إنما لكل امرء ما نوى

*“Sesungguhnya amal itu sesuai dengan niatnya. Setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.“[1]*

Hendaknya kita perbaiki niatkan dan selalu intropeksi diri baik di awal maupun di tengah-tengah amal kita karena hati dan *niat manusia bisa dengan mudah berbolak-balik.*

Sufyan Ats-Tsauri berkata,

ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي ؛ لأنها تتقلب علي

*“Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat yaitu meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak-balik.” [2]*

*2. Menuntut ilmu hanya sebagai wawasan*

Artinya kita tidak pernah berniat menuntut ilmu untuk kita amalkan. *Segera kita perbaiki niat kita agar menuntut ilmu untuk mengamalkannya.*

Abu Qilabah berkata kepada Ayyub As Sakhtiyani,

إذَا حَدَثَ لَك عِلْمٌ فَأَحْدِثْ فِيهِ عِبَادَةً وَلَا يَكُنْ هَمُّكَ أَنْ تُحَدِّثَ بِهِ النَّاسَ

*“Apabila kamu mendapat ilmu, maka munculkanlah keinginan ibadah padanya. Jangan sampai keinginanmu hanya untuk menyampaikan kepada manusia.”[3]*

*3. Kurang adab dalam menuntut ilmu*

Jika cara meminta dan menuntut ilmu saja sudah salah cara dan adabnya, bagaimana bisa kita dapatkan keberkahan ilmu tersebut?

*Ibarat seseorang akan minta uang atau pinjam sesuatu pada orang lain, akan tetapi dengan cara yang kasar dan membentak serta adab yang jelek, apakah akan diberi?*

⚡ *Maaf, berikut contoh praktik menuntut ilmu dengan adab yang kurang baik:*

1⃣ -Terlambat datang dan tidak minta izin dahulu, tetapi kalau gurunya terlambat langsung ditelpon atau SMS: “ustadz kajiannya jadi tidak?”

2⃣ -Kalau tidak datang, tidak izin dahulu (untuk kajian yang khusus) dan kajian datang semaunya

3⃣ -Duduk selalu paling belakang dan sambil menyandar (tanpa udzur)

4⃣ -ketika kajian terlalu banyak memainkan HP dan gadget tanpa ada keperluan

5⃣ -Terlalu banyak bercanda atau ribut dalam majelis Ilmu

6⃣ -Terlalu Fokus ke Ilmu saja tanpa memperhatikan adab, niatnya hanya ingin memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat *serta lupa memperhatikan dan mencontoh adab dan akhlak gurunya.*

🔍 *Contoh adab dalam menuntut ilmu adalah tenang  dan fokus ketika di majelis ilmu.* Ahmad bin Sinan menjelaskan mengenai majelis Abdurrahman bin Mahdi, guru Imam Ahmad, beliau berkata,

ﻛﺎﻥ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﻣﻬﺪﻱ ﻻ يتحدث في ﻣﺠﻠﺴﻪ، ﻭﻻ ﻳﻘﻮﻡ ﺃﺣﺪ ﻭﻻ ﻳﺒﺮﻯ ﻓﻴﻪ ﻗﻠﻢ، ﻭﻻ ﻳﺘﺒﺴﻢ ﺃﺣﺪ

*“Tidak ada seorangpun berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada seorangpun yang berdiri, tidak ada seorangpun yang mengasah/meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum.”[4]*

*4. Sangat jarang atau tidak pernah menghadiri majelis ilmu*

Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi kita. Tidak bijak jika secara total kita hanya mengandalkan belajar lewat sosial media yang ilmu tersebut datang kepada kita dengan sendirinya. Ulama dahulu menjelaskan,

ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻳﺆﺗﻰ ﻭ ﻻ ﻳﺄﺗﻲ

*“Ilmu (agama) itu didatangi bukan ilmu yang mendatangi”*

*5. Tidak menuntut ilmu secara bertahap dan tidak istiqamah*

Yaitu menuntut ilmu agama tidak teratur dan tidak berurutan sesuai arahan guru.

