💎 MULIA DENGAN SUNNAH 💎:
📋 SELEKTIF MENGAMBIL ILMU
❅ https://t.me/MuliaDenganSunnah
🎙 Oleh : Ust. Abu Salma Hafidzahullah
🏷 Nasehat Syaikh Shålih Fauzan al-Fauzån hafizhahullåhu
️لا تأخذ دينَك من كلِّ أحد، وإياك أن تغتر بالظاهر وتكتفي به دون السؤال والتحري!
"Jangan mengambil agamamu dari setiap orang. Jangan mudah tertipu dengan penampilan fisik (zhahir) dan mencukupkan dengannya tanpa mau bertanya dan menyelidiki!"
يقول فضيلة الشيخ العلامة صالح الفوزان حفظه الله تعالى:
👉 Syaikh yang mulia, al-'Allåmah Shålih al-Fauzån, semoga Allåh menjaga beliau, mengatakan :
ليست العبرة بالإنتساب أو فيما يظهر! بل العبرة بالحقائق وبعواقب الأمور، والأشخاص الذين ينتسبون إلى الدعوة يجب أن يُنظر فيهم:
"️Yang menjadi patokan itu bukanlah sekedar pengakuan (intisåb) atau apa yang ditampakkan! Namun yang menjadi patokan adalah realitanya dan dampak dari keadaannya."
✔ Orang yang menyandarkan diri kepada dakwah (salafiyah), wajib diperhatikan padanya :
أين درسوا؟
√ Dimana belajarnya?!
ومَن أين أخذوا العلم؟
√ Dari siapa dia mengambil ilmunya (siapa gurunya)?!
وأين نشأوا؟
√ Dimana dia berkembang (tinggal)?!
وما هي عقيدتهم؟
√ Apa aqidahnya?!
وتنظر أعمالهم وآثارهم في الناس وماذا أنتجوا من الخير؟
√ Kita perhatikan aktivitas mereka dan dampaknya terhadap manusia, apakah menghasilkan kebaikan?
وماذا ترتب على أعمالهم من الإصلاح؟
√ Apakah aktivitas perbuatannya berpengaruh terhadap perbaikan (ishlåh)?
يجب أن تُدرس أحوالُهم قبلَ أن يُغترَّ بأقوالِهم ومظاهرِهم.
🖇 Wajiblah dipelajari keadaannya sebelum nanti tertipu dengan ucapan dan penampilannya.
هذا أمر لابد منه خصوصاً في هذا الزمان الذي كَثُرَ فيه دعاة الفتنة؛ وقد وصف الرسول ﷺ دعاة الفتنة بأنهم: (من جلدتنا ويتكلمون بألسنتنا!)».
🏷 Hal ini mau tidak mau harus dilakukan, terutama di zaman yang banyak dengan "du'åtul fitnah" (da'i yang mengajak kepada fitnah). Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sendiri mensifatkan du'åtul fitnah bahwa mereka "dari bangsa kita (memiliki kulit yang sama) dan berbicara dengan lisan kita (memiliki bahasa yang sama)!!
[الإجابات المهمة (٤٧-٤٨)]
[Al-Ijåbåt al-Muhimmah hak. 47-48)
Sumber : Channel al-Wasathiyah wal I'tidål
🗒 FAEDAH TAMBAHAN
🎙 Dari : Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafizhahullah
وقال العلامة صالح الفوزان - حفظه الله -:
👉 Berkata al'allamah shalih alfauzan hafizhahullah
"أنت إذا أردت أن تشتري سلعة إذا أردت أن تشتري سيارة أو تشتري بيتاً أو بضاعة وأنت ما عندك خبرة يمكن تذهب وتسأل أهل الخبرة خوفاً من أن تخطئ وأن تخسر، هذا في أمور الدنيا.
"Jika anda ingin membeli barang, jika anda ingin membeli mobil atau rumah atau hal lain dan anda tidak memiliki pengalaman (atau ilmu) dalam bidang tersebut maka anda akan datang dan bertanya kepada pakar yang berpengalaman di bidang itu (otomotif, properti atau yang lain).
Karena anda khawatir anda salah dalam membeli dan anda mengalami kerugian. INI DALAM PERKARA DUNIA"
لماذا في أمور الدين ما تسأل أهل الخبرة وأهل التقوى وأهل العلم؟!
"Lalu mengapa dalam perkara agama anda tidak bertanya kepada ahli ilmu yang bertakwa dan berpengalaman?!"
لماذا تتحرز لدنياك ولا تتحرز لدينك؟!
"Mengapa anda berhati-hati dalam menjaga dunia anda NAMUN anda tidak berhati-hati dalam menjaga agama anda?!"
المصدر:
موقع العلامة صالح الفوزان -حفظه الله -
[Situs resmi al'allamah shalih alfauzan hafizhahullah]
By : Grup Dakwah Permata Sunnah
•═══════◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═══════•
📮CHANNEL MULIA DENGAN SUNNAH
🌐 https://t.me/MuliaDenganSunnah
🔄 https://t.me/RisalahSunnah
🛰 Android app : https://goo.gl/ozGo2Q
🌍 Website : https://asysyamil.com
💠️ FB : https://goo.gl/tJdKZY
📱 WA : 081381173870 Admin
Rumah Tahfidz, Belajar Tahsin dan Tajwid Al Qur'an, Kajian Ilmu syar'i Hub: Diana Gasim (Ummu Achmad ) 085312837788)
Thursday, July 27, 2017
Sunday, July 23, 2017
KEDUDUKAN HADITS TUJUH PULUH TIGA GOLONGAN UMAT ISLAM
KEDUDUKAN HADITS “TUJUH PULUH TIGA GOLONGAN UMMAT ISLAM”
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
MUQADDIMAH
Akhir-akhir ini kita sering dengar ada beberapa khatib dan penulis yang membawakan hadits tentang tujuh puluh dua golongan ummat Islam masuk Neraka dan hanya satu golongan ummat Islam yang masuk Surga adalah hadits yang lemah, dan mereka berkata bahwa yang benar adalah hadits yang berbunyi bahwa tujuh puluh golongan masuk Surga dan satu golongan yang masuk Neraka, yaitu kaum zindiq. Mereka melemahkan atau mendha’ifkan ‘hadits perpecahan ummat Islam menjadi tujuh puluh golongan, semua masuk Neraka dan hanya satu yang masuk Surga’ disebabkan tiga hal:
Akhir-akhir ini kita sering dengar ada beberapa khatib dan penulis yang membawakan hadits tentang tujuh puluh dua golongan ummat Islam masuk Neraka dan hanya satu golongan ummat Islam yang masuk Surga adalah hadits yang lemah, dan mereka berkata bahwa yang benar adalah hadits yang berbunyi bahwa tujuh puluh golongan masuk Surga dan satu golongan yang masuk Neraka, yaitu kaum zindiq. Mereka melemahkan atau mendha’ifkan ‘hadits perpecahan ummat Islam menjadi tujuh puluh golongan, semua masuk Neraka dan hanya satu yang masuk Surga’ disebabkan tiga hal:
1. Karena pada sanad-sanad hadits tersebut terdapat kelemahan.
2. Karena jumlah bilangan golongan yang celaka itu berbeda-beda, misalnya; satu hadits menyebutkan tujuh puluh dua golongan yang masuk Neraka, dalam hadits yang lainnya disebutkan tujuh puluh satu golongan dan dalam hadits yang lainnya lagi disebutkan tujuh puluh golongan saja, tanpa menentukan batas.
3. Karena makna/isi hadits tersebut tidak cocok dengan akal, mereka mengatakan bahwa semestinya mayoritas ummat Islam ini menempati Surga atau minimal menjadi separuh penghuni Surga.
2. Karena jumlah bilangan golongan yang celaka itu berbeda-beda, misalnya; satu hadits menyebutkan tujuh puluh dua golongan yang masuk Neraka, dalam hadits yang lainnya disebutkan tujuh puluh satu golongan dan dalam hadits yang lainnya lagi disebutkan tujuh puluh golongan saja, tanpa menentukan batas.
3. Karena makna/isi hadits tersebut tidak cocok dengan akal, mereka mengatakan bahwa semestinya mayoritas ummat Islam ini menempati Surga atau minimal menjadi separuh penghuni Surga.
Dalam tulisan ini, insya Allah, saya akan menjelaskan kedudukan sebenarnya dari hadits tersebut, serta penjelasannya dari para ulama Ahli Hadits, sehingga dengan demikian akan hilang ke-musykil-an yang ada, baik dari segi sanadnya maupun maknanya.
JUMLAH HADITS TENTANG TERPECAHNYA UMMAT ISLAM
Apabila kita kumpulkan hadits-hadits tentang terpecahnya ummat menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan dan satu golongan yang masuk Surga, lebih kurang ada lima belas hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari sepuluh Imam Ahli Hadits dari 14 (empat belas) orang Shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu:
Apabila kita kumpulkan hadits-hadits tentang terpecahnya ummat menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan dan satu golongan yang masuk Surga, lebih kurang ada lima belas hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari sepuluh Imam Ahli Hadits dari 14 (empat belas) orang Shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu:
1. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
2. Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu.
3. ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma.
4. ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
5. Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu ‘anhu.
6. ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
7. Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma.
8. Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.
9. Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu.
10 Watsilah bin Asqa’ radhiyallahu ‘anhu.
11. ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani radhiyallahu ‘anhu.
12. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
13. Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu.
14. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
2. Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu.
3. ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma.
4. ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
5. Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu ‘anhu.
6. ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
7. Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma.
8. Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.
9. Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu.
10 Watsilah bin Asqa’ radhiyallahu ‘anhu.
11. ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani radhiyallahu ‘anhu.
12. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
13. Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu.
14. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
Sebagian dari hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut:
HADITS PERTAMA:
Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan.
Keterangan:
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Abu Dawud, Kitab as-Sunnah, I-Bab Syarhus Sunnah no. 4596, dan lafazh hadits di atas adalah lafazh Abu Dawud.
2. At-Tirmidzi, Kitabul Iman, 18-Bab Maa Jaa-a fiftiraaqi Haadzihil Ummah, no. 2778 dan ia berkata: “Hadits ini hasan shahih.” (Lihat kitab Tuhfatul Ahwadzi VII/397-398.)
