Tuesday, December 24, 2019

Berikut Ini Ringkasan Petunjuk Amalan Bagi Orang Yang Sudah Tua:
1. Lebih memperhatikan amalan-amalan wajib. Sebab, ibadah-ibadab yang bersifat wajib (fardhu) merupakan kewajiban yang bersifat individual yang harus ditegakkan sendiri-sendiri oleh setiap Muslim dan Muslimah hingga ajal datang. Selain itu, amal-amal wajib adalah amalan yang paling dicintai oleh Allâh Azza wa Jalla .
2. Menghindari hal-hal yang diharamkan oleh syariat.
3. Menambah amalan-amalan sunnah.
4. Banyak bertahmid, membaca istighfar dan bertaubat.
5. Bersedekah.
6. Memperbanyak amal-amal ringan, tapi berpahala besar, seperti berdzikir dan membaca shalawat.
7. Rutin membaca dzikir pagi dan sore, membaca dzikir pagi dan sore ditekankan di sini, karena secara umum itu merupakan rutininas Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apalagi, banyak keutamaan  yang termuat dalam dzikir pagi dan sore, di antaranya: terhindar dari godaan setan, amalan ringan berpahala besar, husnul khâtimah, memperoleh syafaat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan lain-lain
8. Tetap aktif dalam thalabul ilmi. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَعْذَرَ اللهُ إِلَى امْرِئٍ أَخَّرَ أَجَلَهُ حَتَّى بَلَغَ سِتِّيْنَ سَنَةً
Allâh tidak akan menerima argumen kepada seseorang yang Allâh tunda ajalnya hingga mencapai 60 tahun  [HR. Al-Bukhâri no.641]
“Bila seseorang dipanjangkan usianya hingga 60 tahun,  sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla telah menegakkah hujjah atas dirinya dan menolak adanya alasan-alasan. Sebab dalam kurung waktu 60 tahun seseorang dipanjangkan usianya selama itu, ia dapat mengetahui ayat-ayat Allâh, apalagi bila seseorang hidup di negeri Islam. Tidak diragukan lagi, masa yang panjang ini menyebabkan seseorang tidak punya alasan lagi untuk membela diri bila berjumpa dengan Allâh Azza wa Jalla “.
Maka, dengan tetap menghadiri majlis ilmu, ia bisa mengejar ketinggalan bila di masa mudanya acuh tak acuh dengan ilmu dan amal shaleh. Ilmunya menjadi bertambah dan otomatis ada kesempatan untuk mengamalkan ibadah-ibadah tertentu yang belum diketahui sebelumnya. Dan jika ajal dating kepadanya, ia dalam keadaan yang lebih baik, berada di majlis ilmu, mengulang-ulang ilmu atau mengamalkan ilmu.
9. Rutin membaca Al-Qur`ân dan mentadaburinya, membaca Al-Qur`ân menjadi salah satu lumbung pahala bagi orang yang rutin membacanya. Selain itu, kandungan Al-Qur`ân yang ia renungi akan meningkatkan keimanannya terhadap kebesaran Allâh Azza wa Jalla.
10. Berpesan kepada anak-anak dan keturunan agar menjadi shaleh dan shalehah, gemar mendoakan orang tua baik saat masih hidup atau setelah meninggal, dan membantu mentalqin orang tua ketika akan meninggal. Wallâhu a’lam.
Demikianlah uraian ringkas tentang menyikapi masa tua yang akan mendatangi setiap manusia. Intinya, dengan mengisi masa tua dengan amal-amal shaleh dan menjalin kedekatan yang lebih intens dengan Allâh Azza wa Jalla , bukan dengan lari dari kenyataan yang datang, juga bukan dengan melawannya, karena usaha apapun untuk melawan fase tua hanya akan sia-sia belaka.
SemogaAllâh Azza wa Jalla memberikan taufik kepada kita untuk menggapai cinta dan ridha-Nya dan menutup hidup kita dengan husnulkhâtimah. Amin.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XX/1438H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1]  Al-Jâmi li AhkâmilQur`ân 15/215.
[2] Tafsiîul Qur`ânil ‘Azhîm  6/588.
[3] Taisîrul Karîmir Rahmân hlm.644.
[4] Tuhfatul Maudûd,  hlm. 178.
[5]  Bahjatun Nâzhirîn, Salîm al-Hilâli 1/188.
[6]  Marâhilu An-Numuwwi fî Dhauit Tarbiyatil Islâmiyyah Dr. Khâlid Al-Hâzimi, hlm. 58
[7]  Syarh Riyâdhis Shâlihîn 1/348.


Read more https://almanhaj.or.id/8268-melawan-masa-tua.html


Aiman Rusdy Suwaidh

NASEHAT BAGI PEMBELAJAR AL QURAN

Kalau kita melihat nama-nama yang terdapat dalam silsilah Ijazah Sanad Al Quran rasanya kita tidak layak nama kita tertulis bersama mereka.

Nama-nama ulama mereka sangat layak membersamai para sahabat radhiyallaahu 'anhum ajma'in dan Rasululullaah shallaahu 'alaihi wa sallam  dalam ijazah karena kegigihan dan pengorbanan mereka dalam menuntut ilmu.

Ulama adalah yang diwariskan ilmu kepada mereka.

Akan tetapi zaman sekarang orang yang masih membaca Al Quran dengan banyak kesalahan, belum mutqin dalam hafalan dan ilmu. Tanpa perjuangan dalam belajar dan menghafal begitu mudahnya namanya tertulis dalam sebuah ijazah dibawah nama-nama mereka yang mulia.

Padahal ijazah tanpa ilmu bagaimana kita bisa mengajar..

ini amanah

As Syaikh Aiman Rusydi Suwaid Hafizhahullaahu ta'ala memberikan nasihat kepada kita sebagai seorang pembelajar dan bagi para pengajar Al Quran.

silahkan disimak nasihat beliau..

baarakallaahu fiikum


yang mau download via youtube ini link nya...

https://youtu.be/v62XbasJvxw

Wednesday, December 18, 2019

Tafsir Al Fatihah


🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺

🍃  Bismillah,

➡  *Materi Hari ini : Tafsir Al-Quran*

💠  *Surat Al-Fatihah Ayat 7*  💠

➖➖➖➖➖➖➖

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

🌺 Terjemah Arti: "(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat".

🌀 *Kandungan Ayat*:

🌺 Orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah adalah para nabi, para shiddiqin, para syuhada dan orang-orang shalih berdasarkan surat An Nisaa': 69, jalan merekalah yang kita minta.

🌺 Merekalah ahlul hidayah wal istiqamah (orang-orang yang memperoleh hidayah dan dapat beristiqamah), ciri jalan mereka adalah setelah mengetahui yang hak (benar), mereka mengamalkannya (belajar dan beramal).

🌺 Adapun orang-orang yang dimurkai (baik oleh Allah maupun oleh kaum mukminin) adalah orang-orang yahudi dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka.

🌺 Ciri jalan mereka adalah setelah mengetahui yang hak, mereka tidak mau mengamalkan sehingga mereka dimurkai (belajar dan tidak beramal).

🌺 Sedangkan orang-orang yang sesat adalah orang-orang Nasrani dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka.

🌺 Ciri jalan mereka adalah tidak mengenal yang hak sehingga mereka tersesat (beramal tanpa belajar).

🌺 Di dalam ayat ini terdapat obat penyakit juhud (membangkang), jahl (kebodohan) dan dhalaal (tersesat).

🌺 Dianjurkan setelah membaca ayat ini di dalam shalat mengucapkan "aamiiiiiin" yang artinya "Ya Allah, kabulkanlah", ia tidaklah termasuk ayat dari surat Al Fatihah berdasarkan kesepakatan para ulama, oleh karena itu mereka tidak menuliskannya di dalam mushaf-mushaf.

Wallahu a'lam
Semoga Bermanfaat

➖➖➖➖➖➖➖➖

GROUP BAABUSSALAAM

(Sumber : Al-Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibnu Katsir / Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri)

➖➖➖➖➖➖➖➖
🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺
🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺

🍃  Bismillah,

➡  *Materi Hari ini : Tafsir Al-Qur'an*

💠  *Surat Al-Fatihah Ayat 6*  💠

➖➖➖➖➖➖➖

 اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

🌺 Artinya: "Tunjukilah kami jalan yang lurus"

🌀 *Kandungan Ayat*:

🌺 Firman Allah Ta’ala:

 }اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ{

⭕ “Tunjukilah kami jalan yang lurus”
▶(QS. Al-Faatihah:5)

🔴 *Ada dua cara membaca pada kata الصِّرَاطَ [ash-shirat],*

🔺  *pertama*
dengan huruf sin السِّرَاط as-siraat

🔺  *kedua*
dengan huruf shad الصِّرَاطَ ash-Shirath.

🔹 Yang dimaksud dengan shirat pada ayat ini adalah jalan, dan yang dimaksud dengan petunjuk (pada ihdinashiraath) adalah hidayah berupa petunjuk (kepada jalan yang lurus) dan hidayah berupa taufik (meniti petunjuk jalan itu dengan mengamalkannya).

🔹 Maka jika anda mengucapkan اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ [Ihdinashshiraathal mustaqiim] hakikatnya anda telah meminta kepada Allah Ta’ala ilmu yang bermanfaat, dan amalan saleh dan maksud الْمُسْتَقِيمَ [Al-Mustaqiim]“Yang lurus” adalah yang tidak belika-liku. Faedah: Di antara faedah dari ayat ini:

⏺ 1. Bersandarnya manusia kepada Allah ‘Azza Wa Jalla setelah ia memohon pertolongan kepada-Nya dalam beribada agar Allah memberinya hidayah kepada jalan yang lurus, karena ibadah haruslah didasari keikhlasan.

🔶 Faedah ini berdasarkan firman-Nya: إِيَّاكَ نَعْبُدُ “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah”, berupa permohonan pertolongan yang akan menguatkan ibadah, sebagaimana firman-Nya, وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ “dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan” juga berupa meniti jalan syari’at islam, sebagaimana yang ditunjukan dalam firman-Nya Ta’ala:

 اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

⭕ “Tunjukilah kami jalan yang lurus” karena الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ “jalan yang lurus” adalah syari’at islam yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam..

⏺ 2. Ketinggian bahasa al-Quran, dengan dihilangkannya huruf jarr pada kalimat “Ihdhina” faedahnya (dalam bahasa Arab), agar permintaan hidayah itu lebih umum mencakup hidayah ilmu (agama) dan hidayah taufiq (mengamalkan ilmu),

*karena hidayah terbagi dua*,

🔹  *pertama*
hidayah ilmu dan petunjuk

🔹  *kedua*
hidayah taufiq dan pengamalan ilmu.

➖ *Hidayah yang pertama*:
Hidayah yang sifatnya hanya sekedar petunjuk saja. Allah telah memberikan hidayah jenis ini kepada semua orang, sebagaimana firman-Nya:
{ شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ }

⭕ “Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia”
▶(QS. Al-Baqarah:185)

➖  *Hidayah yang Kedua:*
Taufiq untuk mau mengikuti dan meniti jalan syari’at islam, sebagaimana dalam firman-Nya: { ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ } “Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa”
▶(QS. Al-Baqarah:2)

🌺 Hidayah ini tidak diperoleh sebagian orang, sebagaimana dalam firman-Nya:
{ وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَى عَلَى الْهُدَى }

 ⭕“Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu”
▶(QS. Fushilat:17)

⭕ “mereka telah kami beri petunjuk” maknanya adalah kami telah menjelaskan dan menunjukkan kebenaran kepada mereka, namun mereka tidak mendapat taufiq untuk mengikutinya.

⏺ 3. Jalan terbagi dua: yang lurus dan yang melenceng, jika jalan yang ditempuh sesuai dengan kebenaran maka ini adalah jalan yang lurus sebagaimana firman-Nya:
{ وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ }

 “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia”
▶ (QS. Al-An’aam: 153)

Dan yang menyelisihi jalan ini maka itulah jalan yang melenceng.