Perhatikan nasihat Syaikh Muhammad Shalih bin Al-‘Utsaimin rahimahullahu berikut:

ﺃﻻ ﻳﺄﺧﺬ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻛﺘﺎﺏ ﻧﺘﻔﺔ، ﺃﻭ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻓﻦ ﻗﻄﻌﺔ ﺛﻢ ﻳﺘﺮﻙ؛ ﻷﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻀﺮ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ، ﻭﻳﻘﻄﻊ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻷﻳﺎﻡ ﺑﻼ ﻓﺎﺋﺪﺓ، ﻓﻤﺜﻼً ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻳﻘﺮﺃ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺤﻮ : ﻓﻲ ﺍﻷﺟﺮﻭﻣﻴﺔ ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﻣﺘﻦ ﻗﻄﺮ ﺍﻟﻨﺪﻱ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺍﻷﻟﻔﻴﺔ . .. ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻘﻪ : ﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺯﺍﺩ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﻨﻊ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﻋﻤﺪﺓ ﺍﻟﻔﻘﻪ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻐﻨﻲ ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻬﺬﺏ، ﻭﻫﻜﺬﺍ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻛﺘﺎﺏ، ﻭﻫﻠﻢ ﺟﺮﺍ ، ﻫﺬﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻐﺎﻟﺐ ﻻ ﻳﺤﺼﻞُ ﻋﻠﻤﺎً، ﻭﻟﻮ ﺣﺼﻞ ﻋﻠﻤﺎً ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺤﺼﻞ ﻣﺴﺎﺋﻞ ﻻ ﺃﺻﻮﻻً

*“Janganlah mempelajari buku sedikit-sedikit, atau setiap cabang ilmu sepotong-sepotong kemudian meninggalkannya, karena ini membahayakan bagi penuntut ilmu dan menghabiskan waktunya tanpa faidah,*

Misalnya:

Sebagian penuntut ilmu memperlajari ilmu nahwu, ia belajar kitab Al-Jurumiyah sebentar kemudian berpindah ke Matan Qathrun nadyi kemudian berpindah ke Matan Al-Alfiyah.

 Demikian juga ketika mempelajari fikih, belajar Zadul mustaqni sebentar, kemudian Umdatul fiqh sebentar kemudian Al-Mughni kemudian Syarh Al-Muhazzab, dan seterusnya.
*Cara seperti Ini umumnya tidak mendapatkan ilmu, seandainya ia memperoleh ilmu, maka ia tidak memperoleh kaidah-kaidah dan dasar-dasar.”[5]*

Demikian semoga bermanfaat

@ Di antara bumi dan langit Allah, Pesawat Yogya-Pontianak-Sintang

@Yogyakarta Tercinta

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1]  HR. Muslim
[2] Jami’ Al-‘ulum wal hikam hal. 18, Darul Aqidah, Koiro, cet.I, 1422 H
[3] Al-Adab Asy-Syar’iyyah 2/45, Muhammad Al-Maqdisy, Syamilah
[4] Siyaru A’lamin Nubala’ 17/161, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah
[5] Kitabul ‘ilmi syaikh ‘Utsaimin hal. 39, Darul Itqaan, Iskandariyah



Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29935-penyebab-tidak-berkahnya-ilmu.html


_____________________________________


Allah  berfirman:

مَاۤ اَصَا بَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ۖ وَمَاۤ اَصَا بَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَّـفْسِكَ ۗ وَاَرْسَلْنٰكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًا ۗ وَكَفٰى بِا للّٰهِ شَهِيْدًا

"Kebajikan apa pun yang kamu peroleh adalah dari sisi Allah dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. *Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi."*
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 79)
____________________________

Cukuplah Allah*


1. QS An-Nisa : 6

Wakafa billahi hasiiba *(Cukuplah Allah sebagai Pengawas)*


2. QS An-Nisa : 45

Wakafa billahi waliyyan *(Cukuplah Allah sebagai Pelindung)*


3. QS An-Nisa : 45

Wakafa billahi nashiiran *(Cukuplah Allah sebagai Penolong)*


4. QS An-Nisa : 70

Wakafa billahi 'aliiman *(Cukuplah Allah yang mengetahui)*


5. QS An-Nisa : 79

Wakafa billahi syahiidan *(Cukuplah Allah sebagai Saksi)*
Kuttab

Kajian parenting

*Cara mengatasi anak nakal dalam Islam*
(Dengan cahaya keimanan)


Hari ini dunia miskin moral, ilmu tanpa moral, teknologi tanpa moral, pergaulan tanpa moral, masyarakat tanpa moral, bahkan pendidikan tanpa moral. Anak nakal tumbuh berkembang. Hal itu membuat orangtua khawatir dan kebingungan, "Bagaimana anak saya nanti? Apakah mereka akan menjadi anak nakal atau anak yang baik?" Kalimat tersebut terus membayang-bayangi pikiran orangtua.