3. Ibnu Majah, 36-Kitabul Fitan, 17-Bab Iftiraaqil Umam, no. 3991.
4. Imam Ahmad, dalam kitab Musnad II/332, tanpa me-nyebutkan kata “Nashara.”
5. Al-Hakim, dalam kitabnya al-Mustadrak, Kitabul Iman I/6, dan ia berkata: “Hadits ini banyak sanadnya, dan berbicara tentang masalah pokok agama.”
6. Ibnu Hibban, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Mawaariduzh Zhamaan, 31-Kitabul Fitan, 4-Bab Iftiraqil Ummah, hal. 454, no. 1834.
7. Abu Ya’la al-Maushiliy, dalam kitabnya al-Musnad: Musnad Abu Hurairah, no. 5884 (cet. Daarul Kutub Ilmiyyah, Beirut).
8. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam kitabnya as-Sunnah, 19-Bab Fii ma Akhbara bihin Nabiyyu -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam- anna Ummatahu Sataftariqu, I/33, no. 66.
9. Ibnu Baththah, dalam kitab Ibanatul Kubra: Bab Dzikri Iftiraaqil Umam fii Diiniha, wa ‘ala kam Taftariqul Ummah? I/374-375 no. 273 tahqiq Ridha Na’san Mu’thi.
10. Al-Ajurri, dalam kitab asy-Syari’ah: Bab Dzikri Iftiraqil Umam fii Diinihi, I/306 no. 22, tahqiq Dr. ‘Abdullah bin ‘Umar bin Sulaiman ad-Damiiji.
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Abu Dawud, Kitab as-Sunnah, I-Bab Syarhus Sunnah no. 4596, dan lafazh hadits di atas adalah lafazh Abu Dawud.
2. At-Tirmidzi, Kitabul Iman, 18-Bab Maa Jaa-a fiftiraaqi Haadzihil Ummah, no. 2778 dan ia berkata: “Hadits ini hasan shahih.” (Lihat kitab Tuhfatul Ahwadzi VII/397-398.)
3. Ibnu Majah, 36-Kitabul Fitan, 17-Bab Iftiraaqil Umam, no. 3991.
4. Imam Ahmad, dalam kitab Musnad II/332, tanpa me-nyebutkan kata “Nashara.”
5. Al-Hakim, dalam kitabnya al-Mustadrak, Kitabul Iman I/6, dan ia berkata: “Hadits ini banyak sanadnya, dan berbicara tentang masalah pokok agama.”
6. Ibnu Hibban, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Mawaariduzh Zhamaan, 31-Kitabul Fitan, 4-Bab Iftiraqil Ummah, hal. 454, no. 1834.
7. Abu Ya’la al-Maushiliy, dalam kitabnya al-Musnad: Musnad Abu Hurairah, no. 5884 (cet. Daarul Kutub Ilmiyyah, Beirut).
8. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam kitabnya as-Sunnah, 19-Bab Fii ma Akhbara bihin Nabiyyu -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam- anna Ummatahu Sataftariqu, I/33, no. 66.
9. Ibnu Baththah, dalam kitab Ibanatul Kubra: Bab Dzikri Iftiraaqil Umam fii Diiniha, wa ‘ala kam Taftariqul Ummah? I/374-375 no. 273 tahqiq Ridha Na’san Mu’thi.
10. Al-Ajurri, dalam kitab asy-Syari’ah: Bab Dzikri Iftiraqil Umam fii Diinihi, I/306 no. 22, tahqiq Dr. ‘Abdullah bin ‘Umar bin Sulaiman ad-Damiiji.
Perawi Hadits:
a. Muhammad bin ‘Amr bin ‘Alqamah bin Waqqash al-Allaitsiy.
• Imam Abu Hatim berkata: “Ia baik haditsnya, ditulis haditsnya dan dia adalah seorang Syaikh (guru).”
• Imam an-Nasa-i berkata: “Ia tidak apa-apa (yakni boleh dipakai), dan ia pernah berkata bahwa Muhammad bin ‘Amir adalah seorang perawi yang tsiqah.”
• Imam adz-Dzahabi berkata: “Ia adalah seorang Syaikh yang terkenal dan hasan haditsnya.”
• Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata: “Ia se-orang perawi yang benar, hanya padanya ada beberapa kesalahan.”
(Lihat al-Jarhu wat Ta’dilu VIII/30-31, Mizaanul I’tidal III/ 673 no. 8015, Tahdzibut Tahdzib IX/333-334, Taqribut Tahdzib II/119 no. 6208.)
b. Abu Salamah, yakni ‘Abdurrahman bin ‘Auf: Beliau adalah seorang perawi yang tsiqah, Abu Zur’ah ber-kata: “Ia seorang perawi yang tsiqah.”
(Lihat Tahdzibut Tahdzib XII/115, Taqribut Tahdzib II/409 no. 8177.)
a. Muhammad bin ‘Amr bin ‘Alqamah bin Waqqash al-Allaitsiy.
• Imam Abu Hatim berkata: “Ia baik haditsnya, ditulis haditsnya dan dia adalah seorang Syaikh (guru).”
• Imam an-Nasa-i berkata: “Ia tidak apa-apa (yakni boleh dipakai), dan ia pernah berkata bahwa Muhammad bin ‘Amir adalah seorang perawi yang tsiqah.”
• Imam adz-Dzahabi berkata: “Ia adalah seorang Syaikh yang terkenal dan hasan haditsnya.”
• Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata: “Ia se-orang perawi yang benar, hanya padanya ada beberapa kesalahan.”
(Lihat al-Jarhu wat Ta’dilu VIII/30-31, Mizaanul I’tidal III/ 673 no. 8015, Tahdzibut Tahdzib IX/333-334, Taqribut Tahdzib II/119 no. 6208.)
b. Abu Salamah, yakni ‘Abdurrahman bin ‘Auf: Beliau adalah seorang perawi yang tsiqah, Abu Zur’ah ber-kata: “Ia seorang perawi yang tsiqah.”
(Lihat Tahdzibut Tahdzib XII/115, Taqribut Tahdzib II/409 no. 8177.)
Derajat Hadits
Hadits di atas derajatnya hasan, karena terdapat Muhammad bin ‘Amr, akan tetapi hadits ini menjadi shahih karena banyak syawahidnya.
Hadits di atas derajatnya hasan, karena terdapat Muhammad bin ‘Amr, akan tetapi hadits ini menjadi shahih karena banyak syawahidnya.
Imam at-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih.”
Imam al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih menurut syarat Muslim dan keduanya (yakni al-Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya.” Dan al-Hafizh adz-Dzahabi pun menyetujuinya. (Lihat al-Mustadrak Imam al-Hakim: Kitaabul ‘Ilmi I/128.)
Ibnu Hibban dan Imam asy-Syathibi telah menshahihkan hadits di atas dalam kitab al-I’tisham (II/189).
Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany juga telah menshahihkan hadits di atas dalam kitab Silsilah Ahaadits ash-Shahiihah no. 203 dan kitab Shahih at-Tirmidzi no. 2128.
HADITS KEDUA:
Hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan :
Hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan :
عَنْ أَبِيْ عَامِرٍ الْهَوْزَنِيِّ عَبْدِ اللهِ بْنِ لُحَيِّ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِيْ سُفْيَانَ أَنَّهُ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ: أَلاَ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ: أََلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ اِفْتَرَقُوْا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ. ثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ .
Dari Abu ‘Amir al-Hauzaniy ‘Abdillah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia (Mu’awiyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan sesungguhnya ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, (adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk Neraka dan yang satu golongan akan masuk Surga, yaitu “al-Jama’ah.”
Keterangan:
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Abu Dawud, Kitabus Sunnah Bab Syarhus Sunnah no. 4597, dan lafazh hadits di atas adalah dari lafazh-nya.
2. Ad-Darimi, dalam kitab Sunan-nya (II/241) Bab fii Iftiraqi Hadzihil Ummah.
3. Imam Ahmad, dalam Musnad-nya (IV/102).
4. Al-Hakim, dalam kitab al-Mustadrak (I/128).
5. Al-Ajurri, dalam kitab asy-Syari’ah (I/314-315 no. 29).
6. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam Kitabus Sunnah, (I/7) no. 1-2.
7. Ibnu Baththah, dalam kitab al-Ibaanah ‘an Syari’atil Firqah an-Najiyah (I/371) no. 268, tahqiq Ridha Na’san Mu’thi, cet.II Darur Rayah 1415 H.
8. Al-Lalikaa-iy, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunah wal Jama’ah (I/113-114) no. 150, tahqiq Dr. Ahmad bin Sa’id bin Hamdan al-Ghaamidi, cet. Daar Thay-yibah th. 1418 H.
9. Al-Ashbahani, dalam kitab al-Hujjah fii Bayanil Mahajjah pasal Fii Dzikril Ahwa’ al-Madzmumah al-Qismul Awwal I/107 no. 16.
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Abu Dawud, Kitabus Sunnah Bab Syarhus Sunnah no. 4597, dan lafazh hadits di atas adalah dari lafazh-nya.
2. Ad-Darimi, dalam kitab Sunan-nya (II/241) Bab fii Iftiraqi Hadzihil Ummah.
3. Imam Ahmad, dalam Musnad-nya (IV/102).
4. Al-Hakim, dalam kitab al-Mustadrak (I/128).
5. Al-Ajurri, dalam kitab asy-Syari’ah (I/314-315 no. 29).
6. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam Kitabus Sunnah, (I/7) no. 1-2.
7. Ibnu Baththah, dalam kitab al-Ibaanah ‘an Syari’atil Firqah an-Najiyah (I/371) no. 268, tahqiq Ridha Na’san Mu’thi, cet.II Darur Rayah 1415 H.
8. Al-Lalikaa-iy, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunah wal Jama’ah (I/113-114) no. 150, tahqiq Dr. Ahmad bin Sa’id bin Hamdan al-Ghaamidi, cet. Daar Thay-yibah th. 1418 H.
9. Al-Ashbahani, dalam kitab al-Hujjah fii Bayanil Mahajjah pasal Fii Dzikril Ahwa’ al-Madzmumah al-Qismul Awwal I/107 no. 16.