Wallahu a'lam
Semoga Bermanfaat

➖➖➖➖➖➖➖➖

GROUP BAABUSSALAAM

✒(Sumber: Tafsir Syaikh Ibnu Sa'di _rahimahullah_)

➖➖➖➖➖➖➖➖
🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺

🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺

🍃  Bismillah,

➡  *Materi Hari ini : Tafsir Surat Al-Fatihah*

💠  *Surat Al-Fatihah Ayat 5*  💠

➖➖➖➖➖➖➖

 إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

🌺 Artinya: "Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan".

🌀 *Kandungan Ayat*:

🌺 Makna kata : Iyyaaka adalah dhomir (kata ganti) dalam posisi nashab, ditujukan untuk mengajak bicara satu orang. Na’budu artinya Kami ta’at kepada Mu dengan seluruh ketundukan, cinta, dan pengagungan.

🌺 Nasta’iin artinya Kami memohon pertolongan-Mu untuk kami agar dapat menta’atiMu.

🌺 Makna ayat : Allah Ta’ala mengajari hamba-hambaNya tata cara bertawassul kepada-Nya agar Dia mengabulkan doa hamba-Nya.

🌺 Yaitu dengan ucapanNya : Pujilah Allah Ta’ala dan sanjunglah serta agungkanlah Dia. Berlakulah konsisten dengan hanya beribadah kepadaNya dan tidak menyekutukanNya. Mintalah pertolongan kepadaNya dan jangan meminta pertolongan kepada selainNya.

🌀 *Pelajaran dari Ayat :*

🔺 1. Adab dalam berdoa, ketika seseorang akan berdoa hendaklah memulai dengan memuji Allah, menyanjungNya, dan mengagungkanNya. Kemudian ditambah dengan mengucap shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, setelah itu baru meminta apa yang dibutuhkan. Hal itu lebih dekat untuk terkabulnya doa.

🔺 2. Jangan menyembah selain Allah Ta’ala dan jangan meminta pertolongan (dalam hal yang hanya mampu dilakukan oleh Allah, pent) kepada selainNya.

Wallahu a'lam
Semoga Bermanfaat

➖➖➖➖➖➖➖➖

GROUP BAABUSSALAAM

✒ (Sumber: Tafsir Juz Amma oleh Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah)

➖➖➖➖➖➖➖➖
🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺

🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺

🍃 Bismillah,

➡  *Materi Hari ini : Tafsir Al-Qur'an*

💠  *Surat Al-Fatihah Ayat 4*  💠

➖➖➖➖➖➖➖
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

🌺 Artinya: Yang menguasai di Hari Pembalasan.

🌀 *Kandungan Ayat*:

*MAKNA PENGKHUSUSAN AL-MAALIK PADA HARI PEMBALASAN*

🌺 Pengkhususan kekuasaan pada hari Pembalasan tidaklah menafikan kekuasaan Allah atas kerajaan lainnya (kerajaan di dunia).

🌺 Karena telah disampaikan sebelumnya bahwa Dia adalah Rabb semesta alam. Dan kekuasaan-Nya itu umum, baik di dunia maupun di akhirat. Disandarkannya kata al-Maalik kepada kalimat yaumiddin (hari pembalasan), karena pada hari itu tidak ada seorang pun yang dapat mengaku-aku sesuatu dan tidak juga dapat berbicara kecuali dengan izin Allah. Sebagaimana firman Allah :

 يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلَائِكَةُ صَفًّا ۖ لَا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَٰنُ وَقَالَ صَوَابًا

⭕ “Pada hari, ketika ruh dan Para Malaikat berdiri bershaf- shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar.”
▶(QS.An-Naba: 38).

💦 Dan Allah berfirman:

 يَوْمَئِذٍ يَتَّبِعُونَ الدَّاعِيَ لَا عِوَجَ لَهُ ۖ وَخَشَعَتِ الْأَصْوَاتُ لِلرَّحْمَٰنِ فَلَا تَسْمَعُ إِلَّا هَمْسًا

⭕ “Dan merendahlah semua suara kepada Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.”
▶ (QS. Thaha: 108).

💦Dan Allah berfirman:

 يَوْمَ يَأْتِ لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ ۚ فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ

⭕ “Di kala datang hari itu, tidak ada seorangun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; Maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia.”
▶(QS. Hud:105).

🌺Ad-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tentang Maaliki yaumiddiin, ia berkata:”Pada hari itu hukum hanyalah milik Allah, tidak seperti ketika mereka hidup di dunia.”

*MAKNA YAUMIDDIIN*

 🌺Ibnu ‘Abbas berkata:”Hari Pembalasan adalah hari Perhitungan bagi semua makhluk, disebut juga hari Kiamat.

🌺Mereka diberi balasan sesuai dengan amalnya. Jika amalnya baik, maka balasannya juga baik. Jika amalnya buruk, maka balasannya pun buruk kecuali bagi orang yang diampuni.” Hal serupa juga dikatakan oleh Sahabat lainnya, Tabi’in dan juga para ulama Salaf. Inilah pendapat yang jelas.

 *RAJA DAN RAJA DIRAJA ADALAH ALLAH*

💦Raja yang hakiki adalah Allah , Allah berfirman:

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ

⭕ “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera.”
▶ (QS.al-Hasyr: 23)

💦 Dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadits marfu’ dari Abu Hurairah  bahwa Rasulullah  bersabda:

 أَخْنَعُ اسمٍ عِندَ اللهِ رَجُلٌ تَسَمَّى بِمَلِكِ الأَمْلاكِ، ولا مَالِكَ إلا اللهُ

⭕“Julukan yang paling hina di sisi Allah adalah seorang yang menjuluki dirinya raja diraja, karena tidak ada raja (yang sebenarnya) kecuali Allah.” Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah , baginda bersabda:

 يَقْبِضُ اللَّهُ الأَرْضَ، وَيَطْوِي السَّمَاءَ بِيَمِينِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: أَنَا المَلِكُ، أَيْنَ مُلُوكُ الأَرْضِ؟ أينَ الجَبَّارون ؟ أينَ المُتَكَبِّرون ؟

⭕ “Allah (pada hari Kiamat) akan menggengam bumi dan melipat langit dengan tangan kanan-Nya, lalu berfirman: “Di manakah raja-raja bumi? Di manakah orang-orang yang merasa perkasa? Di mankah orang-orang yang sombong?.” Dalam al-Qur’an disebutkan:

 لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ ۖ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ

⭕"Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.”
▶ (QS.al-Mu’min: 16)

💦 Adapun penyebutan raja bagi selain Allah di dunia hanyalah bersifat kiasan, sebagaimana firman Allah:

 إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا

⭕"Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." (QS.al-Baqarah: 247) Juga firman-Nya:

 وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا

⭕ “Karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.”
▶ (QS.al-Kahfi: 79).

⭕ Juga firman-Nya:

 إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ

⭕ “Ketika Dia mengangkat Nabi-Nabi diantaramu."
▶(QS.al-Maidah: 20)

💦Dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan:

 مَثَلُ المُلُوكِ على الأَسِرَّةِ

⭕ “Seperti raja-raja di atas singgasana.”

 *TAFSIR AD-DIIN*

💦Kata ad-diin berarti pembalasan dan perhitungan. Allah  berfirman:

 يَوْمَئِذٍ يُوَفِّيهِمُ اللَّهُ دِينَهُمُ الْحَقَّ

⭕ “Di hari itu, Allah akan memberi mereka Balasan yag setimpal menurut semestinya. “
▶(QS.an-Nuur:25)

💦Allah juga berfirman:

 أَإِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَإِنَّا لَمَدِينُونَ

⭕ “Apakah Sesungguhnya kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?"
▶(QS.as-Shaffaat: 53).

💦 Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

 الكَيِّس مَنْ دَانَ نَفْسَه وعَمِلَ لِماَ بَعْد الموتِ

⭕ “Orang yang cerdik adalah orang yang bermuhasabah diri dan beramal untuk kehidupan setelah kematian.” (HR.Ibnu Majah).

💦 Sebagaimana perkataan Umar :

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا وَتَأهِّبوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ على مَنْ لا تَخْفَى عليه أَعْمَالَكم }يَوْمئذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ{

⭕“Hisablah diri kalian sendiri sebelum kalian dihisab, timbanglah amal kalian sebelum (amal) kalian ditimbang. Bersiaplah untuk menghadapi hari besar, yaitu hari diperlihatkannya amal seseorang, sementara semua amal kalian tidak ada yang tersembunyi dari-Nya. Pada hari itu kami dihadapkan (kepada Rabb mu), tidak ada sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).”
▶ (Mushanaf Ibnu Abi Syaibah).

Wallahu a'lam
Semoga Bermanfaat

➖➖➖➖➖➖➖➖

GROUP BAABUSSALAAM

(Sumber: أيسر التفاسير karya Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazaairi rahimahullah)

➖➖➖➖➖➖➖➖
🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺

🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺

🍃  Bismillah,

➡  *Materi Hari ini : TAFSIR*

💠  *Surat Al-Fatihah Ayat 3*  💠

➖➖➖➖➖➖➖

 الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

🌺 *Arti: Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.*

🌀 *Kandungan Ayat*:

🔺 1. Al-Qurthubi berkata:
”Allah menyifati diri-Nya dengan sifat Rahman dan Rahim setelah Rabbul ‘Alamin untuk menggabungkan kabar gembira (targhiib) setelah peringatan (tarhiib). Sebagaimana firman Allah :

 نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ # وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الْأَلِيمُ

⭕ “Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan bahwa Sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.”
▶(Al-Hijr:49-50)

🌀  *Juga firman-Nya:*

 إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ “

⭕ Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
▶ (Az-Zumar:53)

💦 Selanjutnya imam al-Qurthubi mengatakan: “Ar-Rabb merupakan peringatan, sedangkan ar-Rahmaan dan ar-Rahiim merupakan anjuran.” Dalam Shahih Muslim disebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah , ia berkata:”Rasulullah  bersabda:

 لَوْ يَعْلَمُ الْمُؤْمِنُ مَا عِنْدَ اللهِ مِنَ الْعُقُوبَةِ، مَا طَمِعَ بِجَنَّتِهِ أَحَدٌ، وَلَوْ يَعْلَمُ الْكَافِرُ مَا عِنْدَ اللهِ مِنَ الرَّحْمَةِ، مَا قَنَطَ مِنْ جَنَّتِهِ أَحَدٌ

⭕ “Seandainya seorang mukmin mengetahui siksaan yanga ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang bersemangat untuk meraih Surga-Nya. Dan seandainya seorang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang berputus asa dari surga-Nya.”

▶(sumber: Aisarut Tafasir karya Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi _rahimahullah_)

🔺 2. Ulama mengatakan :
Dua nama ini membukakan -bagi siapa yang mengetahuinya- seluas-luasnya pintu mahabbah kepada Allah, dan melimpahkan segala harapan hanya kepada-Nya, adapun penyebutan dua nama ini dengan bentuk yang berbeda -dan pada dasarnya keduanya berasal dari mashdar yang sama yaitu Rahmah- adalah menunjukkan keluasannya, dan dalam sebuah hadits qudsi Allah mengatakan :

(( أَناَ عِندَ ظَنِّ عَبْدِي بِي ))

⭕ *"Aku sesuai anggapan hamba-Ku"*
▶( HR. Al-Bukhari, no. 7405 dan Muslim, no. 2675 ).

Wallahu a'lam
Semoga Bermanfaat

➖➖➖➖➖➖➖➖

GROUP BAABUSSALAAM


✒ (Sumber: Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah)

➖➖➖➖➖➖➖➖
🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺

🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺

🍃  Bismillah,

➡  *Materi Hari ini : TAFSIR*

💠  *Surat Al-Fatihah Ayat 2*  💠

➖➖➖➖➖➖➖

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

🌺 Arti: "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam."