Maka untuk menghilangkan kekhawatiran para pendidik, tidak ada salahnya kita membaca artikel tentang cara menangani anak nakal dan bandel menurut Islam (konsep Allah dan RasulNya). Karena pendidikan Nabi adalah pendidikan mulia yang menghasilkan orang-orang yang mulia. Sejarah mencatat, anak-anak yang mendapatkan sentuhan langsung dari Rasulullah, dia menjadi orang-orang yang mengukir kebesaran Islam. Bukan hanya menjadi baik, namun memiliki prestasi. *Baiklah langsung saja, berikut cara mengatasi anak nakal dengan konsep nabi:*


*Membangun Karakter Iman Bisa Membuat Anak Nakal Jadi Baik*


Sebelum menerapkan cara yang lainnya, sebaiknya cara yang pertama dalam mengatasi anak nakal ini wajib dipenuhi dulu. Karena membangun karakter adalah cara yang paling efektif, bisa untuk anak umur 6 tahun ke atas  atau bahkan usia 4-3 tahun dan usia 2 tahun.

Konsep membangun karakter dalam dunia pendidikan sudah banyak didatangkan oleh para ahli. Ada yang mengambil dari kiblat dunia saat ini (Amerika) ada juga yang memodifikasi konsep yang sudah ada bahkan ada yang membuat teori sendiri dan meneliti sendiri. Namun, seperti apa hasilnya?? Moral anak bangsa masih belum bisa teratasi. Masih banyak anak nakal di sekolah. Masih banyak anak yang meninggalkan solat. Masih banyak anak nakal yang membantah perintah orangtuanya.

Setelah semuanya dicoba dan tidak membuahkan hasil, maka jalan satu-satunya adalah mengembalikannya kepada Al-Quran dan As-Sunnah, yaitu membangun karakter anak berdasarkan keduanya, atau bisa kita sebut dengan the real Islamic Character Building.

Agama Islam sendiri sudah ada panduan khusus dalam membangun karakter supaya anak tidak nakal, karena Islam adalah peradaban besar yang mempunyai sejarah yang sangat panjang,dikenal oleh siapapun. Menurut Islam, karakter yang harus dibangun pada anak yaitu karakter Iman. Sahabat Jundub bin Abdillah Radiyallahuanhu berkata tentang pengajaran Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam kepada muridnya:


عن جُنْدُبِ بن عبد الله قال: كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم ونحن فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ فتعلمنا الإيمان قبل أن نتعلم القرآن ثم تعلمنا القرآن فازددنا به إيماناً ) رواه ابن ماجة (61) والطبراني في المعجم الكبير (1678) والبيهقي في سننه الكبرى (5075) وهو حديث صحيح


Dari Jundub bin Abdillah beliau berkata: "Dahulu kami ketika remaja bersama Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, kami belajar iman sebelum Al Qur'an kemudian setelah kami belajar Al Qur'an bertambahlah keimanan kami. Sedangkan kalian sungguh pada hari ini justru belajar Al Qur'an dulu sebelum belajar iman"
(Riwayat At Thabrani, Al Baihaqi, Ibn Majah, dishahihkan Al Albani)

Karakter iman bisa diambil dari 6 rukun iman yang sudah kita hafal. Iman kepada Allah, kepada Nabi, kepada Kitab, kepada Rasul, kepada Malaikat, kepada hari kiamat dan Iman kepada Qadha dan Qadr. Dalam surat Makkiyah hampir semua ayat menjelaskan karakter-karakter iman. Mulai dari kebesaran Allah, hari akhir, Surga, Neraka dan lain sebagainya. Kalau di Kuttab Al Fatih sendiri menggunakan juz 30 sebagai kurikulum iman.