Semua Ahli Hadits di atas telah meriwayatkan dari jalan:
Shafwan bin ‘Amr, ia berkata: “Telah menceritakan kepadaku Azhar bin ‘Abdillah al-Hauzani dari Abu ‘Amr ‘Abdullah bin Luhai dari Mu’awiyah.”
Shafwan bin ‘Amr, ia berkata: “Telah menceritakan kepadaku Azhar bin ‘Abdillah al-Hauzani dari Abu ‘Amr ‘Abdullah bin Luhai dari Mu’awiyah.”
Perawi Hadits
a. Shafwan bin ‘Amr bin Haram as-Saksaki, ia telah di-katakan tsiqah oleh Imam al-‘Ijliy, Abu Hatim, an-Nasa-i, Ibnu Sa’ad, Ibnul Mubarak dan lain-lain.
b. Azhar bin ‘Abdillah al-Harazi, ia telah dikatakan tsiqah oleh al-‘Ijliy dan Ibnu Hibban. Al-Hafizh adz-Dzahabi berkata: “Ia adalah seorang Tabi’in dan haditsnya hasan.” Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Ia shaduq (orang yang benar) dan ia dibicarakan tentang Nashb.” (Lihat Mizaanul I’tidal I/173, Taqribut Tahdzib I/75 no. 308, ats-Tsiqat hal. 59 karya Imam al-‘Ijly dan kitab ats-Tsiqat IV/38 karya Ibnu Hibban.)
c. Abu Amir al-Hauzani ialah Abu ‘Amir ‘Abdullah bin Luhai.
• Imam Abu Zur’ah dan ad-Daruquthni berkata: “Ia tidak apa-apa (yakni boleh dipakai).”
• Imam al-‘Ijliy dan Ibnu Hibban berkata: “Dia orang yang tsiqah.”
• Al-Hafizh adz-Dzahabi dan Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata: “Ia adalah seorang perawi yang tsiqah.” (Lihat al-Jarhu wat Ta’dilu V/145, Tahdzibut Tahdzib V/327, Taqribut Tahdzib I/444 dan kitab al-Kasyif II/109.)
a. Shafwan bin ‘Amr bin Haram as-Saksaki, ia telah di-katakan tsiqah oleh Imam al-‘Ijliy, Abu Hatim, an-Nasa-i, Ibnu Sa’ad, Ibnul Mubarak dan lain-lain.
b. Azhar bin ‘Abdillah al-Harazi, ia telah dikatakan tsiqah oleh al-‘Ijliy dan Ibnu Hibban. Al-Hafizh adz-Dzahabi berkata: “Ia adalah seorang Tabi’in dan haditsnya hasan.” Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Ia shaduq (orang yang benar) dan ia dibicarakan tentang Nashb.” (Lihat Mizaanul I’tidal I/173, Taqribut Tahdzib I/75 no. 308, ats-Tsiqat hal. 59 karya Imam al-‘Ijly dan kitab ats-Tsiqat IV/38 karya Ibnu Hibban.)
c. Abu Amir al-Hauzani ialah Abu ‘Amir ‘Abdullah bin Luhai.
• Imam Abu Zur’ah dan ad-Daruquthni berkata: “Ia tidak apa-apa (yakni boleh dipakai).”
• Imam al-‘Ijliy dan Ibnu Hibban berkata: “Dia orang yang tsiqah.”
• Al-Hafizh adz-Dzahabi dan Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata: “Ia adalah seorang perawi yang tsiqah.” (Lihat al-Jarhu wat Ta’dilu V/145, Tahdzibut Tahdzib V/327, Taqribut Tahdzib I/444 dan kitab al-Kasyif II/109.)
Derajat Hadits
Derajat hadits di atas adalah hasan, karena ada seorang perawi yang bernama Azhar bin ‘Abdillah, akan tetapi hadits ini naik menjadi shahih dengan syawahidnya.
Derajat hadits di atas adalah hasan, karena ada seorang perawi yang bernama Azhar bin ‘Abdillah, akan tetapi hadits ini naik menjadi shahih dengan syawahidnya.
Al-Hakim berkata: “Sanad-sanad hadits (yang banyak) ini, harus dijadikan hujjah untuk menshahihkan hadits ini. dan al-Hafizh adz-Dzahabi pun menyetujuinya.” (Lihat al-Mustadrak I/128.)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Hadits ini shahih masyhur.”
(Lihat kitab Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah I/405 karya Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany, cet. Maktabah al-Ma’arif.)
(Lihat kitab Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah I/405 karya Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany, cet. Maktabah al-Ma’arif.)
HADITS KETIGA:
Hadits ‘Auf bin Malik Radhiyallahu ‘anhu.
Hadits ‘Auf bin Malik Radhiyallahu ‘anhu.
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِيْ الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِيْ النَّارِ، قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ هُمْ؟ قَالَ: الْجَمَاعَةُ.
Dari ‘Auf bin Malik, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Yahudi terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, satu (golongan) masuk Surga dan yang 70 (tujuh puluh) di Neraka. Dan Nasrani terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan, yang 71 (tujuh puluh satu) golongan di Neraka dan yang satu di Surga. Dan demi Yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, ummatku benar-benar akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, yang satu di Surga, dan yang 72 (tujuh puluh dua) golongan di Neraka,’ Ditanyakan kepada beliau, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang masuk Surga itu) wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Al-Jama’ah.’
Keterangan
Hadits ini telah diriwayatkan oleh:
1. Ibnu Majah, dalam kitab Sunan-nya Kitabul Fitan bab Iftiraaqil Umam no. 3992.
2. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam kitab as-Sunnah I/32 no. 63.
3. Al-Lalikaa-i, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunah wal Jama’ah I/113 no. 149.
Hadits ini telah diriwayatkan oleh:
1. Ibnu Majah, dalam kitab Sunan-nya Kitabul Fitan bab Iftiraaqil Umam no. 3992.
2. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam kitab as-Sunnah I/32 no. 63.
3. Al-Lalikaa-i, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunah wal Jama’ah I/113 no. 149.
Semuanya telah meriwayatkan dari jalan ‘Amr, telah menceritakan kepada kami ‘Abbad bin Yusuf, telah menceritakan kepadaku Shafwan bin ‘Amr dari Rasyid bin Sa’ad dari ‘Auf bin Malik.
Perawi Hadits:
a. ‘Amr bin ‘Utsman bin Sa’ad bin Katsir bin Dinar al-Himshi.
An-Nasa-i dan Ibnu Hibban berkata: “Ia merupakan seorang perawi yang tsiqah.”
b. ‘Abbad bin Yusuf al-Kindi al-Himsi.
Ia dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Hibban. Ibnu ‘Adiy berkata: “Ia meriwayatkan dari Shafwan dan lainnya hadits-hadits yang ia menyendiri dalam meriwayatkannya.”
Ibnu Hajar berkata: “Ia maqbul (yakni bisa diterima haditsnya bila ada mutabi’nya).”
(Lihat Mizaanul I’tidal II/380, Tahdzibut Tahdzib V/96-97, Taqribut Tahdzib I/470 no. 3165.)
c. Shafwan bin ‘Amr: “Tsiqah.” (Taqribut Tahdzib I/439 no. 2949.)
d. Raasyid bin Sa’ad: “Tsiqah.” (Tahdzibut Tahdzib III/195, Taqribut Tahdzib I/289 no. 1859.)
a. ‘Amr bin ‘Utsman bin Sa’ad bin Katsir bin Dinar al-Himshi.
An-Nasa-i dan Ibnu Hibban berkata: “Ia merupakan seorang perawi yang tsiqah.”
b. ‘Abbad bin Yusuf al-Kindi al-Himsi.
Ia dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Hibban. Ibnu ‘Adiy berkata: “Ia meriwayatkan dari Shafwan dan lainnya hadits-hadits yang ia menyendiri dalam meriwayatkannya.”
Ibnu Hajar berkata: “Ia maqbul (yakni bisa diterima haditsnya bila ada mutabi’nya).”
(Lihat Mizaanul I’tidal II/380, Tahdzibut Tahdzib V/96-97, Taqribut Tahdzib I/470 no. 3165.)
c. Shafwan bin ‘Amr: “Tsiqah.” (Taqribut Tahdzib I/439 no. 2949.)
d. Raasyid bin Sa’ad: “Tsiqah.” (Tahdzibut Tahdzib III/195, Taqribut Tahdzib I/289 no. 1859.)
Derajat Hadits
Derajat hadits ini hasan, karena ada ‘Abbad bin Yusuf, tetapi hadits ini menjadi shahih dengan beberapa syawahidnya.
Derajat hadits ini hasan, karena ada ‘Abbad bin Yusuf, tetapi hadits ini menjadi shahih dengan beberapa syawahidnya.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani mengatakan hadits ini shahih dalam Shahih Ibnu Majah II/364 no. 3226 cetakan Maktabut Tarbiyatul ‘Arabiy li Duwalil Khalij cet. III thn. 1408 H, dan Silisilah al-Ahaadits ash-Shahihah no. 1492.
HADITS KEEMPAT:
Hadits tentang terpecahnya ummat menjadi 73 golongan diriwayatkan juga oleh Anas bin Malik dengan mempunyai 8 (delapan) jalan (sanad) di antaranya dari jalan Qatadah diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 3993:
Hadits tentang terpecahnya ummat menjadi 73 golongan diriwayatkan juga oleh Anas bin Malik dengan mempunyai 8 (delapan) jalan (sanad) di antaranya dari jalan Qatadah diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 3993:
Lafazh-nya adalah sebagai berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ اِفْتَرَقَتْ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَإِنَّ أُمَّتِيْ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً؛ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
Dari Anas bin Malik, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, dan sesungguhnya ummatku akan terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan, yang semuanya berada di Neraka, kecuali satu golongan, yakni “al-Jama’ah.”
Imam al-Bushiriy berkata, “Sanadnya shahih dan para perawinya tsiqah.[1]
Hadits ini dishahih-kan oleh Imam al-Albany dalam shahih Ibnu Majah no. 3227.