💦 *Kandungan Ayat*:

⭕ Firman Allah Ta’ala: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ “Segala puji bagi Allah Rabb semesta Alam”
(QS. Al-Fatihah:1) الْحَمْدAl-Hamdu: Adalah menyebutkan kesempurnaan kepada yang dipuji disertai rasa cinta dan pengagungan; berupa kesempurnaan secara zatnya, sifatnya dan perbuatannya.

⭕ Dialah Allah Yang Mahasempurna dalam zat, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. Dan pujian kepada-Nya ini harus disertai pengikat, yaitu rasa cinta dan pengagungan.

⭕ Ulama mengatakan: “ Karena hanya sekedar menyebutnya dengan kesempurnaan tanpa ada rasa cinta dan pengagungan tidaklah disebut al-Hamdu, tapi itu disebut al-Mad-hu”.

⭕ Oleh karenanya, ada orang yang tidak cinta dengan orang yang ia puji. Dia memuji hanya karena ingin memperoleh sesuatu dari orang itu. Anda dapatkan sebagian pujangga berdiri di hadapan para penguasa, kemudian memuji mereka dengan sebutan-sebutan yang agung bukan atas dasar rasa cinta pada mereka, namun itu dilakukan karena ingin memperoleh harta yang diberikan oleh penguasa pada mereka, atau karena takut.

⭕ Akan tetapi kita memuji Rabb kita ‘Azza Wa Jalla atas dasar kecintaan dan pengagungan kepada-Nya. Oleh karena itu, al-Hamdu harus disertai pengikat yaitu menyebutkan kesempurnaan yang dipuji disertai rasa cinta dan pengagungan.

⭕ Dan ( ال ) alif lam pada al-Hamdu adalah alif lam Istighraq yang bermakna pujian yang mencakup semua jenis pujian baik.

⭕ Firman Allah Ta’ala: لِلَّهِ [lillaah] Lam pada kata tersebut berfungsi sebagai ikhtishash (pengkhususan) dan istihqaaq (yakni hanya Allahlah yang berhak mendapat seluruh pujian-pujian itu) dan اَلله (Allah) adalah nama bagi Rabb kita ‘Azza Wa Jalla, yang tidak boleh dinamai dengan nama itu selain Dia.

⭕ Makna nama Allah adalah yang disembah yakni yang diibadahi disertai rasa cinta dan pengagungan. Firman Allah: رَبِّ الْعَالَمِينَ [Rabbil ‘aalamiin] “Rabb semesta alam” Ar-Rabb adalah yang terkupul padanya tiga sifat; menciptakan, memiliki dan mengatur; Diala Allah, Maha Pencipta, Maha Memiliki segala sesuatu dan Maha Pengatur segala sesuatu. Firman Allah: الْعَالَمِينَ [Al-‘Aalamiin]

⭕ Para ulama mengatakan: segala sesuatu selain Allah adalah termasuk alam, semua makhluk disebut alam dikerenakan mereka menjadi tanda keberadaan Pencipta mereka Subhanahu Wa ta’ala. Dan disetiap makhluk pasti ada tanda yang menunjukkan keberadaan Sang Pencipta, baik itu tanda kekuasaan-Nya, kebijaksanaan-Nya, Rahmat-Nya, kebesaran-Nya, dan tanda lainnya berupa makna-makna rububiyah-Nya.

💦 *Di antara faedah ayat ini adalah:*

🔺 1. Adanya penetapan pujian yang sempurna bagi Allah ‘Azza Wa Jalla. Ini ditunjukkan oleh ali lam pada firman-Nya al-Hamdu karena alif lam di situ menunjukkan istighraq (yang mengumpulkan segala pujian).

🔺 2. Allah Ta’ala adalah yang berhak mendapat kekhususan berupa pujian sempurna dari segala sisi,oleh karena itu, jika Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memperoleh kemudahan beliau mengucapkan : الحَمْدُ لِلهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ “Alhamdulillaahillaadzi bini’matihi Tatimmushshaalihaat “ segalapuji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya sehingga kebaikan-kebaikan menjadi sempurna” dan jika memperoleh kebalikannya beliau meungcapkan: اَلْحَمْدُ لِلهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ Alhamdu lillaahi ‘alaa kulli haalin “ Segala puji bagi Allah atas apapun yang terjadi” (1)

🔺 3. Dikedepankannya sifat uluhiyah Allah dari pada rububiyah-Nya, hal ini bisa dikarenakan tiga sebab: bisa jadi ini dikarenakan nama Allah adalah sebutan khusus bagi-Nya dan nama-nama-Nya yang lain mengikuti setelahnya, bisa jadi dikarenakan para rasul diingkari dari sisi uluhiyahnya saja.

🔺 4. Luasnya rububiyah Allah Ta’ala meliputi seluruh alam sebagaimana firman-Nya al-‘Aalamiin. (1) Dikeluarkan Ibnu Majah (3803) dari hadits ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa, dan dinyatakan shahih oleh al-Albaniy dalam Shahiihul-Jaami’ (4727).

Wallahu a'lam
Semoga Bermanfaat

➖➖➖➖➖➖➖➖

GROUP BAABUSSALAAM

🖋 (Sumber: Tafsir Ibnu Sa'di rahimahullah)

➖➖➖➖➖➖➖➖
🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺

🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺

🍃  Bismillah,

➡  *Materi Hari ini : TAFSIR*

💠  *Surat Al-Fatihah Ayat 1*

➖➖➖➖➖➖➖

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

🌺 Artinya: "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang".

💦 *Kandungan Ayat*:

Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah dalam Tafsir Juz 'Amma:

💦  *Makna Kata :*

☘ Al-Basmalah adalah ketika seorang berucap bismillahirrahmaanirrahiim.

☘ Al-Ismu adalah lafadz yang menjadi penamaan bagi sesuatu sehingga dapat dikenali dan dibedakan dari yang lainnya.

☘ Allah adalah nama bagi dzat Tuhan Yang Maha Tinggi lagi Maha Suci yang biasa dikenal dengan penamaan tersebut.

🌺  Ar-Rahmaan adalah salah satu dari nama-nama Allah Ta’ala yang merupakan bentuk turunan dari kata rahmat. Menunjukkan bahwa Allah memiliki banyak rahmat untuk hamba-hambaNya.

🌺 Ar-Rahiim merupakan nama dan sifat Allah Ta’ala, bentuk turunan dari kata rahmat berarti Allah memiliki kasih sayang untuk hamba-hambaNya dan memberikannya untuk mereka di dunia dan di akhirat.

💦  *Arti Basmalah :*

⭕ Aku memulai bacaanku mengharapkan berkah dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan meminta pertolongan kepadaNya.

💦  *Hukum Membaca Basmalah :*

⭕ Ditekankan dan disyariatkan bagi orang yang akan membaca salah satu surat dalam al-Qur’an, untuk memulainya dengan Basmalah. Kecuali saat membaca surat At-Taubah, maka tidak perlu membaca basmalah.

⭕ Tetap membaca basmalah secara pelan ketika membaca surat walaupun dalam sholat wajib jahriyah.

⭕ Disunnahkan untuk membaca bismillah ketika hendak makan dan minum, memakai pakaian, ketika masuk atau keluar dari masjid, ketika mengendarai kendaraan, dan setiap melakukan perkara yang baik. Kemudian diwajibkan untuk mengucapkan bismillahi Allahu akbar ketika menyembelih binatang.

Wallahu a'lam
Semoga bermanfaat

➖➖➖➖➖➖➖➖

GROUP BAABUSSALAAM


🖋 (Sumber: Tafsir Juz 'Amma oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah)

➖➖➖➖➖➖➖➖
🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺

Monday, December 16, 2019


Tugas seorang IBu


Saat Emak Perlu Menepi

Mak, pernahkah merasa begitu lelah lahir batin?
Menjadi begitu mudah marah karena kesalahan kecil yang dilakukan bocah tak berdosa.
Merasa sudah melakukan semuanya tapi tak pernah cukup baik, tak ada yang menghargai. Semua serba salah.
Kalau pernah, itulah saat kita diserang burn out.

Burn out awalnya adalah istilah psikologi organisasi untuk pekerja yang mengalami kelelahan fisik, emosional, dan mental karena tuntutan pekerjaan yang terlalu tinggi namun minim apresiasi.
Nyatanya, burn out tak hanya bisa dialami para pekerja. Namun juga para ibu baik yang berada di rumah maupun bekerja di luar rumah.
Banyak ibu yang kelelahan lahir batin karena pekerjaan sebagai ibu tidak mengenal jam istirahat, cuti, apalagi resign😅 Tidak pula mengenal gajian, bonus tahunan, apalagi THR😋

Sejak bangun tidur hingga tidur lagi, ibu melakukan berbagai pekerjaan yang tak ada habisnya.
Ketika pekerjaan itu tak mendapatkan apresiasi, tak ada yang menghargai, berulang terus disertai tuntutan yang semakin tinggi, sang ibu pun mengalami burn out.
Sesekali merasa lelah, sedih, tertekan, adalah hal yang wajar.

Menjadi tidak wajar ketika perasaan itu terus menerus ada sehingga membuat kualitas hidup menurun. Emak terjebak dalam lelah berkepanjangan tanpa bisa bergerak untuk membuat perubahan.
Pribadi sehat mental tidak *tenggelam* dalam episode kelam. Ia bisa mengenali, mengendalikan, dan mengatasi pikiran maupun perasaan negatif sehingga tidak berlarut-larut atau sampai merusak diri sendiri dan orang lain karena kondisi jiwanya.

Ibu yang sehat mental, akan menjadi ibu bahagia dan berdaya. Menularkan energi positif pada siapapun juga.
Menjadi ibu memang tidak mudah, sebab balasannya adalah surga.
Saat lelah melanda, menepilah sejenak. Isi nutrisi jiwa agar semua perasaan negatif tak berlarut-larut menyedot semua energi positif. Berlarilah kepada Tuhan yang selalu ada untuk menjaga hambaNya.

Wallahua'lambishshawab.
Yunda Fitrian,
Sahabat Ibu Berdaya.

_________________________

Masya Allah.. Tulisannya sangat menyentuh karena mama pernah mengalaminya 😭😭😭

Bahaya jika dibiarkan rasa kecewa itu tapi harus segera hilangkan  💪😍🥰😊

*Cara menghilangkan nya dengan banyak berhusnudhon dan terus gali potensi dan bakat yg sudah Allah belikan , dekati Allah terus dan jangan sampe berpaling dengan sering2 membaca Ayat2 cinta -Nya yaitu Allah Qur'an*

Alhamdulillah akhirnya bisa lepas dari keinginan utk diapresaisi .. Walaupun terkadang suka muncul kembali  ingin diapresiasi ..hehe
 # Manusiawi yak..

*Jadi butuh sekali dengan ilmu agama agar selalu bahagia dalam setiap kondisi, tidak berharap kpd manusia terutama ketika kita melakukan ketatatan dalam menjalankan peran dan tanggung jawab seorang ibu, seorang isteri, seorang hamba Allah, dan seorang yg hidup di masya sebagai makhluk sosial...*

*Berlarilah kepada Allah  dg memperbaiki wudhu, banyak melakukan sholat terutama sholat tahajud , terus berdoa dan sebisa mungkin utk bisa  sabar yaitu sabar yg indah seperti tidak mengeluh, tidak marah, tidak ingin di puji , melakukan  kegiatan2  yg positif dan mudah tersenyum dan mudah minta maaf serta memaafkan....*

*Datangi majlis ilmu agama yg membahas tentang Tauhid dan Aqidah shohihah karena kita akan belajar bahwa Allah mempunyai sifat Rububiyyah, Uluhiyyah  danAsmausifat dan Assunnah*

*Karena dengan bekal ilmu tsb akan memperkuat jiwa utk terus bisa ikhlas dan berharap kepada-Nya saja dalam segala situasi...*

*Bahagia yg hakiki adalah ketika kita mengenal diri sendiri dan mengenal Pencipta-Nya ... Apa tujuan kita diciptakan oleh - Nya ...aitu utk beribadah...*

Wallahua'lambishshawab.