Dalam membangunnya, anak tidak hanya menghafalkan rukun Iman yang 6 di atas, tapi mereka juga merenungkan dan mengamalkannya.

Lihatlah contoh mengatasi anak nakal dengan menanamkan karakter iman di bawah ini:


1. Mengenalkan kekuasaan Allah (iman kepada Allah)


Sejak kecil anak sudah dikenalkan siapa penciptanya (Siapa Allah), supaya timbul pada diri anak rasa takut kepada Allah, rasa cinta kepada Allah, dan lain sebagainya.

*Sehingga jika anak kita nakal, maka cukup katakan, "Nak, Allah Maha Melihat, kalau kamu melakukan begini dan begitu, Allah tidak suka."*

*Apabila sudah tumbuh karakter iman pada anak dan dia sudah mengenal kekuasaan Allah,* saya yakin dia akan menghentikan langkahnya, namun sebaliknya jika dia tidak mengenal kekuasaanNya, maka, perkataan di atas tidak akan berpengaruh padanya. Sama halnya kita akan melawan musuh yang kuat dan besar. Namun kita tidak tahu jika musuh itu kuat, maka tidak akan ada rasa takut pada diri kita.

*Lihat contoh video penanaman iman terhadap kekuasaan Allah:*

2. Mengenalkan Surga dan Neraka (iman kepada hari akhir)

Selain kebesaran Allah, kita juga perlu mengenalkan 2 hal ini. Harus keduanya, tidak boleh salah satu, karena jika hanya dikenalkan Neraka saja, Islam terkesan menakutkan. Oleh sebab itu dalam Al-Quran setiap kali disebutkan kata Surga pasti ada Neraka atau sebaliknya.

Mungkin hanya 2 contoh itu saja, karena penjelasan ini sangatlah panjang. Insyaallah pada kesempatan lain, akan kami akan bahas tentang Cara Membangun Karakter Iman.

Yang jelas, poin pertama (Menanam karakter iman) dalam mengatasi anak nakal ini jangan sampai ditinggalkan, sebab fitrah anak-anak itu mudah kagum. Jika kita katakan, "Nak, Allah bisa begini dan begitu" Dia akan merasa sangat kagum terhadap Sang Pencipta, meskipun bagi orang dewasa perkataan itu kurang berpengaruh. Namun bagi anak tidak demikian.
*Untuk lebih jelasnya silahkan baca Pendidikan Islam, Dari Mana Saya Memulai?*

Memberi Ketegasan Sangat Efektif Dalam Mengatasi Anak Nakal


Poin penting lainnya dalam mengatasi anak bandel menurut Islam adalah dengan ketegasan. Alhamdulillah *poin ini sudah saya bahas secara panjang lebar di sini: Cara Menghukum Anak Dalam Islam*

*Mengatasi Anak Nakal Dengan Menghafal Al-Qur'an*


Setelah menanamkan karakter iman dari juz 30, alangkah baiknya kita Juga mengajarkan anak untuk menghafal juz 30 tersebut. Bisa dimulai dari surat An-Nas sampai An-Naba. Lebih bagus lagi, apabila selesai penanaman iman, anak diajak menghafal ayat tersebut. Misalnya kita akan menjelaskan Qs.Al-Qariah:5 tentang kekuasaan Allah:

وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ


"di hari kiamat, gunung-gunung beterbangan seperti bulu yang dihambur-hamburkan." (Al-Qariah:5)

Setelah orangtua selesai menjelaskan betapa hebatnya kekuatan Allah, sampai gunung yang besar akan diterbangkan seperti bulu. Selanjutnya anak disuruh menghafal satu ayat di atas. Dengan demikian, anak bisa hafal Al-Quran sekaligus mengamalkannya.

Berbeda dengan yang terjadi saat ini, di mana banyak para Hafidz Qur'an namun akhlaknya tidak menggambarkan Al-Qur'an. Hafalan mereka hanya di lisan tanpa mengetahui dan merenungi kandungan iman di dalamnya. Pondasi mereka kosong bak gubuk reyot. Itulah sebabnya mengapa penanaman karakter iman sejak dini diwajibkan dalam Islam. Selanjutnya, mari melihat poin terakhir tentang mengatasi anak nakal.