(Lihat tujuh sanad lainnya yang terdapat dalam Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah I/360-361)
(Lihat tujuh sanad lainnya yang terdapat dalam Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah I/360-361)
HADITS KELIMA:
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dalam Kitabul Iman, bab Maa Jaa-a Fiftiraaqi Haadzihil Ummah no. 2641 dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash dan Imam al-Laalika-i juga meriwayatkan dalam kitabnya Syarah Ushuli I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/111-112 no. 147) dari Shahabat dan dari jalan yang sama, dengan ada tambahan pertanyaan, yaitu: “Siapakah golongan yang selamat itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dalam Kitabul Iman, bab Maa Jaa-a Fiftiraaqi Haadzihil Ummah no. 2641 dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash dan Imam al-Laalika-i juga meriwayatkan dalam kitabnya Syarah Ushuli I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/111-112 no. 147) dari Shahabat dan dari jalan yang sama, dengan ada tambahan pertanyaan, yaitu: “Siapakah golongan yang selamat itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
مَاأَنَا عَلَيْهِ وَ أَصْحَابِيْ
“Ialah golongan yang mengikuti jejakku dan jejak para Shahabatku.”
Lafazh-nya secara lengkap adalah sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِيْ مَا أَتَى عَلَى بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلاَنِيَةً لَكَانَ فِيْ أُمَّتِيْ مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً، قَالُوْا: وَمَنْ هِيَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sungguh akan terjadi pada ummatku, apa yang telah terjadi pada ummat bani Israil sedikit demi sedikit, sehingga jika ada di antara mereka (Bani Israil) yang menyetubuhi ibunya secara terang-terangan, maka niscaya akan ada pada ummatku yang mengerjakan itu. Dan sesungguhnya bani Israil berpecah menjadi tujuh puluh dua millah, semuanya di Neraka kecuali satu millah saja dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga millah, yang semuanya di Neraka kecuali satu millah.’ (para Shahabat) bertanya, ‘Siapa mereka wahai Rasulullah?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Apa yang aku dan para Shahabatku berada di atasnya.’”
(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 2641, dan ia berkata: “Ini merupakan hadits penjelas yang gharib, kami tidak mengetahuinya seperti ini, kecuali dari jalan ini.”)
(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 2641, dan ia berkata: “Ini merupakan hadits penjelas yang gharib, kami tidak mengetahuinya seperti ini, kecuali dari jalan ini.”)
Perawi Hadits
Dalam sanad hadits ini ada seorang perawi yang lemah, yaitu ‘Abdur Rahman bin Ziyad bin An’um al-Ifriqiy. Ia dilemahkan oleh Yahya bin Ma’in, Imam Ahmad, an-Nasa-i dan selain mereka. Ibnu Hajar al-Asqalani berkata: “Ia lemah hafalannya.”
(Tahdzibut Tahdzib VI/157-160, Taqribut Tahdzib I/569 no. 3876.)
Dalam sanad hadits ini ada seorang perawi yang lemah, yaitu ‘Abdur Rahman bin Ziyad bin An’um al-Ifriqiy. Ia dilemahkan oleh Yahya bin Ma’in, Imam Ahmad, an-Nasa-i dan selain mereka. Ibnu Hajar al-Asqalani berkata: “Ia lemah hafalannya.”
(Tahdzibut Tahdzib VI/157-160, Taqribut Tahdzib I/569 no. 3876.)
Derajat Hadits
Imam at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan, karena banyak syawahid-nya. Bukan beliau menguatkan perawi di atas, karena dalam bab Adzan beliau melemahkan perawi ini.
(Lihat Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah no. 1348 dan kitab Shahih Tirmidzi no. 2129.)
Imam at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan, karena banyak syawahid-nya. Bukan beliau menguatkan perawi di atas, karena dalam bab Adzan beliau melemahkan perawi ini.
(Lihat Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah no. 1348 dan kitab Shahih Tirmidzi no. 2129.)
KESIMPULAN
Kedudukan hadits-hadits di atas setelah diadakan penelitian oleh para Ahli Hadits, maka mereka berkesimpulan bahwa hadits-hadits tentang terpecahnya ummat ini menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, 72 (tujuh puluh dua) golongan masuk Neraka dan satu golongan masuk Surga adalah hadits yang shahih, yang memang sah datangnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tidak boleh seorang pun meragukan tentang keshahihan hadits-hadits tersebut, kecuali kalau ia dapat membuktikan berdasarkan ilmu hadits tentang kelemahannya.
Kedudukan hadits-hadits di atas setelah diadakan penelitian oleh para Ahli Hadits, maka mereka berkesimpulan bahwa hadits-hadits tentang terpecahnya ummat ini menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, 72 (tujuh puluh dua) golongan masuk Neraka dan satu golongan masuk Surga adalah hadits yang shahih, yang memang sah datangnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tidak boleh seorang pun meragukan tentang keshahihan hadits-hadits tersebut, kecuali kalau ia dapat membuktikan berdasarkan ilmu hadits tentang kelemahannya.
Hadits-hadits tentang terpecahnya ummat Islam menjadi tujuh puluh tiga golongan adalah hadits yang shahih sanad dan matannya. Dan yang menyatakan hadits ini shahih adalah pakar-pakar hadits yang memang sudah ahli di bidangnya. Kemudian menurut kenyataan yang ada bahwa ummat Islam ini berpecah belah, berfirqah-firqah (bergolongan-golongan), dan setiap golongan bang-ga dengan golongannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang ummat Islam berpecah belah seperti kaum musyrikin:
“Artinya : Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama me-reka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” [Ar-Rum: 31-32]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jalan keluar, jalan selamat dunia dan akhirat. Yaitu berpegang kepada Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya.
ALASAN MEREKA YANG MELEMAHKAN HADITS INI SERTA BANTAHANNYA
Ada sebagian orang melemahkan hadits-hadits tersebut karena melihat jumlah yang berbeda-beda dalam penyebutan jumlah bilangan firqah (kelompok) yang binasa tersebut, yakni di satu hadits disebutkan sebanyak 70 (tujuh puluh) firqah, di hadits yang lainnya disebutkan sebanyak 71 (tujuh puluh satu) firqah, di hadits yang lainnya lagi disebutkan sebanyak 72 (tujuh puluh dua) firqah, dan hanya satu firqah yang masuk Surga.
Ada sebagian orang melemahkan hadits-hadits tersebut karena melihat jumlah yang berbeda-beda dalam penyebutan jumlah bilangan firqah (kelompok) yang binasa tersebut, yakni di satu hadits disebutkan sebanyak 70 (tujuh puluh) firqah, di hadits yang lainnya disebutkan sebanyak 71 (tujuh puluh satu) firqah, di hadits yang lainnya lagi disebutkan sebanyak 72 (tujuh puluh dua) firqah, dan hanya satu firqah yang masuk Surga.
Oleh karena itu saya akan terangkan tahqiqnya, berapa jumlah firqah yang binasa itu?
Pertama, di dalam hadits ‘Auf bin Malik dari jalan Nu’aim bin Hammad yang diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam kitab Musnad-nya (I/98) no. 172, dan Hakim (IV/ 430) disebut tujuh puluh (70) firqah lebih, dengan tidak menentukan jumlahnya yang pasti.
Akan tetapi, sanad hadits ini dha’if (lemah), karena di dalam sanadnya ada seorang perawi yang bernama Nu’aim bin Hammad al-Khuzaa’i.
Ibnu Hajar berkata, “Ia banyak salahnya.”
An-Nasa-i berkata, “Ia orang yang lemah.”
(Lihat Mizaanul I’tidal IV/267-270, Taqribut Tahdzib II/250 no. 7192 dan Silsilatul Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhuu’ah I/148, 402 oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.)
Kedua, di hadits Sa’ad bin Abi Waqqash dari jalan Musa bin ‘Ubaidah ar-Rabazi yang diriwayatkan oleh al-Ajurri dalam kitab asy-Sya’riah, al-Bazzar dalam kitab Musnad-nya sebagaimana yang telah disebutkan oleh al-Hafizh al-Haitsami dalam kitab Kasyful Atsaar ‘an Zawaa-idil Bazzar no. 284. Dan Ibnu Baththah dalam kitab Ibanatil Kubra nomor 263, 267. Disebutkan dengan bilangan tujuh puluh satu (71) firqah, sebagaimana Bani Israil.
Akan tetapi sanad hadits ini juga dha’if, karena di dalamnya ada seorang perawi yang bernama Musa bin ‘Ubaidah, ia adalah seorang perawi yang dha’if.
(Lihat Taqribut Tahdzib II/226 no. 7015.)
(Lihat Taqribut Tahdzib II/226 no. 7015.)
Ketiga, di hadits ‘Amr bin ‘Auf dari jalan Katsir bin ‘Abdillah, dan dari Anas dari jalan Walid bin Muslim yang diriwayatkan oleh Hakim (I/129) dan Imam Ahmad di dalam Musnad-nya, disebutkan bilangan tujuh puluh dua (72) firqah.
Akan tetapi sanad hadits ini pun dha’ifun jiddan (sangat lemah), karena di dalam sanadnya ada dua orang perawi di atas.
(Taqribut Tahdzib II/39 no. 5643, Mizaanul I’tidal IV/347-348 dan Taqribut Tahdzib II/289 no. 7483.)
(Taqribut Tahdzib II/39 no. 5643, Mizaanul I’tidal IV/347-348 dan Taqribut Tahdzib II/289 no. 7483.)
Keempat, dalam hadits Abu Hurairah, Mu’awiyah, ’Auf bin Malik, ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, Ali bin Abi Thalib dan sebagian dari jalan Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh para imam Ahli Hadits disebut sebanyak tujuh puluh tiga (73) firqah, yaitu yang tujuh puluh dua (72) firqah masuk Neraka dan satu (1) firqah masuk Surga.
Dan derajat hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana telah dijelaskan di atas.
TARJIH
Setelah kita melewati pembahasan di atas, maka dapatlah kita simpulkan bahwa yang lebih kuat adalah yang menyebutkan dengan 73 (tujuh puluh tiga) golongan.
Setelah kita melewati pembahasan di atas, maka dapatlah kita simpulkan bahwa yang lebih kuat adalah yang menyebutkan dengan 73 (tujuh puluh tiga) golongan.
Kesimpulan tersebut disebabkan karena hadits-hadits yang menerangkan tentang terpecahnya ummat menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan adalah lebih banyak sanadnya dan lebih kuat dibanding hadits-hadits yang menyebut 70 (tujuh puluh), 71 (tujuh puluh satu), atau 72 (tujuh puluh dua).