Monday, December 9, 2019

Bahasa Arab
       •┈┈┈•✦❅✦•┈┈┈•
Depok, 16 Desember 2019


📖 *Materi 1 : Isim* 📖


*Ketentuan mengerjakan soal:*

🏷 Niat

🏷 Doa

🏷 Diperbolehkan melihat materi


Selamat mengerjakan...


بَارَكَ ﷲُ فِيْكُنَّ وَمَعَكُنَّ النَّجَاح💐

________________



1. Kata yang menunjukkan makna dengan sendirinya dan tidak berkaitan dengan waktu disebut
Fiil
✅Isim
Huruf
Jumlah

2. Kata المَسْجِدُ memiliki salah satu ciri isim yaitu

Diawali huruf alif
✅Diawali huruf alif dan lam
Diawali huruf jar
Tanwin

3. Kata مُؤْمِنٌ adalah salah satu isim yang

Abstrak
Tidak berwujud
Tidak berakal
✅Berakal


4. Kata كُرْسِيٌّ memiliki salah satu ciri isim yaitu

Diawali huruf alif
Diawali huruf alif dan lam
Diawali huruf jar
✅Tanwin


5. Kata إِلَى البَيْتِ memiliki dua ciri isim yaitu

Diawali huruf alif lam dan tanwin
✅Diawali huruf alif lam dan huruf jar
Diawali huruf jar dan tanwin
Diawali huruf alif dan tanwin

Thursday, December 5, 2019




IKHLAS

*Amat Disayangkan, Banyak Sedekah Hanya Untuk Memperlancar Rizki*


Alhamdullillahilladzi hamdan katsiron thoyyiban mubaarokan fiih kamaa yuhibbu Robbunaa wa yardho. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam.

Itulah yang sering kita lihat pada umat Islam saat ini. Mereka memang gemar melakukan puasa sunnah (yaitu puasa Senin-Kamis dan lainnya), namun semata-mata hanya untuk menyehatkan badan sebagaimana saran dari beberapa kalangan. Ada juga yang gemar sekali bersedekah, namun dengan tujuan untuk memperlancar rizki dan karir. Begitu pula ada yang rajin bangun di tengah malam untuk bertahajud, namun tujuannya hanyalah ingin menguatkan badan. Semua yang dilakukan memang suatu amalan yang baik. Tetapi niat di dalam hati senyatanya tidak ikhlash karena Allah, namun hanya ingin mendapatkan tujuan-tujuan duniawi semata. Kalau memang demikian, mereka bisa termasuk orang-orang yang tercela sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut.



Dengan Amalan Sholeh Hanya Mengharap Keuntungan Dunia, Sungguh Akan Sangat Merugi
Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (16)

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud [11] : 15-16)

Yang dimaksud dengan “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia” yaitu barangsiapa yang menginginkan kenikmatan dunia dengan melakukan amalan akhirat.

Yang dimaksud “perhiasan dunia” adalah harta dan anak.

Mereka yang beramal seperti ini: “niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan”. Maksudnya adalah mereka akan diberikan dunia yang mereka inginkan. Ini semua diberikan bukan karena mereka telah berbuat baik, namun semata-mata akan membuat terlena dan terjerumus dalam kebinasaan karena rusaknya amalan mereka. Dan juga mereka tidak akan pernah yubkhosuun, yaitu dunia yang diberikan kepada mereka tidak akan dikurangi. Ini berarti mereka akan diberikan dunia yang mereka cari seutuhnya (sempurna).

Dunia, mungkin saja mereka peroleh. Dengan banyak melakukan amalan sholeh, boleh jadi seseorang akan bertambah sehat, rizki semakin lancar dan karir terus meningkat.  Dan itu senyatanya yang mereka peroleh dan Allah pun tidak akan mengurangi hal tersebut sesuai yang Dia tetapkan. Namun apa yang mereka peroleh di akhirat?

Lihatlah firman Allah selanjutnya (yang artinya), “Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka”. Inilah akibat orang yang hanya beribadah untuk mendapat tujuan dunia saja. Mereka memang di dunia akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Adapun di akhirat, mereka tidak akan memperoleh pahala karena mereka dalam beramal tidak menginginkan akhirat. Ingatlah, balasan akhirat hanya akan diperoleh oleh orang yang mengharapkannya. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ أَرَادَ الْآَخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا

“Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al Israa’: 19)

Orang-orang seperti ini juga dikatakan: “lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan”. Ini semua dikarenakan mereka dahulu di dunia beramal tidak ikhlas untuk mengharapkan wajah Allah sehingga ketika di akhirat, sia-sialah amalan mereka. (Lihat penjelasan ayat ini di I’aanatul Mustafid, 2/92-93)

Sungguh betapa banyak orang yang melaksanakan shalat malam, puasa sunnah dan banyak sedekah, namun itu semua dilakukan hanya bertujuan untuk menggapai kekayaan dunia, memperlancar rizki, umur panjang, dan lain sebagainya.

Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhu- menafsirkan surat Hud ayat 15-16. Beliau –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, “Sesungguhnya orang yang riya’, mereka hanya ingin memperoleh balasan kebaikan yang telah mereka lakukan, namun mereka minta segera dibalas di dunia.”

Ibnu ‘Abbas juga mengatakan, “Barangsiapa yang melakukan amalan puasa, shalat atau shalat malam namun hanya ingin mengharapkan dunia, maka balasan dari Allah: “Allah akan memberikan baginya dunia yang dia cari-cari. Namun amalannya akan sia-sia (lenyap) di akhirat nanti karena mereka hanya ingin mencari dunia. Di akhirat, mereka juga akan termasuk orang-orang yang merugi”.” Perkataan yang sama dengan Ibnu ‘Abbas ini juga dikatakan oleh Mujahid, Adh Dhohak dan selainnya.

Qotadah mengatakan, “Barangsiapa yang dunia adalah tujuannya, dunia yang selalu dia cari-cari dengan amalan sholehnya, maka Allah akan memberikan kebaikan kepadanya di dunia. Namun ketika di akhirat, dia tidak akan memperoleh kebaikan apa-apa sebagai balasan untuknya. Adapun seorang mukmin yang ikhlash dalam beribadah (yang hanya ingin mengharapkan wajah Allah), dia akan mendapatkan balasan di dunia juga dia akan mendapatkan balasan di akhirat.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, tafsir surat Hud ayat 15-16)

Hanya Beramal Untuk Menggapai Dunia, Tidak Akan Dapat Satu Bagianpun Di Akhirat
Kenapa seseorang beribadah dan beramal hanya ingin menggapai dunia? Jika seseorang beramal untuk mencari dunia, maka dia memang akan diberi. Jika shalat tahajud, puasa senin-kamis yang dia lakukan hanya ingin meraih dunia, maka dunia memang akan dia peroleh dan tidak akan dikurangi. Namun apa akibatnya di akhirat? Sungguh di akhirat dia akan sangat merugi. Dia tidak akan memperoleh balasan di akhirat disebabkan amalannya yang hanya ingin mencari-cari dunia.

Namun bagaimana dengan orang yang beramal dengan ikhlash, hanya ingin mengharap wajah Allah? Di akhirat dia akan memperoleh pahala yang berlipat ganda.

Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الآخِرَةِ نزدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ

“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy Syuraa: 20)

Ibnu Katsir –rahimahullah- menafsirkan ayat di atas, “Barangsiapa yang mencari keuntungan di akhirat, maka Kami akan menambahkan keuntungan itu baginya, yaitu Kami akan kuatkan, beri nikmat padanya karena tujuan akhirat yang dia harapkan. Kami pun akan menambahkan nikmat padanya dengan Kami balas setiap kebaikan dengan sepuluh kebaikan hingga 700 kali lipat hingga kelipatan yang begitu banyak sesuai dengan kehendak Allah. … Namun jika yang ingin dicapai adalah dunia dan dia tidak punya keinginan menggapai akhirat sama sekali, maka balasan akhirat tidak akan Allah beri dan dunia pun akan diberi sesuai dengan yang Allah kehendaki. Dan jika Allah kehendaki, dunia dan akhirat sekaligus tidak akan dia peroleh. Orang seperti ini hanya merasa senang dengan keinginannya saja, namun barangkali akhirat dan dunia akan lenyap seluruhnya dari dirinya.”

Ats Tsauri berkata, dari Mughiroh, dari Abul ‘Aliyah, dari Ubay bin Ka’ab -radhiyallahu ‘anhu-, beliau mengatakan,

بشر هذه الأمة بالسناء والرفعة والدين والتمكين في الأرض فمن عمل منهم عمل الآخرة للدنيا لم يكن له في الآخرة من نصيب

“Umat ini diberi kabar gembira dengan kemuliaan, kedudukan, agama dan kekuatan di muka bumi. Barangsiapa dari umat ini yang melakukan amalan akhirat untuk meraih dunia, maka di akhirat dia tidak mendapatkan satu bagian pun.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya, Al Hakim dan Al Baiaqi. Al Hakim mengatakan sanadnya shahih. Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib)

Terdapat pula riwayat dalam Al Baihaqi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بشر هذه الأمة بالتيسير والسناء والرفعة بالدين والتمكين في البلاد والنصر فمن عمل منهم بعمل الآخرة للدنيا فليس له في الآخرة من نصيب

“Umat ini diberi kabar gembira dengan kemudahan, kedudukan dan kemulian dengan agama dan kekuatan di muka bumi, juga akan diberi pertolongan. Barangsiapa yang melakukan amalan akhirat untuk mencari dunia, maka dia tidak akan memperoleh satu bagian pun di akhirat. ”

Tanda Seseorang Beramal Untuk Tujuan Dunia
Al Bukhari membawakan hadits dalam Bab “Siapa yang menjaga diri dari fitnah harta”.

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ ، وَالدِّرْهَمِ ، وَالْقَطِيفَةِ ، وَالْخَمِيصَةِ ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ

“Celakalah hamba dinar, dirham, qothifah dan khomishoh. Jika diberi, dia pun ridho. Namun jika tidak diberi, dia tidak ridho, dia akan celaka dan akan kembali binasa.” (HR. Bukhari).  Qothifah adalah sejenis pakaian yang memiliki beludru. Sedangkan khomishoh adalah pakaian yang berwarna hitam dan memiliki bintik-bintik merah. (I’aanatul Mustafid, 2/93)

Kenapa dinamakan hamba dinar, dirham dan pakaian yang mewah? Karena mereka yang disebutkan dalam hadits tersebut beramal untuk menggapai harta-harta tadi, bukan untuk mengharap wajah Allah. Demikianlah sehingga mereka disebut hamba dinar, dirham dan seterusnya. Adapun orang yang beramal karena ingin mengharap wajah Allah semata, mereka itulah yang disebut hamba Allah (sejati).

Di antara tanda bahwa mereka beramal untuk menggapai harta-harta tadi atau ingin menggapai dunia disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selanjutnya: “Jika diberi, dia pun ridho. Namun jika tidak diberi, dia pun tidak ridho (murka), dia akan celaka dan kembali binasa”. Hal ini juga yang dikatakan kepada orang-orang munafik sebagaimana dalam firman Allah,

وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ

“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.” (QS. At Taubah: 58)

Itulah tanda seseorang dalam beramal hanya ingin menggapai tujuan dunia. Jika dia diberi kenikmatan dunia, dia ridho. Namun, jika kenikmatan dunia tersebut tidak kunjung datang, dia akan murka dan marah. Dalam hatinya seraya berujar, “Sudah sebulan saya merutinkan shalat malam, namun rizki dan usaha belum juga lancar.” Inilah tanda orang yang selalu berharap dunia dengan amalan sholehnya.