*Mentaqwakan Diri Kita dan Berdoa Menjadi Paling Utama Dalam Mengatasi Anak Nakal*

Dibalik keberhasilan Nabi dalam mendidik sahabat, sesungguhnya dalam diri beliau terdapat tauladan yang luar biasa. Kadangkala dengan kita mencontohkan akan lebih mudah memahamkan anak kita.

*Apabila orangtua tidak memiliki suri tauladan yang baik, maka jangan salahkan jikalau kita sudah menerapkan cara-cara di atas namun anak kita masih tetap nakal. Dia masih berkata kotor, meninggalkan solat dan suka membantah.*

*Poin ini sudah saya bahas secara mendetail di sini, 2 Poin Penting Kunci Kesolehan Anak.* Pada artikel tersebut dijelaskan bagaimana aplikasi Rasulullah dalam mentaqwakan diri dan mendoakan para sahabat sentuhannya.

Barakallah, kami akhiri pembahasan cara mengatasi anak nakal menurut Islam terbukti dan efektif. Semoga bisa bermanfaat untuk diri kami pribadi dan pembaca sekalian. Silahkan Antum share, karena dengan menyebarkan, bisa menjadikan amal jariah di akhirat. Amiin.

Referensi:
Al-Qur'an Al-KarimTarbiyatu Aulad DR.Kholit SyantutPenulis: Mujahid Pendidikan Abu Zaid


_______________________________

Cara Menghukum Anak Dalam Islam Yang Mendidik


Abu Zaid Amir

Cara menghukum anak dalam Islam yang mendidik- dunia pendidikan kita hari ini benar benar sedang kebingungan. Selain itu keadaannya juga mengkhawatirkan. Di mana konsep menghukum anak di bawah umur, SD-SMP terdengar menakutkan.

Amerika sebagai negara adikuasa telah memegang kendali pendidikan di negara kita. Setelah di masa lalunya dunia barat sengaja memperlakukan anak-anak seperti binatang dan budak dengan cara kasarnya. Akhirnya saat ini bermunculan konsep konsep pendidikan yang terbilang lembut.

Namun pendidikan Islam tidak memiliki masa kelam. Dari dulu hingga sekarang konsep Islam tidak pernah berubah walaupun terjadi pergantian zaman dan keadaan. Masalahnya ada pada diri kita. Keyakinan yang telah bergeser membuat hasil pendidikan kita berubah sangat jauh dengan hasil pendidikan Islam di masa kebesarannya.

Sampai-sampai memunculkan konsep larangan memukul pada anak. Atau lebih parah lagi ada konsep "Jangan Berkata Jangan". Hal itu bertentangan dengan Al-Qur'an. Dalam Islam, berkata "Jangan" itu diperbolehkan. Saat Luqman berkata kepada anaknya.

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ


"Dan ingatlah ketika Luqman berkata sama anaknya, di waktu ia memberi nasihat kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Qs.Luqman:13)


DR. Khalid Ahmad Asy-Syantut berkata dalam kitab Tarbiyatul Athfal Fil Ahadits Asyarif,

"Di lingkungan pendidikan barat dan para pengikutnya di dunia Arab, tersebar pemahaman bahwa pukulan bukan merupakan sarana pendidikan. Tetapi merupakan sarana pendidikan kuno yang telah gagal. Tidak dipakai kecuali oleh guru yang gagal, keras, kasar, menakuti siswa dan membuat mereka tidak mau bersekolah. Untuk itulah keluar keputusan kementerian pendidikan di berbagai negara tentang larangan menggunakan metode ini (menghukum dengan pukulan). Lalu mengancam guru yang memakainya akan dijatuhi hukuman yang berat"

Padahal pukulan dalam Islam merupakan sarana pendidikan. Jelas ini bertentangan dengan pernyataan pakar pendidikan hari ini. Meski demikian Islam dibangun atas kelembutan, hikmah dalam memberi nasihat.