MAKNA HADITS
Sebagian orang menolak hadits-hadits yang shahih karena mereka lebih mendahulukan akal daripada wahyu, padahal yang benar adalah wahyu yang berupa nash al-Qur’an dan Sunnah yang sah lebih tinggi dan jauh lebih utama dibanding dengan akal manusia. Wahyu adalah ma’shum sedangkan akal manusia tidak ma’shum. Wahyu bersifat tetap dan terpelihara sedangkan akal manusia berubah-ubah. Dan manusia mempunyai sifat-sifat kekurangan, di antaranya:
Sebagian orang menolak hadits-hadits yang shahih karena mereka lebih mendahulukan akal daripada wahyu, padahal yang benar adalah wahyu yang berupa nash al-Qur’an dan Sunnah yang sah lebih tinggi dan jauh lebih utama dibanding dengan akal manusia. Wahyu adalah ma’shum sedangkan akal manusia tidak ma’shum. Wahyu bersifat tetap dan terpelihara sedangkan akal manusia berubah-ubah. Dan manusia mempunyai sifat-sifat kekurangan, di antaranya:
Manusia ini adalah lemah, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
“Artinya : Dan diciptakan dalam keadaan lemah.” [An-Nisaa’: 28]
Dan manusia itu juga jahil (bodoh), zhalim dan sedikit ilmunya, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
“Artinya : Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesung-guhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh.” [Al-Ahzaab: 72]
Serta seringkali berkeluh kesah, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
“Artinya ; Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” [Al-Ma’aarij : 19]
Sedangkan wahyu tidak ada kebathilan di dalamnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
“Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’an) kebathilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Mahabijaksana lagi Mahaterpuji.” [Al-Fushshilat : 42]
Adapun masalah makna hadits yang masih musykil (sulit difahami), maka janganlah dengan alasan tersebut kita terburu-buru untuk menolak hadits-hadits yang sahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena betapa banyaknya hadits-hadits sah yang belum dapat kita fahami makna dan maksudnya.
Permasalahan yang harus diperhatikan adalah bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui daripada kita. Al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih tidak akan mungkin bertentangan dengan akal manusia selama-lamanya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa ummatnya akan mengalami perpecahan dan perselisihan dan akan menjadi 73 (tujuh puluh tiga) firqah, semuanya ini telah terbukti.
Dan yang terpenting bagi kita sekarang ini ialah berusaha mengetahui tentang kelompok-kelompok yang binasa dan golongan yang selamat serta ciri-ciri mereka berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah yang sah dan penjelasan para Shahabat dan para ulama Salaf, agar kita termasuk ke dalam “Golongan yang selamat” dan menjauhkan diri dari kelompok-kelompok sesat yang kian hari kian berkembang.
Golongan yang selamat hanya satu, dan jalan selamat menuju kepada Allah hanya satu, Allah Subahanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada-mu agar kamu bertaqwa.” [Al-An’am: 153]
Jalan yang selamat adalah jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sha-habatnya.
Bila ummat Islam ingin selamat dunia dan akhirat, maka mereka wajib mengikuti jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya.
Mudah-mudahan Allah membimbing kita ke jalan selamat dan memberikan hidayah taufiq untuk mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya.
Wallahu a’lam bish shawab.
MARAJI’
1. Al-Qur-anul karim serta terjemahannya, DEPAG.
2. Shahih al-Bukhari dan Syarah-nya cet. Daarul Fikr.
3. Shahih Muslim cet. Darul Fikr (tanpa nomor) dan tarqim: Muhammad Fuad Abdul Baqi dan Syarah-nya (Syarah Imam an-Nawawy).
4. Sunan Abi Dawud.
5. Jaami’ at-Tirmidzi.
6. Sunan Ibni Majah.
7. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, cet. Daarul Fikr, th. 1398 H.
8. Sunan ad-Darimi, cet. Daarul Fikr, th. 1389 H.
9. Al-Mustadrak, oleh Imam al-Hakim, cet. Daarul Fikr, th. 1398 H.
10. Mawaariduzh Zham-aan fii Zawaa-id Ibni Hibban, oleh al-Hafizh al-Haitsamy, cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah.
11. Musnad Abu Ya’la al-Maushiliy, oleh Abu Ya’la al-Maushiliy, cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah, th. 1418 H.
12. Kitaabus Sunnah libni Abi ‘Ashim, oleh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Al-Maktab al-Islamy, th. 1413 H.
13. Al-Ibanah ‘an Syari’atil Firqatin Najiyah (Ibaanatul Kubra), oleh Ibnu Baththah al-Ukbary, tahqiq: Ridha bin Nas’an Mu’thi, cet. Daarur Raayah, th. 1415 H.
14. As-Sunnah, oleh Imam Ibnu Abi ‘Ashim.
15. Kitaabusy Syari’ah, oleh Imam al-Ajurry, tahqiq: Dr. ‘Ab-dullah bin ‘Umar bin Sulaiman ad-Damiji, th. 1418 H.
16. Al-Jarhu wat-Ta’dil, oleh Ibnu Abi Hatim ar-Raazy, cet. Daarul Fikr.
17. Tahdziibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqa-lani, cet. Daarul Fikr.
18. Taqriibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqa-lani, cet. Daarul Fikr.
19. Mizaanul I’tidaal, oleh Imam adz-Dzahabi.
20. Shahiih at-Tirmidzi bi Ikhtishaaris Sanad, oleh Imam al-Albani, cet. Maktabah at-Tarbiyah al-‘Arabi lid-Duwal al-Khalij, th. 1408 H.
21. Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Makatabah al-Ma’arif.
22. Al-I’tisham, oleh Imam asy-Syathibi, tahqiq: Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly, cet. II-Daar Ibni ‘Affan, th. 1414 H.
23. Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunah wal Jama’ah, oleh Imam al-Lalikaa-iy, tahqiq: Dr. Ahmad bin Sa’id bin Hamdan al-Ghamidi, cet. Daar Thayyibah, th. 1418 H.
24. Al-Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, oleh al-Ashbahani, tah-qiq: Syaikh Muhammad bin Rabi’ bin Hadi ‘Amir al-Madkhali, cet. Daarur Raayah, th. 1411 H.
25. Ats-Tsiqaat, oleh Imam al-’Ijly.
26. Ats-Tsiqat, oleh Imam Ibnu Hibban.
27. Al-Kasyif, oleh Imam adz-Dzahaby.
28. Silsilatul Ahaadits adh-Dhai’fah wal Maudhuu’ah oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany.
29. Shahih Ibnu Majah, oleh Syaikh Muhammad Nashirud-din al-Albany, cetakan Maktabut Tarbiyatul ‘Arabiy lid-Duwalil Khalij, cet. III, thn. 1408 H.
30. Mishbahuz Zujajah, oleh al-Hafizh al-Busairy.
31. Kasyful Atsaar ‘an Zawaa-idil Bazzar, oleh al-Hafizh al-Haitsami.
1. Al-Qur-anul karim serta terjemahannya, DEPAG.
2. Shahih al-Bukhari dan Syarah-nya cet. Daarul Fikr.
3. Shahih Muslim cet. Darul Fikr (tanpa nomor) dan tarqim: Muhammad Fuad Abdul Baqi dan Syarah-nya (Syarah Imam an-Nawawy).
4. Sunan Abi Dawud.
5. Jaami’ at-Tirmidzi.
6. Sunan Ibni Majah.
7. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, cet. Daarul Fikr, th. 1398 H.
8. Sunan ad-Darimi, cet. Daarul Fikr, th. 1389 H.
9. Al-Mustadrak, oleh Imam al-Hakim, cet. Daarul Fikr, th. 1398 H.
10. Mawaariduzh Zham-aan fii Zawaa-id Ibni Hibban, oleh al-Hafizh al-Haitsamy, cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah.
11. Musnad Abu Ya’la al-Maushiliy, oleh Abu Ya’la al-Maushiliy, cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah, th. 1418 H.
12. Kitaabus Sunnah libni Abi ‘Ashim, oleh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Al-Maktab al-Islamy, th. 1413 H.
13. Al-Ibanah ‘an Syari’atil Firqatin Najiyah (Ibaanatul Kubra), oleh Ibnu Baththah al-Ukbary, tahqiq: Ridha bin Nas’an Mu’thi, cet. Daarur Raayah, th. 1415 H.
14. As-Sunnah, oleh Imam Ibnu Abi ‘Ashim.
15. Kitaabusy Syari’ah, oleh Imam al-Ajurry, tahqiq: Dr. ‘Ab-dullah bin ‘Umar bin Sulaiman ad-Damiji, th. 1418 H.
16. Al-Jarhu wat-Ta’dil, oleh Ibnu Abi Hatim ar-Raazy, cet. Daarul Fikr.
17. Tahdziibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqa-lani, cet. Daarul Fikr.
18. Taqriibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqa-lani, cet. Daarul Fikr.
19. Mizaanul I’tidaal, oleh Imam adz-Dzahabi.
20. Shahiih at-Tirmidzi bi Ikhtishaaris Sanad, oleh Imam al-Albani, cet. Maktabah at-Tarbiyah al-‘Arabi lid-Duwal al-Khalij, th. 1408 H.
21. Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Makatabah al-Ma’arif.
22. Al-I’tisham, oleh Imam asy-Syathibi, tahqiq: Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly, cet. II-Daar Ibni ‘Affan, th. 1414 H.
23. Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunah wal Jama’ah, oleh Imam al-Lalikaa-iy, tahqiq: Dr. Ahmad bin Sa’id bin Hamdan al-Ghamidi, cet. Daar Thayyibah, th. 1418 H.
24. Al-Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, oleh al-Ashbahani, tah-qiq: Syaikh Muhammad bin Rabi’ bin Hadi ‘Amir al-Madkhali, cet. Daarur Raayah, th. 1411 H.
25. Ats-Tsiqaat, oleh Imam al-’Ijly.
26. Ats-Tsiqat, oleh Imam Ibnu Hibban.
27. Al-Kasyif, oleh Imam adz-Dzahaby.
28. Silsilatul Ahaadits adh-Dhai’fah wal Maudhuu’ah oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany.
29. Shahih Ibnu Majah, oleh Syaikh Muhammad Nashirud-din al-Albany, cetakan Maktabut Tarbiyatul ‘Arabiy lid-Duwalil Khalij, cet. III, thn. 1408 H.