Adapun seorang mukmin, jika diberi nikmat, dia akan bersyukur. Sebaliknya, jika tidak diberi, dia pun akan selalu sabar. Karena orang mukmin, dia akan beramal bukan untuk mencapai tujuan dunia. Sebagian mereka bahkan tidak menginginkan mendapatkan dunia sama sekali. Diceritakan bahwa sebagian sahabat tidak ridho jika mendapatkan dunia sedikit pun. Mereka pun tidak mencari-cari dunia karena yang selalu mereka harapkan adalah negeri akhirat. Semua ini mereka lakukan untuk senantiasa komitmen dalam amalan mereka, agar selalu timbul rasa harap pada kehidupan akhirat. Mereka sama sekali tidak menyukai untuk disegerakan balasan terhadap kebaikan yang mereka lakukan di dunia.

Akan tetapi, barangsiapa diberi dunia tanpa ada rasa keinginan sebelumnya dan tanpa ada rasa tamak terhadap dunia, maka dia boleh mengambilnya. Sebagaimana hal ini terdapat dalam hadits dari ‘Umar bin Khottob,

قَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُعْطِينِى الْعَطَاءَ فَأَقُولُ أَعْطِهِ أَفْقَرَ إِلَيْهِ مِنِّى. حَتَّى أَعْطَانِى مَرَّةً مَالاً فَقُلْتُ أَعْطِهِ أَفْقَرَ إِلَيْهِ مِنِّى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « خُذْهُ وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ فَخُذْهُ وَمَا لاَ فَلاَ تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ ».

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan suatu pemberian padaku.” Umar lantas mengatakan, “Berikan saja pemberian tersebut pada orang yang lebih butuh (lebih miskin) dariku. Sampai beberapa kali, beliau tetap memberikan harta tersebut padaku.” Umar pun tetap mengatakan, “Berikan saja pada orang yang lebih butuh (lebih miskin) dariku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Ambillah harta tersebut dan harta yang semisal dengan ini di mana engkau tidak merasa mulia dengannya dan sebelumnya engkau pun tidak meminta-mintanya. Ambillah harta tersebut. Selain harta semacam itu (yang di mana engkau punya keinginan sebelumnya padanya), maka biarkanlah dan janganlah hatimu bergantung padanya.”  (HR. Bukhari dan Muslim).

Sekali lagi, begitulah orang beriman. Jika dia diberi nikmat atau pun tidak, amalan sholehnya tidak akan pernah berkurang. Karena orang mukmin sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya. Adapun orang yang selalu mengharap dunia dengan amalan sholehnya, dia akan bersikap berbeda. Jika dia diberi nikmat, baru dia ridho. Namun, jika dia tidak diberi, dia akan murka dan marah. Dia ridho karena mendapat kenikmatan dunia. Sebaliknya, dia murka karena kenikmatan dunia yang tidak kunjung menghampirinya padahal dia sudah gemar melakukan amalan sholeh. Itulah sebabnya orang-orang seperti ini disebut hamba dunia, hamba dinar, hamba dirham dan hamba pakaian.

Beragamnya Niat dan Amalan Untuk Menggapai Dunia
Niat seseorang ketika beramal ada beberapa macam:

[Pertama] Jika niatnya adalah murni untuk mendapatkan dunia ketika dia beramal dan sama sekali tidak punya keinginan mengharap wajah Allah dan kehidupan akhirat, maka orang semacam ini di akhirat tidak akan mendapatkan satu bagian nikmat pun. Perlu diketahui pula bahwa amalan semacam ini tidaklah muncul dari seorang mukmin. Orang mukmin walaupun lemah imannya, dia pasti selalu mengharapkan wajah Allah dan negeri akhirat.

[Kedua] Jika niat seseorang adalah untuk mengharap wajah Allah dan untuk mendapatkan dunia sekaligus, entah niatnya untuk kedua-duanya sama atau mendekati, maka semacam ini akan mengurangi tauhid dan keikhlasannya. Amalannya dinilai memiliki kekurangan karena keikhlasannya tidak sempurna.

[Ketiga] Adapun jika seseorang telah beramal dengan ikhlash, hanya ingin mengharap wajah Allah semata, akan tetapi di balik itu dia mendapatkan upah atau hasil yang dia ambil untuk membantunya dalam beramal (semacam mujahid yang berjihad lalu mendapatkan harta rampasan perang, para pengajar dan pekerja yang menyokong agama yang mendapatkan upah dari negara setiap bulannya), maka tidak mengapa mengambil upah tersebut. Hal ini juga tidak mengurangi keimanan dan ketauhidannya, karena semula dia tidak beramal untuk mendapatkan dunia. Sejak awal dia sudah berniat untuk beramal sholeh dan menyokong agama ini, sedangkan upah yang dia dapatkan adalah di balik itu semua yang nantinya akan menolong dia dalam beramal dan beragama. (Lihat Al Qoulus Sadiid, 132-133)

Adapun amalan yang seseorang lakukan untuk mendapatkan balasan dunia ada dua macam:

[Pertama] Amalan yang tidak disebutkan di dalamnya balasan dunia. Namun seseorang melakukan amalan tersebut untuk mengharapkan balasan dunia, maka semacam ini tidak diperbolehkan bahkan termasuk kesyirikan.

Misalnya: Seseorang melaksanakan shalat Tahajud. Dia berniat dalam hatinya bahwa pasti dengan melakukan shalat malam ini, anaknya yang akan lahir nanti adalah laki-laki. Ini tidak dibolehkan karena tidak ada satu dalil pun yang menyebutkan bahwa dengan melakukan shalat Tahajud akan mendapatkan anak laki-laki.

[Kedua] Amalan yang disebutkan di dalamnya balasan dunia. Contohnya adalah silaturrahim dan berbakti kepada kedua orang tua. Semisal silaturrahim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa senang untuk dilapangkan rizki dan dipanjangkan umurnya, maka jalinlah tali silaturrahim (hubungan antar kerabat).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika seseorang melakukan amalan semacam ini, namun hanya ingin mengharapkan balasan dunia saja dan tidak mengharapkan balasan akhirat, maka orang yang melakukannya telah terjatuh dalam kesyirikan. Namun, jika dia melakukannya tetap mengharapkan balasan akhirat dan dunia sekaligus, juga dia melakukannya dengan ikhlash, maka ini tidak mengapa dan balasan dunia adalah sebagai tambahan nikmat untuknya karena syari’at telah menunjukkan adanya balasan dunia dalam amalan ini.

Perbedaan dan Kesamaan Beramal untuk Meraih Dunia dengan Riya’
Syaikh Muhammad At Tamimi –rahimahullah- membawakan pembahasan ini dalam Kitab Tauhid pada Bab “Termasuk kesyirikan, seseorang beribadah untuk mencari dunia”. Beliau –rahimahullah- membawakannya setelah membahas riya’. Kenapa demikian?

Riya’ dan beribadah untuk mencari dunia, keduanya sama-sama adalah amalan hati dan terlihat begitu samar karena tidak nampak di hadapan orang banyak. Namun, Keduanya termasuk amalan kepada selain Allah Ta’ala. Ini berarti keduanya termasuk kesyirikan yaitu syirik khofi (syirik yang samar).  Keduanya memiliki peredaan. Riya’ adalah beramal agar dilihat oleh orang lain dan ingin tenar dengan amalannya. Sedangkan beramal untuk tujuan dunia adalah banyak melakukan amalan seperti shalat, puasa, sedekah dan amalan sholeh lainnya dengan tujuan untuk mendapatkan balasan segera di dunia semacam mendapat rizki yang lancar dan lainnya.

Tetapi perlu diketahui, para ulama mengatakan bahwa amalan seseorang untuk mencari dunia lebih nampak hasilnya daripada riya’. Alasannya, kalau seseorang melakukan amalan dengan riya’, maka jelas dia tidak mendapatkan apa-apa. Namun, untuk amalan yang kedua, dia akan peroleh kemanfaatan di dunia. Akan tetapi, keduanya tetap saja termasuk amalan yang membuat seseorang merugi di hadapan Allah Ta’ala. Keduanya sama-sama bernilai syirik dalam niat maupun tujuan. Jadi kedua amalan ini memiliki kesamaan dari satu sisi dan memiliki perbedaan dari sisi yang lain.

Kenapa Engkau Tidak Ikhlash Saja dalam Beramal?
Sebenarnya jika seseorang memurnikan amalannya hanya untuk mengharap wajah Allah dan ikhlash kepada-Nya niscaya dunia pun akan menghampirinya tanpa mesti dia cari-cari. Namun, jika seseorang mencari-cari dunia dan dunia yang selalu menjadi tujuannya dalam beramal, memang benar dia akan mendapatkan dunia tetapi sekadar yang Allah takdirkan saja. Ingatlah ini … !!

Semoga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa menjadi renungan bagi kita semua,

مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ لَهُ

“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 2465. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat penjelasan hadits ini di Tuhfatul Ahwadzi, 7/139)

Marilah –saudaraku-, kita ikhlashkan selalu niat kita ketika kita beramal. Murnikanlah semua amalan hanya untuk menggapai ridho Allah. Janganlah niatkan setiap amalanmu hanya untuk meraih kenikmatan dunia semata. Ikhlaskanlah amalan tersebut pada Allah, niscaya dunia juga akan engkau raih. Yakinlah hal ini …!!

Semoga Allah selalu memperbaiki aqidah dan setiap amalan kaum muslimin. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada mereka ke jalan yang lurus.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam.

Rujukan:

Al Qoulus Sadiid Syarh Kitab At Tauhid, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Wizarotusy syu’un Al Islamiyyah wal Awqof wad Da’wah wal Irsyad-Al Mamlakah Al ‘Arobiyah As Su’udiyah.
I’aanatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid, Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan.
At Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid, Sholeh bin ‘Abdul Aziz Alu Syaikh, Daar At Tauhid.
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al Qurosyi Ad Dimasyqi, Tahqiq: Saami bin Muhammad Salamah, Dar Thobi’ah Lin Nasyr wat Tauzi’.
Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jaami’it Tirmidzi, Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdirrahim Al Mubarakfuriy Abul ‘Alaa, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut.
****

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel https://rumaysho.com

Disusun di rumah mertua tercinta, Panggang, Gunung Kidul

Sabtu sore, 22 Rabi’uts Tsani 1430 H


Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/641-amat-disayangkan-banyak-sedekah-hanya-untuk-memperlancar-rizki.html

Tuesday, November 26, 2019

[27/11 10.17] Taud Ummu al: Halaqah Silsilah 'Ilmiyah 09 | Beriman Dengan Taqdir Allah

▪ Senin, 23 Rabi'ul Tsani 1440 Hijriyyah / 31 Desember 2018 Masehi
▪ 23. Buah Beriman Dengan Takdir Allāh Bagian 1

==============✿✿============

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين


Halaqah yang Ke-23 dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan Takdir Allāh adalah tentang ”Buah Beriman Dengan Takdir Allāh Bagian 1″


Diantara buah beriman dengan Takdir Allāh 'azza wajalla :

1.  Beriman Dengan Takdir adalah sebab seseorang merasakan lezatnya iman, Berkata Ubadah Ibnu Shomid kepada putranya


يا بني! إنك لن تجد طعم الإيمان حتى تعلم أن ما أصابك لم يكن ليخطئك، وما أخطأك لم يكن ليصيبك،


“Wahai anakku sesungguhnya engkau tidak akan merasakan lezatnya hakikat keimanan sampai engkau meyakini bahwa apa yang menimpamu tidak akan luput darimu & apa yang luput darimu tidak akan menimpamu” (diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibn Majjah)


2. Beriman dengan Takdir Membuahkan keberanian, keyakinan, tawakal dan bergantung hanya kepada Allāh, karena dia meyakini bahwa tidak akan menimpa dia kecuali apa yang sudah Allāh tulis, Allāh berfirman:


قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ


“Katakanlah tidak akan menimpa kami kecuali apa yang sudah Allāh tentukan untuk kami, Dia-lah penolong kami dan hanya kepada Allāh lah orang-orang yang beriman bertawakal” (Qs. At-Taubah : 51)


3. Beriman dengan Taqdir Membuahkan akhlak yang mulia, seperti kedermawan karena apabila seseorang mengetahui bahwa kekayaan & kemiskinan dengan Takdir Allāh dia tidak akan takut berinfak fi sabilillah.