Ustadz Galan (Manajer Kuttab) dalam stadium general mengatakan tentang hukuman,

"Meski di Kuttab dibolehkan menghukum (dipukul atau dicubit), tapi guru guru itu dibekali ilmu menghukum (tidak sembarangan menghukum anak). Digambarkan hukuman itu seperti 'Obat'. Kalau dosisnya kurang maka tidak menyembuhkan penyakit. Tapi kalau kebanyakan dosisnya maka membahayakan pasien. Jadi harus bisa mengatur dosis/mengimbangi dalam menghukum anak"

Buat yang belum tahu apa itu Kuttab silahkan baca: Sejarah Pendidikan Islam Kuttab

Tujuan Hukuman Dalam Pendidikan Islam


Sebelum abanaonline.com menjelaskan kaidah-kaidah hukum dalam Islam. Terlebih dahulu kita ketahui apa itu tujuan dari hukuman pendidikan Islam. Jamal Abdurrahman dalam kitab Athfaul Muslimin Kaifa Robbahum Nabiyyil Amin mengatakan,

"Tujuan dari hukuman pendidikan Islam adalah memberikan arahan dan perbaikan. Bukan balas dendam dan penguasaan diri. Untuk itulah harus diperhatikan kebiasaan anak dan karakternya sebelum menghukumnya. Memotivasi anak untuk berusaha memahami dan memperbaiki kesalahannya. kemudian kesalahan tersebut dimaafkan setelah diperbaiki."

Cara Menghukum Anak Dalam Islami

Karena hukuman itu ibarat obat. Maka supaya kita tidak kekurangan dan kelebihan dosis, perlu mengetahui kaidah-kaidah hukuman yang sesuai dalam Islam sebagaimana yang sudah diajarkan dalam Alquran dan as-sunnah.

Konsep menghukum anak nakal agar jera tidak harus memukul dan bisa dengan ketegasan tanpa kekerasan, namun tidak juga mengabaikannya. Kelembutan dan pendekatan harus dilakukan terlebih dahulu sebelum hukuman.

Bahkan hukuman pukulan merupakan hukuman terberat. Sehingga metode ini tidak boleh dipakai kecuali jika semua bentuk hukuman sudah tidak berguna lagi. Jika anak anak melakukan kesalahan. Berikut bentuk teguran sebelum memukul:

1. Menasehati Anak dan Memberikan Petunjuk


Rasulullah shallallahu alaihi sallam pernah memberi nasihat dan petunjuk kepada Umar bin Abi Salamah ketika sedang makan,

يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ


Artinya, "Nak, sebutlah nama Allah ta'ala. Makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang ada di hadapanmu" (Muttafaqun alaihi, Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022).

2. Berpaling Darinya dan Menunjukkan Ekspresi Wajah Tidak Senang


Bentuk hukuman Islam pada anak kedua bisa dengan berpaling darinya, "Rasulullah shalallahu alaihi wassalam jika melihat dari salah satu keluarganya ada yang dusta. Beliau terus berpaling darinya sampai ia bertaubat". [Lihat, Shahih Jami As Shaghir, Al Albani]

Di samping itu bisa juga dengan menunjukkan ekspresi wajah ketidaksenangan atas perbuatan itu.

3. Menghentikan Perbuatan Anak yang Salah


Hukuman pendidikan Islam yang ketiga ini termasuk bentuk teguran. Apabila anak melakukan perbuatan salah maka seorang guru harus menghentikan perbuatannya. Hal ini berdasarkan sabda rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Di mana beliau pernah menghentikan orang yang berkali-kali mengeluarkan suara karena kekenyangan.

"Hentikan suara dahakmu (suara kekenyangan). Karena orang yang paling banyak kenyang di dunia adalah orang yang paling panjang laparnya di hari kiamat." [HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, Tirmidzi berkata: Hasan Gharib]

4. Menjauhi dan Menjewer Anak yang Salah

Apabila diperlukan seorang guru atau orang tua bisa menjauhi anak yang salah sebagai bentuk hukuman. Tetapi tidak boleh lebih dari tiga hari. Di samping itu nabi juga pernah menjewer anak-anak yang bernama Abdullah bin Bushr dan Nu'man bin Basyir. Bahkan disertai dengan kalimat, "Wahai anak yang tidak amanah!"