30. Mishbahuz Zujajah, oleh al-Hafizh al-Busairy.
31. Kasyful Atsaar ‘an Zawaa-idil Bazzar, oleh al-Hafizh al-Haitsami.
[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]
_______
Footnote
1] Lihat kitab Mishbahuz Zujajah (IV/180). Secara lengkap perkataannya adalah sebagai berikut: Ini merupakan sanad (hadits) yang shahih, para perawinya tsiqah, dan telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad juga dalam Musnad-nya dari hadits Anas pula, begitu juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la al-Maushiliy.
_______
Footnote
1] Lihat kitab Mishbahuz Zujajah (IV/180). Secara lengkap perkataannya adalah sebagai berikut: Ini merupakan sanad (hadits) yang shahih, para perawinya tsiqah, dan telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad juga dalam Musnad-nya dari hadits Anas pula, begitu juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la al-Maushiliy.
Sumber: https://almanhaj.or.id/453-kedudukan-hadits-tujuh-puluh-tiga-golongan-umat-islam.html
Thursday, July 6, 2017
💌 BILA DO’AMU TAK KUNJUNG TERJAWAB
Syaikh Dr. Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar As-Syinqity pernah ditanya:
“Wahai syaikh… Aku banyak berdo’a kepada Allah.. namun Allah belum mengabulkan do’aku, akupun belum melihat tanda bahwa do’aku akan terkabul, dan saat ini aku merara kecewa dan frustasi, padahal aku telah bersungguh-sungguh dalam berdo’a, maka apa nasehat anda untukku.?”
Syaikh menjawab:
“Akhi fillah…. Selama engkau berdoa kepada-Nya, maka engkau takkan merugi,teruslah berdo’a. Adapun apa yang engkau sebut dengan frustatasi, itu tidak lain adalah tipu daya syaithon (untuk memalingkanmu dari-Nya).
Tidaklah engkau berdo’a kepada Allah melainkan Dia pasti mengabulkan pintamu, atau menghindarkanmu dari bahaya yang nilainya seperti apa yang engkau pinta, atau memberimu derajad disurga yang nilainya sama dengan yang dulu engkau pinta di dunia. Maka (pada hakikatnya) setiap saat engkau terjaga dan tetap bisa meraih karunia Allah kapan saja dan dalam kondisi bagaimanapun.
Adapun anggapan bahwa Allah tidak mengabulkan do’amu, maka ini merupakan bentuk su’dzon kepada Allah. Sementara rasa frustasi dan kecewa semua itu berasal dari syaithan, tidak usah engkau pedulikan.
Akhi fillah…
Boleh jadi engkau memohon pada Allah sesuatu, padahal sesuatu itu nantinya malah membuat dirimu sengsara didunia dan akhirat. Kemudian Allah menghindarkanmu dari hal tersebut sebagai bentuk kasih sayang-Nya terhadapmu.
Berapa banyak orang yang memohon kepada Allah dengan sebuah permohonan, namun Allah tahu bila permohonan itu dikabulkan kelak hanya akan merusak agamanya, Kemudian Allah menjauhkan hal itu dari hamba-Nya karena rahmat dan kasih sayang-Nya.
Berbaik sangkalah pada Allah. .
Yakinilah bahwa do’a merupakan tali penghubung antara engkau dan Allah..
Dengan do’a engkau dapat meraih kebaikan dunia dan akhirat..
Berbaik sangkalah pada Allah, yakinkan dirimu bahwa Dia tidak akan membuatmu kecewa, yakinkan juga bahwa ketika Dia menunda pengabulan atas do’amu itu karena ada hikmah (yang tidak engkau ketahui).
Kadang seseorang berdo’a, “Ya Allah.. Aku ingin mobil, istri, harta, atau ingin ini, ingin itu, padahal Allah tau bila semua itu terkumpul pada diri seorang hamba, apalagi dizaman ini maka akan merusak agamanya. Allah pun menunda pemberian itu hingga waktu yang tepat agar semuanya menjadi penyebab hamba-Nya tersebut meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Allah berfirman:
والله يعلم وأنتم لا تعلمون
“Dan Allah Mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui”
Maka berbaik-sangkalah kepada Allah dan lapangkan dadamu, karena engkau sedang memohon pada Allah, Dzat yang perbendaharaan-Nya tidak akan habis, pintamu takkan membuat kerajaan-Nya berkurang.
Allah berfirman dalam hadits qudsi:
يا عبادي لو أن أولكم و آخركم وإنسكم وجنكم قاموا على صعيد واحد فسألوني فأعطيت كل واحد مسألته ما نقص ذلك مما عندي إلا كما ينقص المخيط إذا أدخل البحر
“Wahai hambaku…
Sungguh seandainya orang yang terdahulu di antara kalian dan yang terakhir, baik manusia maupun jin, berdiri diatas bumi yang satu, lalu mereka memohon kepadaku, maka akan Aku penuhi seluruh permintaan mereka, tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada pada-Ku, kecuali seperti sebatang jarum yang dicelupkan ke dalam samudra.”
Tidak sulit bagi Allah memberi apa yang engkau pinta.. tapi Allah menginginkan kebaikan untukmu. Dia ingin menjauhkanmu dari segala macam keburukan.
Allah berfirman:
“Tidaklah Aku ragu-ragu melakukan sesuatu seperti keraguanku ketika hendak merenggut jiwa hamba-Ku yang beriman, dia membenci kematian sedang aku tak suka menyakitinya padahal itu sebuah keharusan” (HR. Imam Al-Bukhori)
Dialah Raja diraja, Dia tidak ingin engkau terluka..
Dia tidak ingin keburukan menimpamu..
Allah menundukkan apa yang ada dilangit dan dibumi untukmu, Allah mengaruniakan segala nikmat-Nya untukmu, menjagamu dari marabahaya, kemudian engkau membalasnya dengan persangkaan buruk dan rasa kecewa..?
Demi Allah. .. Andai Dia menginginkan keburukan padamu, maka pasti engkau takkan bisa mendengar, melihat, berfikir, atau bahkan berjalan diatas bumi-Nya.
Renungkan pada siapa engkau meminta dan berharap..?
Jauhi prasangka-prasangka buruk itu, jauhilah jalan syaithon, sucikan dirimu dengan sesuatu yang telah diwasiatkan Arrahman padamu, jangan tergesa-gesa pada sesuatu yang menjadi urusan Allah.
Renungkan… Mereka para nabi dan rasul, kadang Allah menunda jalan keluar atas urusan mereka karena hikmah, mereka kemudian bersabar, dan menyabarkan diri, ingat apa yang terjadi ketika perang Ahzab
Allah mengisahkan:
إِذْ جاؤُوكُمْ مِنْ فَوْقِكُمْ وَ مِنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَ إِذْ زاغَتِ الْأَبْصارُ وَ بَلَغَتِ الْقُلُوبُ الْحَناجِرَ وَ تَظُنُّونَ بِاللهِ الظُّنُونَا
“Ketika mereka datang kepada kamu dari atas kamu dan dari sebelah bawah kamu dan seketika telah kacau-balau penglihatan dan telah mengenai hati ke kerongkongan dan kamu menyangka terhadap Allah berbagai persangkaan.”
هُنالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ وَ زُلْزِلُوا زِلْزالاً شَديدا
“Di situlah diuji orang-orang yang beriman dan akan digoncangkan dengan goncangan yang sangat.”
Lihatlah. . Rasulullah dan para sahabat bersabar sejak hari sabtu, kemudian ahad, senin, selasa demi menjaga kota Madinah dari kepungan musuh ditengah situasi yang sangat sulit dan pelik, barulah pada hari rabu Allah memberi jalan keluar untuknya dan para sahabat.
Akhi fillah…
Sekali lagi… Allah punya hikmah dalam setiap keputusan-Nya, lapangkah hatimu dan yakini Rabbmu.
Berapa banyak ujian yang menimpa seseorang, baik berupa sakit yang menimpa raganya, atau sesatu yang menyakitkan terjadi pada anaknya, istrinya, orang-orang yang di cintainya, atau pada hartanya, seperti terlilit hutang, galau, cemas, sungguh tidak ada sesuatu yang dapat melapangkannya dari belenggu kesulitan itu kecuali ridha pada keputusan Allah, husnudzon kepada-Nya serta sungguh-sungguh dalam do’a kepada-Nya,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan mencukupkan (segala keperluan)nya” (QS ath-Thalaaq: 3).
Ingatlah. .. Allah telah memaklumkan pada hamba-Nya, bahwa barangsiapa yang bersabar, maka akan Allah berikan jalan keluar untuknya.
Tidak ada sesuatu yang sulit bagi Allah..
Jangan pernah berpikir bahwa permohonanmu itu menyulitkan Allah, atau Allah tidak ingin mengabulkan pintamu.
Boleh jadi seseorang meminta agar Allah mengaruniakan padanya anak, namun Allah menundanya, karena Dia tahu boleh jadi dari rahim istrinya akan terlahir anak yang fasik dan pendosa, bukankah ini sebentuk kasih sayang dari-Nya..?
وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا . فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا
خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا
“Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).”
ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
“Demikian itulah ta’wil yang kau tak mampu bersabar atasnya.”
Bila engkau berdo’a dan merasa do’amu belum dikabulkan, maka berbaik sangkalah kepadaa Allah…
Percaya pada Allah..
Kamu tidak bisa meraih bahagia kecuali dengan izin Allah…
Kamu tidak dapat menolak musibah kecuali dengab izin Allah..
Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan izin Allah
Siapa yang menggantungkan urusannya pada Allah, maka Allah akan jadi penolongnya…
Allah sebaik-baik pelindung dan penolong…
Jangan sampai engkau kehilangan akhiratmu…
Bila engkau memohon suatu permasalahan, maka jangan kau rusak akhiratmu dengan permasalahan itu, yaitu dengan cara berputus asa dari rahmat-Nya.
Putus asa itu menunjukkan lemahnya iman…
Jangan sampai Allah melihatmu dalam keadaan lemah iman…
Bila engkau diuji….
Katakan bahwa semua ini akan berakhir…
Katakan pasti akan ada jalan keluar…
Katakan Ini takkan lama dan pasti berlalu.