4.  Beriman dengan Taqdir Membuahkan rasa syukur ketika mendapatkan nikmat , menyadarkan kenikmatan tersebut kepada Allāh, karena Dia-lah yang mentakdirkan, Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:


وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ…


“Dan nikmat apa saja yang ada pada kalian maka itu adalah dari Allāh ” (QS. An-Nahl : 53)


5.  Beriman dengan Taqdir Membuahkan petunjuk dan kesabaran ketika mendapatkan musibah, Allāh berfirman:


مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ


“Musibah apa saja yang menimpa baik dibumi maupun pada diri² kalian kecuali sudah ditulis di dalam sebuah kitab sebelum Kami menjadikannya, sesungguhnya yang demikian adalah sangat mudah bagi Allāh”. (Qs. Al-Hadid : 22)


6. Semakin kuat keimanan seseorang dengan Takdir Allāh maka akan semakin kuat tauhid nya, karena Iman dengan Takdir adalah bagian dari Iman dengan Rububiyah Allāh, yang konsekuensi nya adalah Tauhid Uluhiyyah.


7. Beriman dengan Takdir Membuahkan keikhlasan dan terjauh dari riya, karena orang yang beriman dengan Takdir mengetahui bahwa Allāh telah menentukan segalanya dan menyadari bahwa mencari pahala dari manusia tidak akan memberikan manfaat.


8.  Beriman dengan Taqdir Menghilangkan rasa dengki antar sesama muslim karena dia menyadari bahwa rezeki sudah diatur dan dibagi oleh Allāh dengan hikmah yang dalam lalu untuk apa seseorang dengki dan iri.


Itulah yang bisa kita sampaikan pada Halaqah kali ini & sampai bertemu kembali pada Halaqah selanjutnya.


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته



Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
*Materi audio ini disampaikan didalam Group WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah HSI Abdullah Roy
[27/11 10.22] Taud Ummu al: Halaqah Silsilah 'Ilmiyah 09 | Beriman Dengan Taqdir Allah

==============✿✿============

▪ Senin, 01 Jumadal Ula 1440 Hijriyyah / 07 Januari 2019 Masehi
▪ 25. Buah Beriman Dengan Takdir Allāh Bagian 3

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين


Halaqah yang Ke-25 dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Takdir Allāh adalah tentang "Buah Beriman Dengan Takdir Allāh Bagian yang ke-3"

Diantara Buah beriman dengan Takdir Allāh adalah :

16. Berbaik sangka kepada Allāh ketika melihat dirinya diberi hidayah kepada Tauhid, Sunnah dan ketaatan maka dia berbaik sangka kepada Allāh, bahwa Allāh menghendaki pada dirinya kebaikan dan ingin memudahkan dia masuk kedalam Surga Nya.


17. Diantara buah beriman dengan Takdir Allāh adalah Menimbulkan rasa takut didalam diri seorang hamba dari suul Khotimah, sehingga dia tidak tertipu dengan amal sholeh nya karena dia tidak tau dengan apa Allāh akan menakdirkan akhir amalannya.


18. Beriman dengan Takdir Menimbulkan sifat tidak suka merendahkan orang lain dan menghinakan orang lain yang terjerumus kedalam kemaksiatan karena dia tidak tau dengan apa Allāh akan menakdirkan akhir dari amalan orang tersebut.


19. Diantara Buah Beriman dengan Takdir adalah : Memerdekakan akal dan diri dari khurafat dan Tathoyyur dan dia meyakini bahwa segala sesuatu tidak terlepas dari takdir Allāh. Tidak ada yang mendatangkan kebaikan kecuali Allāh dan tidak ada yg menolak kejelekan kecuali Allāh.


20. Beriman dengan Takdir Menjadikan seseorang rendah hati dan tidak sombong ketika diberikan rezeki oleh Allāh baik berupa harta, kedudukan maupun ilmu dll. Karena ini semua datang dari Allāh dan dengan Takdir Allāh dan kalau Allāh menghendaki Allāh akan mengambilnya dari kita sewaktu².


21. Beriman dengan Takdir Membawa ketenangan didalam hati dan ketentraman jiwa karena ketika musibah dia merasa itu yang terbaik dan pasti ada hikmahnya dan dia mengetahui bahwa orang yang ridha maka Allāh akan ridha kepadanya sehingga dia tidak cemas & gelisah & tidak berangan² dan berandai².


Akhirnya semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjadikan kita termasuk orang yang beriman dengan Takdir Allāh yang baik maupun yang buruk dan semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberikan karunia kepada kita semua sehingga kita bisa merasakan buah - buah yang baik dari beriman dengan Takdir dan sesungguhnya Allāh mengabulkan doa.


الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ


Demikianlah yang bisa saya sampaikan didalam Silsilah Beriman Dengan Takdir Allāh & sampai bertemu kembali pada Silsilah Ilmiah selanjutnya yaitu "Silsilah Sirah Nabawiyyah".


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته



Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
*Materi audio ini disampaikan didalam Group WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah HSI Abdullah Roy
[27/11 10.22] Taud Ummu al: Halaqah Silsilah 'Ilmiyah 09 | Beriman Dengan Taqdir Allah

▪ Kamis, 26 Rabi'ul Tsani 1440 Hijriyyah / 03 Januari 2019 Masehi
▪ 24. Buah Beriman Dengan Takdir Allāh Bagian 2

==============✿✿============


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين



Halaqah yang Ke - 24 dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan Takdir Allāh adalah tentang ” Buah Beriman Dengan Takdir Allāh Bagian yang ke - 2″.

diantara buah beriman dengan Takdir Allah bahwa :

9. Beriman dengan takdir Membuahkan semangat yang tinggi didalam melakukan kebaikan yang berkaitan dengan agama
seperti : ibadah, menuntut ilmu, berdakwah dll.

Orang yang beriman dengan Takdir Allāh tidak takut celaan orang yang mencela ketika berdakwah, tidak terlalu hancur hatinya ketika melihat orang yang tidak menerima dakwahnya dan dia tidak pamer atau bangga diri ketika melihat orang yang mendapatkan hidayah dengan sebab dirinya karena semua itu sudah ditakdirkan oleh Allāh ajja wajalla.


10. Beriman dengan Takdir juga membuahkan semangat yang tinggi didalam berbuat kebaikan yang berkaitan dengan dunia.

Seperti : bekerja yang halal, melakukan aktivitas yang diperbolehkan & bermanfaat dll. Dan Dia tidak mudah menyesal dan berputus asa ketika menghadapi musibah yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut.


11. Beriman dengan Takdir Membuahkan ridha terhadap hukum² Allāh baik yang berupa hukum² syariat, maupun hukum² Kauniah.


12. Beriman dengan takdir Membuahkan kebahagiaan dan menghilangkan kesedihan karena dia mengetahui & yakin bahwa Allāh memilih yang terbaik baginya didalam urusan dunia, agama dan akhir dari perkaranya. Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:


… ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ


“Dan mungkin saja kalian membenci sesuatu & dia adalah baik bagi kalian & mungkin saja kalian mencintai sesuatu dan dia adalah jelek bagi kalian & Allāh Dia-lah yang mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui” (Qs. Al-Baqarah : 216)


13. Diantara buah beriman dengan Takdir Allah Membuahkan keistiqomahan di atas jalan yang lurus baik dalam keadaan mendapatkan nikmat atau tertimpa musibah, karena dia akan bersyukur ketika mendapatkan nikmat & akan bersabar ketika dia terkena musibah.


14. Tidak putus asa dari pertolongan Allāh bagaimana pun besarnya fitnah dan banyaknya ujian, karena dia yakin bahwa akhir yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa dan ini adalah ketentuan Allāh yang sudah Allāh tentukan. Allāh berfirman:


هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا


“Dia-lah yang telah mengutus Rasul Nya dengan petunjuk dan agama yang benar untuk menampakkan agama tersebut diatas seluruh agama dan cukuplah Allāh sebagai saksi” (Qs. Al-Fath : 28)


Dan Allāh mengatakan:


إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ


“Sesungguhnya Kami akan menolong Rasul² Kami & orang² yang beriman di kehidupan dunia & ketika bangkit para saksi” (Qs. Ghafir : 51)


15. Buah beriman dengan Takdir Allah adalah Menjadikan didalam diri seorang hamba Qonaah /merasa cukup dengan pemberian Allāh azza wa jalla, tidak rakus terhadap dunia dan tidak meminta minta kepada orang lain, karena dia meyakini bahwa rezeki sudah tertulis dan tidak mungkin orang lain bisa menyampaikan kepadanya sebuah rezeki kecuali apa yang sudah Allāh tulis sebelumnya.


Itulah yang bisa kita sampaikan pada Halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada Halaqah selanjutnya.



والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Abdullāh Roy

Di kota Al-Madīnah
*Materi audio ini disampaikan didalam Group WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah HSI Abdullah Roy

Saturday, November 23, 2019

*_Status Orang Yang Meninggalkan Shalat Fardhu_*


Ibadah shalat adalah ibadah yang agung. Ia juga merupakan ibadah yang urgen dan penting untuk senantiasa di jaga. Di sisi lain, banyak pula keutamaan-keutamaan dari ibadah shalat. Maka dengan begitu tingginya kedudukan shalat dalam Islam, meninggalkan ibadah ini pun berat konsekuensinya. Silakan simak penjelasan berikut.

*Urgensi ibadah shalat*

Allah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk mendirikan shalat. Allah Ta’ala berfirman:

وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِين

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk” (QS. Al-Baqarah: 43).

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ

“ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling” (QS. Al Baqarah: 83).

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah” (QS. Al Baqarah: 110).

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَأَنْ أَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَاتَّقُوهُ وَهُوَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“dan agar mereka mendirikan shalat serta bertakwa kepada-Nya”. Dan Dialah Tuhan yang kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan” (QS. An An’am: 72).

Maka mendirikan shalat adalah menjalankan perintah Allah Ta’ala.

Shalat juga salah satu dari rukun Islam. Dari Ibnu Umar radhiallahu’amhuma, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

بُنِيَ الإسْلامُ علَى خَمْسٍ، شَهادَةِ أنْ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وأنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ ورَسولُهُ، وإقامِ الصَّلاةِ، وإيتاءِ الزَّكاةِ، وحَجِّ البَيْتِ، وصَوْمِ رَمَضانَ

“Islam dibangun di atas 5 perkara: bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang haq kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji ke Baitullah dan puasa Ramadhan” (HR. Bukhari no.8, Muslim no. 16).

Tidak semua ibadah termasuk rukun Islam. Ini menunjukkan ibadah-ibadah yang termasuk rukun Islam adalah ibadah yang sangat penting dan urgen. Dan diantaranya adalah shalat.

*Keutamaan shalat*

*Shalat adalah perkara yang akan dihisab pertama kali di hari kiamat*

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إنَّ أولَ ما يُحاسَبُ به العبدُ يومَ القيامةِ من عملِه صلاتُه ، فإن صَلُحَتْ فقد أَفْلَحَ وأَنْجَح ، وإن فَسَدَتْ فقد خاب وخَسِرَ ، فإن انْتَقَص من فريضتِه شيئًا ، قال الربُّ تبارك وتعالى : انْظُروا هل لعَبْدِي من تَطَوُّعٍ فيُكَمِّلُ بها ما انتَقَص من الفريضةِ ، ثم يكونُ سائرُ عملِه على ذلك

“Amalan pertama yang akan dihisab dari seorang hamba di hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka ia akan beruntung dan selamat. Jika shalatnya rusak, maka ia akan merugi dan binasa. Jika ada shalat fardhunya yang kurang, maka Allah tabaraka wa ta’ala akan berkata: lihatlah apakah hamba-Ku ini memiliki amalan shalat sunnah? Kemudian disempurnakanlah yang kurang dari shalat fardhunya. Dan ini berlaku pada seluruh amalan lainnya” (HR. At Tirmidzi no. 413, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

*Allah perintahkan untuk menjaga shalat setiap waktu*

Allah Ta’ala berfirman:

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

“Jagalah shalat-shalat fardhu dan jagalah shalat wustha (shalat ashar) dan menghadaplah kepada Allah sebagai orang-orang yang taat” (QS. Al Baqarah: 238).