5. Hukuman Pukulan dalam Islam

Apabila semua hukuman sudah tidak bisa lagi memperbaiki. Maka hukuman bisa dengan pukulan tapi harus memperhatikan syarat-syarat berikut ini:

Sebelum anak dipukul wajib dijelaskan sebab hukuman tersebut. Disertai penjelasan adab yang benar supaya tidak menyebabkan hukuman pukulan.Anak-anak tidak boleh dipukul jika belum mencapai 10 tahun.Jangan memukul anak lebih dari 10 kali pukulan.Pukulan dilarang membekas di kulit.Alat untuk memukul harus sedang tidak terlalu lembek dan tidak terlalu keras.Saat memukul harus di beberapa bagian tubuh. Tidak boleh di satu tempat.Berikan jeda dari pukulan satu ke pukulan berikutnya supaya rasa sakit yang diderita agak mereda.Dilarang memberi pukulan di bagian wajah kepala dan kemaluan lebih baik di bagian kaki dan tangan.Seorang guru dilarang memukul ketika sedang marah karena guru itu mendidik bukan membalas.Hentikan pukulan jika anak-anak berlindung kepada Allah ta'ala.
Itulah batasan-batasan memukul anak.

Menghukum anak Harus Dibarengi Ketegasan


Tegas berbeda dengan marah. Ketegasan untuk mendidik sedangkan marah untuk hawa nafsunya. Sejak saya mengajar di Kuttab Al Fatih, saya diajarkan untuk mengajarkan adab sebelum ilmu, Pentingnya adab sebelum ilmu.

Baca: Adab Menuntut Ilmu dalam Islam yang Wajib Diajarkan pada Murid

Sehingga sifat tegas harus dimiliki setiap guru. Karna ilmu saja tidak cukup jika guru tidak memiliki ketegasan. Ilmu yang tinggi memang penting, akan tetapi ketegasan itu lebih penting. Perlu diingat kualitas guru adalah kualitas murid.

Jika ada anak yang adabnya tidak bagus saat pelajaran maka tidak boleh dibiarkan. Seorang guru harus tegas dan mengarahkan. Yang jelek kita larang dan yang bagus kita apresiasikan. Untuk menggunakan konsep ketegasan harus dibarengi dengan tahapan yang sudah dijelaskan di atas.

Saya berikan analogi pesawat terbang yang akan landas. Setiap pesawat terbang yang akan turun, pasti tidak langsung turun dari atas ke bawah namun akan turun secara pelan-pelan. Apa yang akan terjadi jika dari atas langsung turun? Pesawat akan hancur.

Sehingga hukuman pada anak itu harus seperti landasnya pesawat terbang. Jika ada anak yang melanggar, jangan langsung dipukul namun harus dengan perlahan sesuai urutan.

Misalnya: Saya sedang mengajar anak-anak, dan membacakan adab-adab di kelas, seperti diam, tidak ngobrol saat pelajaran. Lalu saya memberi ketegasan bagi siapa yang melanggar. Ketegasan tersebut berupa urutan seperti di bawah ini:
Jika ada anak yang ngobrol setelah adanya peraturan maka dia akan mendapat 1 peringatan. Teguran/nasihatJika masih ngobrol, mendapat 2 peringatan.Masih ngobrol lagi? Berdiri 5 menit saja.Masih ngobrol lagi? Berdiri 10 menit, dan seterusnya sampai anak tidak mengulangi lagi. tentunya dengan tahapan yang lembut supaya anak terasa nyaman.Bila poin di atas diaplikasikan, Insyaallahanak akan berubah, karna dia tidak ingin dihukum lebih berat lagi. Selain itu, anak juga akan menerima secara ikhlas karna sebelumnya sudah ada rambu-rambu berupa hitungan dan tahapan dari kita.

Ingat. Apabila kita sudah memberi ketegasan,maka kita harus melaksanakan. Soalnya kalau tidak dilaksanakan, anak akan menilai jika gurunya hanya main-main. dia akan berfikir "Wah ini gurunya hanya main-main saat ngasih peraturan". Pada akhirnya hukuman ketegasan tidak berjalan.