Wallahu a’lam
(Diterjemahkan dengan sedikit penyelarasan)
📝 Oleh Ustadz Aan Chandra Thalib, Lc حفظه الله تعالى
🔊 [ 📖 ] BBG Al-Ilmu
📨 Diposting dan disebarkan kembali oleh Maa Haadzaa
🕌 Silahkan bergabung untuk mendapatkan info seputar kajian dan atau ilmu sesuai sunnah
Melalui:
Website https://www.maahaadzaa.com
Join Channel Telegram https://goo.gl/tF79wg
Like Facebook Fans Page https://goo.gl/NSB792
Subscribe YouTube https://goo.gl/mId5th
Follow Instagram https://goo.gl/w33Dje
Follow Twitter https://goo.gl/h3OTLd
Add BBM PIN: D3696C01
WhatsApp Group khusus *Ikhwan* https://chat.whatsapp.com/Cm7bOEaYArdAo55VDEi5UL
WhatsApp Group khusus *Akhwat* https://chat.whatsapp.com/L5p0vptxZyZ6UfuHGo814w
Silahkan disebarluaskan tanpa merubah isinya. Semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita.
Jazaakumullahu khairan.
Syaikh Dr. Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar As-Syinqity pernah ditanya:
“Wahai syaikh… Aku banyak berdo’a kepada Allah.. namun Allah belum mengabulkan do’aku, akupun belum melihat tanda bahwa do’aku akan terkabul, dan saat ini aku merara kecewa dan frustasi, padahal aku telah bersungguh-sungguh dalam berdo’a, maka apa nasehat anda untukku.?”
Syaikh menjawab:
“Akhi fillah…. Selama engkau berdoa kepada-Nya, maka engkau takkan merugi,teruslah berdo’a. Adapun apa yang engkau sebut dengan frustatasi, itu tidak lain adalah tipu daya syaithon (untuk memalingkanmu dari-Nya).
Tidaklah engkau berdo’a kepada Allah melainkan Dia pasti mengabulkan pintamu, atau menghindarkanmu dari bahaya yang nilainya seperti apa yang engkau pinta, atau memberimu derajad disurga yang nilainya sama dengan yang dulu engkau pinta di dunia. Maka (pada hakikatnya) setiap saat engkau terjaga dan tetap bisa meraih karunia Allah kapan saja dan dalam kondisi bagaimanapun.
Adapun anggapan bahwa Allah tidak mengabulkan do’amu, maka ini merupakan bentuk su’dzon kepada Allah. Sementara rasa frustasi dan kecewa semua itu berasal dari syaithan, tidak usah engkau pedulikan.
Akhi fillah…
Boleh jadi engkau memohon pada Allah sesuatu, padahal sesuatu itu nantinya malah membuat dirimu sengsara didunia dan akhirat. Kemudian Allah menghindarkanmu dari hal tersebut sebagai bentuk kasih sayang-Nya terhadapmu.
Berapa banyak orang yang memohon kepada Allah dengan sebuah permohonan, namun Allah tahu bila permohonan itu dikabulkan kelak hanya akan merusak agamanya, Kemudian Allah menjauhkan hal itu dari hamba-Nya karena rahmat dan kasih sayang-Nya.
Berbaik sangkalah pada Allah. .
Yakinilah bahwa do’a merupakan tali penghubung antara engkau dan Allah..
Dengan do’a engkau dapat meraih kebaikan dunia dan akhirat..
Berbaik sangkalah pada Allah, yakinkan dirimu bahwa Dia tidak akan membuatmu kecewa, yakinkan juga bahwa ketika Dia menunda pengabulan atas do’amu itu karena ada hikmah (yang tidak engkau ketahui).
Kadang seseorang berdo’a, “Ya Allah.. Aku ingin mobil, istri, harta, atau ingin ini, ingin itu, padahal Allah tau bila semua itu terkumpul pada diri seorang hamba, apalagi dizaman ini maka akan merusak agamanya. Allah pun menunda pemberian itu hingga waktu yang tepat agar semuanya menjadi penyebab hamba-Nya tersebut meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Allah berfirman:
والله يعلم وأنتم لا تعلمون
“Dan Allah Mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui”
Maka berbaik-sangkalah kepada Allah dan lapangkan dadamu, karena engkau sedang memohon pada Allah, Dzat yang perbendaharaan-Nya tidak akan habis, pintamu takkan membuat kerajaan-Nya berkurang.
Allah berfirman dalam hadits qudsi:
يا عبادي لو أن أولكم و آخركم وإنسكم وجنكم قاموا على صعيد واحد فسألوني فأعطيت كل واحد مسألته ما نقص ذلك مما عندي إلا كما ينقص المخيط إذا أدخل البحر
“Wahai hambaku…
Sungguh seandainya orang yang terdahulu di antara kalian dan yang terakhir, baik manusia maupun jin, berdiri diatas bumi yang satu, lalu mereka memohon kepadaku, maka akan Aku penuhi seluruh permintaan mereka, tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada pada-Ku, kecuali seperti sebatang jarum yang dicelupkan ke dalam samudra.”
Tidak sulit bagi Allah memberi apa yang engkau pinta.. tapi Allah menginginkan kebaikan untukmu. Dia ingin menjauhkanmu dari segala macam keburukan.
Allah berfirman:
“Tidaklah Aku ragu-ragu melakukan sesuatu seperti keraguanku ketika hendak merenggut jiwa hamba-Ku yang beriman, dia membenci kematian sedang aku tak suka menyakitinya padahal itu sebuah keharusan” (HR. Imam Al-Bukhori)
Dialah Raja diraja, Dia tidak ingin engkau terluka..
Dia tidak ingin keburukan menimpamu..
Allah menundukkan apa yang ada dilangit dan dibumi untukmu, Allah mengaruniakan segala nikmat-Nya untukmu, menjagamu dari marabahaya, kemudian engkau membalasnya dengan persangkaan buruk dan rasa kecewa..?
Demi Allah. .. Andai Dia menginginkan keburukan padamu, maka pasti engkau takkan bisa mendengar, melihat, berfikir, atau bahkan berjalan diatas bumi-Nya.
Renungkan pada siapa engkau meminta dan berharap..?
Jauhi prasangka-prasangka buruk itu, jauhilah jalan syaithon, sucikan dirimu dengan sesuatu yang telah diwasiatkan Arrahman padamu, jangan tergesa-gesa pada sesuatu yang menjadi urusan Allah.
Renungkan… Mereka para nabi dan rasul, kadang Allah menunda jalan keluar atas urusan mereka karena hikmah, mereka kemudian bersabar, dan menyabarkan diri, ingat apa yang terjadi ketika perang Ahzab
Allah mengisahkan:
إِذْ جاؤُوكُمْ مِنْ فَوْقِكُمْ وَ مِنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَ إِذْ زاغَتِ الْأَبْصارُ وَ بَلَغَتِ الْقُلُوبُ الْحَناجِرَ وَ تَظُنُّونَ بِاللهِ الظُّنُونَا
“Ketika mereka datang kepada kamu dari atas kamu dan dari sebelah bawah kamu dan seketika telah kacau-balau penglihatan dan telah mengenai hati ke kerongkongan dan kamu menyangka terhadap Allah berbagai persangkaan.”
هُنالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ وَ زُلْزِلُوا زِلْزالاً شَديدا
“Di situlah diuji orang-orang yang beriman dan akan digoncangkan dengan goncangan yang sangat.”
Lihatlah. . Rasulullah dan para sahabat bersabar sejak hari sabtu, kemudian ahad, senin, selasa demi menjaga kota Madinah dari kepungan musuh ditengah situasi yang sangat sulit dan pelik, barulah pada hari rabu Allah memberi jalan keluar untuknya dan para sahabat.
Akhi fillah…
Sekali lagi… Allah punya hikmah dalam setiap keputusan-Nya, lapangkah hatimu dan yakini Rabbmu.
Berapa banyak ujian yang menimpa seseorang, baik berupa sakit yang menimpa raganya, atau sesatu yang menyakitkan terjadi pada anaknya, istrinya, orang-orang yang di cintainya, atau pada hartanya, seperti terlilit hutang, galau, cemas, sungguh tidak ada sesuatu yang dapat melapangkannya dari belenggu kesulitan itu kecuali ridha pada keputusan Allah, husnudzon kepada-Nya serta sungguh-sungguh dalam do’a kepada-Nya,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan mencukupkan (segala keperluan)nya” (QS ath-Thalaaq: 3).
Ingatlah. .. Allah telah memaklumkan pada hamba-Nya, bahwa barangsiapa yang bersabar, maka akan Allah berikan jalan keluar untuknya.
Tidak ada sesuatu yang sulit bagi Allah..
Jangan pernah berpikir bahwa permohonanmu itu menyulitkan Allah, atau Allah tidak ingin mengabulkan pintamu.
Boleh jadi seseorang meminta agar Allah mengaruniakan padanya anak, namun Allah menundanya, karena Dia tahu boleh jadi dari rahim istrinya akan terlahir anak yang fasik dan pendosa, bukankah ini sebentuk kasih sayang dari-Nya..?
وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا . فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا
خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا
“Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).”
ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
“Demikian itulah ta’wil yang kau tak mampu bersabar atasnya.”
Bila engkau berdo’a dan merasa do’amu belum dikabulkan, maka berbaik sangkalah kepadaa Allah…
Percaya pada Allah..
Kamu tidak bisa meraih bahagia kecuali dengan izin Allah…
Kamu tidak dapat menolak musibah kecuali dengab izin Allah..
Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan izin Allah
Siapa yang menggantungkan urusannya pada Allah, maka Allah akan jadi penolongnya…
Allah sebaik-baik pelindung dan penolong…
Jangan sampai engkau kehilangan akhiratmu…
Bila engkau memohon suatu permasalahan, maka jangan kau rusak akhiratmu dengan permasalahan itu, yaitu dengan cara berputus asa dari rahmat-Nya.
Putus asa itu menunjukkan lemahnya iman…
Jangan sampai Allah melihatmu dalam keadaan lemah iman…
Bila engkau diuji….
Katakan bahwa semua ini akan berakhir…
Katakan pasti akan ada jalan keluar…
Katakan Ini takkan lama dan pasti berlalu.