Bahkan ketika sedang sakit sekalipun tetap diperintahkan shalat sesuai kemampuan. Dari Imran bin Hushain radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

كانتْ بي بَواسيرُ ، فسأَلتُ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عنِ الصلاةِ ، فقال : صَلِّ قائمًا ، فإن لم تستَطِع فقاعدًا ، فإن لم تستَطِعْ فعلى جَنبٍ

“Aku pernah menderita penyakit bawasir. Maka ku bertanya kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengenai bagaimana aku shalat. Beliau bersabda: shalatlah sambil berdiri, jika tidak mampu maka shalatlah sambil duduk, jika tidak mampu maka shalatlah dengan berbaring menyamping” (HR. Al Bukhari, no. 1117).

*Shalat adalah tiang agama*

Dari Imran bin Hushain radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

رأسُ الأمرِ الإسلامُ، وعَمودُه الصَّلاةُ، وذِروةُ سَنامِهِ الجهادُ في سبيلِ اللهِ

“Pangkal dari semua perkara adalah Islam dan tiang Islam dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah” (HR. At Tirmidzi no. 2616, An Nasa-i no. 11330, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

*Shalat menghapuskan dosa-dosa*

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الصَّلاةُ الخمسُ والجمعةُ إلى الجمعةِ كفَّارةٌ لما بينَهنَّ ما لم تُغشَ الْكبائرُ

“Shalat yang lima waktu, shalat Jum’at ke shalat Jum’at selanjutnya, ini semua menghapuskan dosa-dosa di antara keduanya, selama tidak melakukan dosa besar” (HR. Muslim no. 233).

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أرأيتُم لوْ أنَّ نَهرًا ببابِ أَحدِكم يَغتسِلُ منه كلَّ يومٍ خَمْسَ مرَّاتٍ؛ هلْ يَبقَى مِن دَرَنِه شيءٌ؟ قالوا: لا يَبقَى من دَرنِه شيءٌ، قال: فذلِك مَثَلُ الصَّلواتِ الخمسِ؛ يَمْحُو اللهُ بهنَّ الخَطايا

“Bagaimana menurut kalian jika di depan rumah kalian ada sungai lalu kalian mandi di sana lima kali sehari. Apakah ada kotoran di badan yang tersisa? Para sahabat menjawab: tentu tidak ada kotoran lagi yang tersisa. Nabi bersabda: Maka demikianlah shalat-shalat fardhu yang lima, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan manusia dengan shalat-shalat tersebut” (HR. Bukhari no. 528, Muslim no. 667).

Dari Utsman bin Affan radhiallahu’anhu, bahwa beliau mendengar Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ما مِنِ امرئٍ مسلمٍ تَحضُرُه صلاةٌ مكتوبةٌ فيُحسِنُ وُضوءَها، وخُشوعَها، ورُكوعَها، إلَّا كانتْ كفَّارةً لِمَا قَبلَها من الذنوبِ ما لم تُؤتَ كبيرةٌ، وذلك الدَّهرَ كلَّه

“Tidaklah ada seorang Muslim pun yang menghadiri shalat wajib, ia membaguskan wudhunya, membaguskan khusyuknya dna rukuknya, kecuali shalat tersebut menjadi kafarah atas dosa-dosanya yang telah lalu, selama dijauhi dosa besar. Dan itu berlaku sepanjang waktu” (HR. Muslim no. 228).

Shalat mencegah orang dari berbuat maksiat

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

“Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS. Al Ankabut: 45).

*Hukum meninggalkan shalat*

Dengan begitu tingginya dan utamanya kedudukan shalat dalam Islam, meninggalkan ibadah ini pun berat konsekuensinya.
 *Orang yang meninggalkan shalat karenaberkeyakinan shalat 5 waktu itu tidak wajib, maka ia keluar dari Islam.* Ini adalah ijma ulama tidak ada khilafiyah di antara mereka.
 Imam An Nawawi rahimahullahmengatakan:

إذا ترَك الصلاةَ جاحدًا لوجوبها، أو جَحَدَ وجوبَها ولم يتركْ فِعلَها في الصورة، فهو كافرٌ مرتدٌّ بإجماعِ المسلمين

“Jika seseorang meninggalkan shalat karena mengingkari wajibnya shalat, atau ia mengingkari wajibnya shalat walaupun tidak meninggalkan shalat, maka ia kafir murtad dari agama Islam berdasarkan ijma ulama kaum Muslimin” (Al Majmu’, 3/14).

Sedangkan orang yang meninggalkan shalat bukan karena mengingkari wajibnya, namun karena *malas dan meremehkan,* statusnya diperselisihkan oleh ulama:

* Madzhab Hambali berpendapat kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Demikian juga salah satu pendapat dalam madzhab Syafi’i dan Maliki. Dan pendapat ini dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim.

* Pendapat madzhab Syafi’i dan Maliki mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat tidak kafir, namun mereka dihukum oleh ulil amri dengan hukuman mati.

* Pendapat madzhab Hanafi mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat tidak kafir, namun mereka dipenjara sampai kembali shalat.

*_Pendapat yang rajih dalam masalah ini adalah pendapat pertama, yang mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat itu kafir keluar dari Islam._* Karena didukung oleh dalil-dalil yang kuat. Ini yang dikuatkan Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Syaikh Shalih Al Fauzan, Syaikh Muhammad bin Ibrahim, dan para ulama besar lainnya.

*Dalil Al Qur’an*

Allah Ta’ala berfirman:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Dan hendaknya mereka mendirikan shalat dan janganlah menjadi orang-orang yang Musyrik” (QS. Ar Rum: 31).

Allah menyebutkan dalam ayat ini, diantara tanda orang-orang yang menjadi musyrik adalah meninggalkan shalat. Allah Ta’ala juga berfirman:

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan” (QS. Maryam: 59).

Pada ayat-ayat selanjutnya Allah Ta’ala menyebutkan tentang keadaan kaum Mukmin beserta nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada mereka. Lalu di ayat ini Allah menyebutkan kaum yang lain yang bukan kaum Mukminin. Dan salah satu ciri mereka adalah menyia-nyiakan shalat.

*Dalil As Sunnah*

Disebutkan juga dalam hadits dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

بَيْن الرَّجل وَبَيْن الشِّرْكِ وَالكُفر ترْكُ الصَّلاةِ

“Pembatas bagi antara seseorang dengan syirik dan kufur adalah meninggalkan shalat” (HR. Muslim no. 82).

Dari Abdullah bin Buraidah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إنَّ العَهدَ الذي بيننا وبينهم الصَّلاةُ، فمَن تَرَكها فقدْ كَفَرَ

“Sesungguhnya perjanjian antara kita dan mereka (kaum musyrikin) adalah shalat. Barangsiapa yang meninggalkannya maka ia telah kafir” (HR. At Tirmidzi no. 2621, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, ia berkata:

أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان إذا غزَا بِنا قومًا، لم يكُن يَغزو بنا حتى يُصبِحَ ويَنظُرَ، فإنْ سمِعَ أذانًا كفَّ عنهم، وإنْ لم يَسمعْ أذانًا أغارَ عليهم

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika beliau memimpin kami untuk memerangi suatu kaum, maka beliau tidak menyerang hingga waktu subuh. Beliau menunggu terlebih dahulu. Jika terdengar suara adzan, maka kami menahan diri (tidak menyerang). Namun jika tidak terdengar adzan maka baru kami serang” (HR. Bukhari no. 610, Muslim no. 1365)

Hadits ini menunjukkan bahwa kaum yang masih menegakkan shalat maka dihukumi sebagai kaum Muslimin dan tidak boleh diperangi. Sedangkan jika tidak menegakkan shalat maka dihukumi sebagai orang kafir dan diperangi (bersama ulil amri).

Kemudian perhatikan dua hadits berikut. Dari Auf bin Malik dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ia bersabda,

خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم ويصلون عليكم وتصلون عليهم وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم وتلعنونهم ويلعنونكم قيل يا رسول الله أفلا ننابذهم بالسيف فقال لا ما الصلاة وإذا رأيتم من ولاتكم شيئا تكرهونه فاكرهوا عمله ولا تنزعوا يدا من طاعة

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian cintai, dan mereka pun mencintai kalian. Kalian mendo’akan mereka, mereka pun mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian benci, mereka pun benci kepada kalian. Kalian pun melaknat mereka, mereka pun melaknat kalian”. Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah apakah kita perangi saja mereka dengan senjata?”. Nabi menjawab, “Jangan, selama mereka masih shalat. Bila kalian melihat sesuatu yang kalian benci dari pemimpin kalian, maka cukup bencilah perbuatannya, namun jangan kalian melepaskan tangan kalian dari ketaatan kepadanya” (HR. Muslim no. 2155).

Dari Ubadah bin Shamit radhiallahu’anhu, ia berkata:

دعانا النبيُّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ فبايعناه، فقال فيما أخذ علينا : أن بايعنا على السمعِ والطاعةِ، في منشطِنا ومكرهِنا، وعسرِنا ويسرِنا وأثرةٍ علينا، وأن لا ننازعَ الأمرَ أهلَه، إلا أن تروا كُفرًا بَواحًا، عندكم من اللهِ فيه برهانٌ

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah memanggil kami, kemudian membaiat kami. Ketika membaiat kami beliau mengucapkan poin-poin baiat yaitu: taat dan patuh kepada pemimpin, baik dalam perkara yang kami sukai ataupun perkara yang tidak kami sukai, baik dalam keadaan sulit maupun keadaan lapang, dan tidak melepaskan ketaatan dari orang yang berhak ditaati (pemimpin). Kecuali ketika kalian melihat kekufuran yang jelas, yang kalian punya buktinya di hadapan Allah” (HR. Bukhari no. 7056, Muslim no. 1709).

Hadits Ubadah bin Shamit menyatakan bahwa pemimpin yang melakukan kekufuran yang nyata bisa diperangi. Sedangkan dalam hadits Auf bin Malik, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang memerangi pemimpin selama masih shalat. Ini menunjukkan bahwa *meninggalkan shalat adalah kekufuran yang nyata.*

*Dalil Ijma Sahabat*

Dan para sahabat Nabi ijma’ (bersepakat) bahwa orang yang meninggalkan shalat 5 waktu maka dia keluar dari Islam. Abdullah bin Syaqiq Al ‘Uqaili mengatakan:

لم يكن أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم يرون شيئا من الأعمال تركه كفر غير الصلاة

“Dahulu para sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak memandang ada amalan yang bisa menyebabkan kekufuran jika meninggalkannya, kecuali shalat” (HR. At Tirmidzi no. 2622, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Dari Musawwar bin Makhramah radhiallahu’anhu:

أنَّه دخَلَ مع ابنِ عبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهما على عُمرَ رَضِيَ اللهُ عَنْه حين طُعِن، فقال ابنُ عبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهما: (يا أميرَ المؤمنين، الصَّلاةَ! فقال: أجَلْ! إنَّه لا حَظَّ في الإسلامِ لِمَنْ أضاعَ الصَّلاةَ)

“Ia masuk ke rumah Umar bin Khathab bersama Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma ketika Umar (pagi harinya) ditusuk (oleh Abu Lu’luah). Maka Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma berkata: Wahai Amirul Mukminin, ayo shalat! Umar pun menjawab: betul, tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang menyia-nyiakan shalat” (HR. Malik dalam Al Muwatha, 1/39, dishahihkan Al Albani dalam Irwaul Ghalil, 1/225).