Misalnya ana di kelas sering memperingatkan anak yang ribut untuk diam sebelum hitungan tiga kali. Jika melebihi hitungan tiga kali, anak tersebut berdiri. Setelah hukuman itu dijelaskan ke anak, maka saya harus tegas menerapkan bila suatu saat ada yang melanggar.

Agar Dikagumi Anak Meski Kita Pernah Menghukum


Tidak adil rasanya jika kita di depan anak-anak selalu cemberut atau tegas, tanpa diimbangi hal lain yang bisa membuat anak senang bahkan kagum pada sosok guru/ayah. Jika seorang anak sudah kagum, itu sangat luar biasa!! Anak akan menerima hukuman dengan logowo atau tidak sampai ke hati. Dengan kata lain, selain menghukum anak kita harus bisa menghibur anak.

Ada banyak hal yang bisa kita lakukan dan membuat anak kagum! Sehingga mudah saat kita menerapkan hukuman pada mereka. Tidak mengganggu mental mereka dan fikiran mereka. Di antara contohnya, guru sering senyum pada anak. Guru menunjukkan kelebihan pada anak, entah membaca al quran dengan nada bagus atau lainnya.

Batasan Menghukum Anak dalam Pendidikan Islam


Terakhir sebelum kami tutup. Saya akan menuliskan batasan-batasan dalam menghukum anak menurut Islam:

Hukuman tidak diperbolehkan menjatuhkan kemuliaan diri sebagai manusia.Jangan sering melakukan hukuman karena bisa membuat anak semakin bertambah bodoh dan beku.Berilah kesempatan untuk memperbaiki kesalahan pertama.Jangan mengancam hukuman jika tidak dilaksanakan seperti yang sudah saya jelaskan tadi. Harus tegas.Jagalah lisan ketika menghukum anak jangan sampai keluar kata kotor.
Baiklah sekian saja dari kami semoga tulisan ini bermanfaat buat teman-teman sekalian. Cara menghukum anak di atas tadi berdasarkan referensi catatan Ustadz Budi Ashari LC dan pengalaman saya mengajar di Kuttab Al-Fatih. Wassalamulaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Mujahid Pendidikan Kuttab Al-Fatih Abu Zaid


https://www.abanaonline.com/2016/11/
pendidikan-kuttab-cara-menghukum-anak-dalam-islam.html


-------------------------------------

Kudapan

Setiap hari selasa dan rabu ada yang menarik di Kuttab Al Fatih. Pada hari itu santri-santri yang terjadwal berbagi makanan dan minuman di kelasnya masing-masing. Ketika kegiatan berbagi di kelas sudah selesai maka santri-santri akan berkeling ke kelas-kelas, ruangan-ruangan, menemui kepala kuttab, kepala TU, petugas kebersihan dan siapapun yang menjadi sasaran berbagi mereka hari itu.

Sebuah perjalanan dan proses yang tidak mudah untuk dijalani namun selalu dinanti. Orangtua santri yang jauh hari menabung, menyisihkan sebagian rizki, Bunda pergi berbelanja dan memasak di malam hari hingga tersaji. Ayah dengan pakaian rapi siap pergi  bekerja berbelok sejenak menenteng, mengantarkan kudapan berbagi.

Sebuah proses yang yang tidak sederhana, keikhlasan semua yang terlibat terasa disetiap keronkongan yang merasakan kesegarannya.

Mereka umat Nabi shalallahu'alaihi wasallam, berusaha mengulang dan mengulang apa yang dulu dijalani di muka bumi. Generasi yang mau  berbagi dengan apa yang dimiliki. Generasi yang mau berbagi sebagai bekal untuk hari yang sulit, sulittt sekali😭.

Selasa dan rabu, hari yang selalu dinanti mujahid pendidikan untuk menanam. Menanam iman pada hati-hati yang bersih. Iman menggerakkan semua, orangtua menabung, bunda ke pasar dan memasak, ayah mengantarkan ke kuttab, ananda membagi di kelas dan guru....
Guru membingkai semua aktifitas langka itu dalam satu momentum, mengaitkan dengan Robbnya.

Berbagilah nak...karena kelak ada hari yang sangat sulit walaupun hanya sekedar berbagi senyuman

*Iman sebelum Quran*
*Adab sebelum ilmu*

( Prastowo, kepala KAF Depok)