Wallahu a’lam
(Diterjemahkan dengan sedikit penyelarasan)
📝 Oleh Ustadz Aan Chandra Thalib, Lc حفظه الله تعالى
🔊 [ 📖 ] BBG Al-Ilmu
📨 Diposting dan disebarkan kembali oleh Maa Haadzaa
🕌 Silahkan bergabung untuk mendapatkan info seputar kajian dan atau ilmu sesuai sunnah
Melalui:
Website https://www.maahaadzaa.com
Join Channel Telegram https://goo.gl/tF79wg
Like Facebook Fans Page https://goo.gl/NSB792
Subscribe YouTube https://goo.gl/mId5th
Follow Instagram https://goo.gl/w33Dje
Follow Twitter https://goo.gl/h3OTLd
Add BBM PIN: D3696C01
WhatsApp Group khusus *Ikhwan* https://chat.whatsapp.com/Cm7bOEaYArdAo55VDEi5UL
WhatsApp Group khusus *Akhwat* https://chat.whatsapp.com/L5p0vptxZyZ6UfuHGo814w
Silahkan disebarluaskan tanpa merubah isinya. Semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita.
Jazaakumullahu khairan.
Sunday, July 2, 2017
🚧 BAHAYA 'PERGAULAN BEBAS' LINTAS MANHAJ
✍Ustadz Sofyan Ruray hafidzohulloh.
➡ Dulu beliau dikenal sebagai da'i sunnah, pengisi kajian sunnah, bukan sekedar peserta, bahkan da'i senior, konon kabarnya pernah belajar pada sejumlah ulama besar.
Tapi itu hanya tinggal kenangan, kini beliau sudah berubah, pemikiran menyimpang yang dulu beliau kritik, sekarang beliau sangat toleran terhadapnya, bahkan ikut mengajarkannya, entah sadar atau tidak.
Orang-orang yang dulu beliau ingatkan penyimpangan mereka, sekarang beliau bergandeng tangan dengan mereka, dengan dalih 'persaudaraan' dan 'perjuangan' Islam, beliau pun mulai mengkritik keras para da'i Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Semoga Allah 'azza wa jalla mengembalikan beliau kepada jalan yang lurus.
Saudaraku rahimakumullaah, fenomena ini sebenarnya bukan hal yang baru, di masa Salaf pun ada orang yang berilmu tapi kemudian menjadi pembesar khawarij.
✅ Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata, "Imron bin Hitthon bin Zhibyan As-Sadusi Al-Bashri termasuk tokoh ulama akan tetapi dia termasuk pembesar khawarij." [As-Siyar, 4/214]
➡ APA SEBAB PENYIMPANGANNYA?
✅ Al-Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata, "Imron bin Hitthon menikahi seorang wanita khawarij dan dia berkata: 'Saya akan mengajaknya kepada sunnah'. Kenyataannya wanita itulah yang menjerumuskannya ke mazhab khawarij." [As-Siyar, 4/214]
Saudaraku rahimakumullaah, perhatikanlah betapa dahsyatnya pertemanan dan pergaulan dalam merubah orang.
✅ Allah 'azza wa jalla berfirman,
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا، يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا، لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا
🌴 “ Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit dua jarinya (menyesali perbuatannya), seraya berkata, "Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan sebagai teman karibku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu telah datang kepadaku. Dan setan itu adalah penipu manusia.” [Al-Furqon: 27-29]
✅ Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ
🌴 “Seseorang itu tergantung agama teman karibnya, maka hendaklah setiap kalian melihat siapa yang hendak ia jadikan teman karib.” [HR. Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Al-Misykaah: 5019]
Apabila seorang ulama dan da'i yang berilmu saja bisa terjerumus dalam kesesatan, apalagi kita yang kurang ilmu...?!
Bahkan ulama Salaf dahulu pun takut bergaul dan bermajelis dengan orang yang menyimpang, karena khawatir mendengarkan kesesatan mereka kemudian terpengaruh. Sekuat apakah hatimu hingga berani 'bergaul bebas' dengan orang yang memiliki manhaj yang menyimpang…!?
✅ Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Mayoritas Ulama Salaf memperingatkan bahaya mendengarkan ucapan yang menyimpang, karena mereka menganggap hati itu lemah, sedang syubhat menyambar-nyambar.” [As-Siyar, 7/261]
💻 Baca Selengkapnya: https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/821410031341814:0
💻 Kajian Terkait:
🎥 BAHAYA BERMAJELIS DENGAN AHLUL BID'AH
https://youtu.be/W9csQ9l7Glk
🎥 ISTIQOMAH DI ATAS SUNNAH
https://youtu.be/MjHS8HtqeN4
📋 MEMILIH GURU DENGAN MELIHAT SIAPA TEMAN BERGAULNYA
http://sofyanruray.info/memilih-guru-dengan-melihat-siapa-teman-bergaulnya/
📋 BID’AH KHAWARIJ & HIZBIYYAH HARAKIYYAH DALAM BARISAN AHLUS SUNNAH
http://sofyanruray.info/renungan-dan-peringatan-terkait-bidah-khawarij-dan-hizbiyyah-harakiyyah-dalam-barisan-ahlus-sunnah/
📋 USTADZ SUNNAH, KAJIAN SUNNAH
http://sofyanruray.info/ustadz-sunnah-kajian-sunnah/
📋 JAWABAN UNTUK MENGHILANGKAN KERAGUAN TERHADAP MANHAJ SALAF
http://sofyanruray.info/jawaban-untuk-menghilangkan-keraguan-terhadap-manhaj-salaf/
═══ ❁✿❁ ═══
➡ Sebarkan Dakwah Sunnah ⤵
📮 Telegram: http://goo.gl/6bYB1k
🌍 www.fb.com/taawundakwah
🌐 www.taawundakwah.com
📲 Group WA: 08111377787
📗 #Kajian_Sunnah
✍Ustadz Sofyan Ruray hafidzohulloh.
➡ Dulu beliau dikenal sebagai da'i sunnah, pengisi kajian sunnah, bukan sekedar peserta, bahkan da'i senior, konon kabarnya pernah belajar pada sejumlah ulama besar.
Tapi itu hanya tinggal kenangan, kini beliau sudah berubah, pemikiran menyimpang yang dulu beliau kritik, sekarang beliau sangat toleran terhadapnya, bahkan ikut mengajarkannya, entah sadar atau tidak.
Orang-orang yang dulu beliau ingatkan penyimpangan mereka, sekarang beliau bergandeng tangan dengan mereka, dengan dalih 'persaudaraan' dan 'perjuangan' Islam, beliau pun mulai mengkritik keras para da'i Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Semoga Allah 'azza wa jalla mengembalikan beliau kepada jalan yang lurus.
Saudaraku rahimakumullaah, fenomena ini sebenarnya bukan hal yang baru, di masa Salaf pun ada orang yang berilmu tapi kemudian menjadi pembesar khawarij.
✅ Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata, "Imron bin Hitthon bin Zhibyan As-Sadusi Al-Bashri termasuk tokoh ulama akan tetapi dia termasuk pembesar khawarij." [As-Siyar, 4/214]
➡ APA SEBAB PENYIMPANGANNYA?
✅ Al-Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata, "Imron bin Hitthon menikahi seorang wanita khawarij dan dia berkata: 'Saya akan mengajaknya kepada sunnah'. Kenyataannya wanita itulah yang menjerumuskannya ke mazhab khawarij." [As-Siyar, 4/214]
Saudaraku rahimakumullaah, perhatikanlah betapa dahsyatnya pertemanan dan pergaulan dalam merubah orang.
✅ Allah 'azza wa jalla berfirman,
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا، يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا، لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا
🌴 “ Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit dua jarinya (menyesali perbuatannya), seraya berkata, "Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan sebagai teman karibku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu telah datang kepadaku. Dan setan itu adalah penipu manusia.” [Al-Furqon: 27-29]
✅ Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ
🌴 “Seseorang itu tergantung agama teman karibnya, maka hendaklah setiap kalian melihat siapa yang hendak ia jadikan teman karib.” [HR. Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Al-Misykaah: 5019]
Apabila seorang ulama dan da'i yang berilmu saja bisa terjerumus dalam kesesatan, apalagi kita yang kurang ilmu...?!
Bahkan ulama Salaf dahulu pun takut bergaul dan bermajelis dengan orang yang menyimpang, karena khawatir mendengarkan kesesatan mereka kemudian terpengaruh. Sekuat apakah hatimu hingga berani 'bergaul bebas' dengan orang yang memiliki manhaj yang menyimpang…!?
✅ Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Mayoritas Ulama Salaf memperingatkan bahaya mendengarkan ucapan yang menyimpang, karena mereka menganggap hati itu lemah, sedang syubhat menyambar-nyambar.” [As-Siyar, 7/261]
💻 Baca Selengkapnya: https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/821410031341814:0
💻 Kajian Terkait:
🎥 BAHAYA BERMAJELIS DENGAN AHLUL BID'AH
https://youtu.be/W9csQ9l7Glk
🎥 ISTIQOMAH DI ATAS SUNNAH
https://youtu.be/MjHS8HtqeN4
📋 MEMILIH GURU DENGAN MELIHAT SIAPA TEMAN BERGAULNYA
http://sofyanruray.info/memilih-guru-dengan-melihat-siapa-teman-bergaulnya/
📋 BID’AH KHAWARIJ & HIZBIYYAH HARAKIYYAH DALAM BARISAN AHLUS SUNNAH
http://sofyanruray.info/renungan-dan-peringatan-terkait-bidah-khawarij-dan-hizbiyyah-harakiyyah-dalam-barisan-ahlus-sunnah/
📋 USTADZ SUNNAH, KAJIAN SUNNAH
http://sofyanruray.info/ustadz-sunnah-kajian-sunnah/
📋 JAWABAN UNTUK MENGHILANGKAN KERAGUAN TERHADAP MANHAJ SALAF
http://sofyanruray.info/jawaban-untuk-menghilangkan-keraguan-terhadap-manhaj-salaf/
═══ ❁✿❁ ═══
➡ Sebarkan Dakwah Sunnah ⤵
📮 Telegram: http://goo.gl/6bYB1k
🌍 www.fb.com/taawundakwah
🌐 www.taawundakwah.com
📲 Group WA: 08111377787
📗 #Kajian_Sunnah
Subscribe to:
Comments (Atom)