Demikian juga ternukil ijma dari kalangan tabi’in. Dari Ayyub bin Abi Tamimah As Sikhtiyani, beliau mengatakan:

ترك الصلاة كفر لا نختلف فيه

“Meninggalkan shalat dalah kekufuran, kami (para tabi’in) tidak berbeda pendapat dalam masalah tersebut” (HR. Al Marwadzi dalam Ta’zhim Qadris Shalah, no. 978).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan:

إذا كان مُقرًّا بالفريضة، ولكن نفسه تغلبه كسلًا وتهاونًا، فإنَّ أهل العلم مختلفون في كفره، فمنهم مَن يرى أنَّ مَن ترك صلاة مفروضة، حتى يخرج وقتُها فإنه يكفُر، ومن العلماء مَن يراه لا يَكفُر إلَّا إذا تركها نهائيًّا، وهذا هو الصحيحُ؛ إذا تركها تركًا مطلقًا، بحيث أنه لا يهتمُّ بالصلاة؛ ولذا قال صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: ((بين الرجلِ والشركِ تركُ الصَّلاةِ))، فظاهر الحديث هو الترك المطلَق، وكذلك حديثُ بُرَيدة: ((العهدُ الذي بيننا وبينهم الصلاةُ؛ فمَن ترَكَها فقدْ كفَرَ))، ولم يقُلْ: مَن ترك صلاةً، وعلى كلِّ حال؛ فالراجحُ عندي أنَّه لا يَكفُر إلَّا إذا تركها بالكليَّةِ

“Jika seseorang mengakui wajibnya shalat namun ia dikalahkan oleh rasa malas dan meremehkan shalat. Maka para ulama berbeda pendapat apakah ia kafir atau tidak. Sebagian ulama menyatakan bahwa orang yang meninggalkan satu shalat wajib saja hingga keluar waktunya maka dia kafir. Sebagian ulama berpendapat ia tidak kafir kecuali jika ia meninggalkan seluruh shalat. Inilah pendapat yang benar. Yaitu seseorang menjadi kafir jika meninggalkan shalat secara mutlak. Karena ini berarti ia tidak ada keinginan sama sekali untuk shalat. Oleh karena itulah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Pembatas bagi antara seseorang dengan syirik dan kufur adalah meninggalkan shalat”. Zhahir hadits ini menunjukkan yang dimaksud Nabi adalah jika meninggalkan shalat secara mutlak. Demikian juga hadits Buraidah: “Sesungguhnya perjanjian antara kita dan mereka (kaum musyrikin) adalah shalat. Barangsiapa yang meninggalkannya maka ia telah kafir”. Nabi tidak bersabda: “barangsiapa yang meninggalkan satu shalat…”. Namun, ‘ala kulli haal, pendapat yang rajih ia tidak kafir kecuali jika meninggalkan shalat secara keseluruhan” (Majmu Fatawa war Rasail Ibnu Utsaimin, 12/51).

*Cara taubat bagi orang yang meninggalkan shalat*

Orang yang meninggalkan shalat wajib baginya untuk bertaubat kepada Allah dan kembali mendirikan shalat. Tidak ada kewajiban untuk mengulang syahadat kembali. Dengan ia bertaubat dan kembali mendirikan shalat, maka kembali pula status keislamannya.

Syaikh Shalih Al Fauzan ketika ditanya: “Selama hidup saya sebagian besarnya saja jalani tanpa pernah mengerjakan shalat, apa yang harus saya lakukan sekarang?”.

Beliau menjawab: ”Yang wajib bagi anda sekarang adalah bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjaga shalat di sisa hidup anda. Dan hendaknya anda bersungguh-sungguh dalam bertaubat dengan menunaikan semua syarat-syaratnya, yaitu

Menyesal atas dosa yang telah dilakukanBerhenti dari dosa yang dilakukan dan mewaspadainyaBertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut

Jika anda telah benar-benar bertaubat dan senantiasa melakukan ketaatan pada sisa hidup anda dan senantiasa melaksanakan shalat, maka itu cukup bagi anda insya Allah. Dan anda tidak perlu meng-qadha shalat-shalat yang terlewat karena anda meninggalkannya dengan sengaja. Dan ini sebenarnya sebuah kekufuran terhadap Allah ‘azza wa jalla. Karena menurut pendapat yang tepat dari perselisihan yang ada diantara para ulama, meninggalkan shalat dengan sengaja membuat pelakunya keluar dari Islam walaupun ia tidak menganggap meninggalkan shalat itu boleh”.

(Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/29838)

Beliau tidak mensyaratkan untuk mengulang syahadat.

Wahai kaum Muslimin, mari kita lebih serius lagi memperhatikan dan menjaga shalat kita dan juga orang-orang yang terdekat dengan kita. Jangan sampai kita dan orang-orang terdekat kita meninggalkan shalat yang diwajibkan Allah. Karena beratnya konsekuensi bagi orang yang meninggalkan shalat.

Semoga Allah memberi taufiq.

***

Penyusun: Yulian Purnama
Artikel: Muslim.or.id


🍃Semoga bermanfaat untuk kita semua.

📚💎📚💎📚💎📚💎📚💎📚

📲 Yuk share ke yang  lain *tanpa merubah isi artikel dan sumbernya* dan jangan lupa like halaman kami...!

🚿Dan jangan sampai ketinggalan, dengan ikuti jaringan medsos kami untuk mendapatkan artikel dan nasihat yang manfaat.

 •┈┈➖•◈◉✹❒📚❒✹◉◈•➖┈┈•

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.

🌍 Di bumi Allah *Kantor bersih.or.id*, Ahad 27 Rabi'ul Awwal 1441 H.
⁠⁠⁠
🌎www.bersih.or.id
📱Apk: bit.ly/2nzgGlN
🐦twitter.com/BERSIH_TV
📹youtube : bit.ly/2nQkBIm
🖼instagram.com/bersih.tv
🏡 Lokasi : bit.ly/2mOm00e
📪telegram.me/berbaginasihat
🔵facebook.com/programbersih
♻Admin: wa.me/628170889103
📱WA Ikhwan 1: https://bit.ly/2O3xDSy
📱WA Ikhwan 2: https://bit.ly/2xOT5kn
📱WA Akhwat: https://bit.ly/2Dj1thG

Friday, November 22, 2019

*SANGAT MENGHARUKAN.. PESAN ORANG TUA KEPADA ANAKNYA..*

📖 📖________✒



_Anakku.._
Suatu hari nanti, kamu akan melihatku tua renta, dengan polah yang aneh..

_Jika hari itu datang..._
aku mohon berikan sebagian waktumu untuk memperhatikanku.... berikan pula sebagian kesabaranmu untuk Memahamiku

Saat tanganku mulai gemetaran.. sehingga seringkali makananku jatuh ke dadaku..

Saat aku tidak kuat lagi memakai bajuku sendiri.. maka hiasi lah sikapmu dengan kesabaran mengurusku...


Ingatlah dulu ketika aku bertahun-tahun lamanya mengajarimu hal-hal yang tidak bisa kulakukan di hari ini..

Jika aku tidak lagi rapi dan wangi; jangan salahkan aku...

Tapi ingatlah di masa kecilmu, bagaimana aku selalu berusaha menjadikanmu rapi dan wangi.

Jangan menertawakan ku, bila kamu melihat aku tidak tahu atau tidak paham tentang perkembangan zamanmu..

Tapi jadilah kamu mata dan pikiranku, agar aku bisa menutupi ketertinggalan ku

Aku dahulu yang mendidik mu.. aku dulu yang mengajarimu bagaimana menghadapi hidup ini...

Akulah yang dulu mengajarimu apa yang harus aku lakukan hari ini, dan apa yang harusnya tidak aku lakukan hari ini.

Janganlah kamu bosan dengan lemahnya ingatanku, lambatnya kata-kata dan pikiranku saat berbicara denganmu..

karena yang membahagiakanku saat ngobrol denganmu sekarang ini; hanyalah kebersamaan denganmu saja..

Bantulah aku untuk mendapatkan keinginanku, karena aku masih tahu apa yang kuinginkan.

Saat kedua kakiku tidak patuh lagi untuk membawaku ke tempat yang kuinginkan; jadilah kamu seorang yang penyayang..

ingatlah bahwa aku dahulu menuntunmu berkali-kali agar engkau mampu berjalan..

maka janganlah malu menuntunku saat ini, karena nanti kamu juga akan mencari orang yang mau menuntunmu.

Ingatlah, di umurku ini aku tidaklah menginginkan kehidupan sepertimu.. tapi aku hanya menunggu kematian, itu intinya..

maka, temanilah aku.. jangan kau campakkan diriku.

Saat kamu ingat kesalahan-kesalahanku; ingatlah bahwa tidak ada yang kuinginkan darinya kecuali kebaikan untukmu..

maka, sesuatu yang paling baik kau lakukan untukku saat ini adalah memaaafku, menutupi aibku.. semoga Allah memaafkanmu dan menutupi aibmu.

Sungguh tawa dan senyumanmu masih terus membuatku bahagia seperti dulu.. oleh karena itu, jangan halangi aku untuk menemanimu.

Aku dahulu bersamamu saat kamu dilahirkan.. maka, teruslah bersamaku saat aku mendekati kematian!!

----------

_*Ya Rabb, ampunilah aku dan kedua orang tuaku... Sayangilah mereka berdua, sebagaimana mereka telah mendidikku (dengan kasih sayang) saat aku kecil.*_



🖊  Ustadz Dr. Musyaffa' ad Dariny Lc, M.A.
Dewan Pembina Yayasan Risalah Islam

Oleh: Mutiara Risalah Islam
>>>>>>>>🌺🌺<<<<<<<<

📚  Mau Dapat Tambahan Ilmu Setiap Hari dari Ust Dr. Musyaffa' ad Dariny Lc, M.A. ?
📝  Anda akan mendapatkan Nasehat, Artikel Terbaik Setiap Hari di Group WA Mutiara Risalah Islam MRI
📲  Daftar Group WA: [Nama, Nomor wa, Jenis Kelamin]
kirim ke https://api.whatsapp.com/send?phone=6289628222285
*Bagaimana mencetak anak shalih?*

Semua orang yang telah menikah dan memiliki anak pasti menginginkan anaknya jadi shalih dan bermanfaat untuk orang tua serta agamanya.

Karena anak jadi penyebab bagi orang tua untuk terus mendapat manfaat lewat doa dan amalannya, walau orang tua telah tiada. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ


“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, atau doa anak yang shalih.” (HR. Muslim no. 1631).

Berarti keturunan atau anak yang shalih adalah harapan bagi setiap orang tua. Terutama ketika orang tua telah tiada, ia akan terus mendapatkan manfaat dari anaknya. Manfaatnya bukan hanya dari doa seperti tertera dalam hadits di atas. Manfaat yang orang tua perolah bisa pula dari amalan anak. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ

“Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud no. 3528, An-Nasa’i dalam Al-Kubra 4: 4, 6043, Tirmidzi no. 1358, dan Ibnu Majah no. 2290. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Ada beberapa kiat singkat yang bisa kami sampaikan dalam kesempatan kali ini.

1- Faktor Utama adalah Doa
Tanpa doa, sangat tak mungkin tujuan mendapatkan anak shalih bisa terwujud. Karena keshalihan didapati dengan taufik dan petunjuk Allah.

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’rof : 178)

Karena hidayah di tangan Allah, tentu kita harus banyak memohon pada Allah. Ada contoh-contoh doa yang bisa kita amalkan dan sudah dipraktikkan oleh para nabi di masa silam.

Doa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

“Robbi hablii minash shoolihiin” [Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh]”. (QS. Ash Shaffaat: 100).

Doa Nabi Zakariya ‘alaihis salaam,

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Robbi hab lii min ladunka dzurriyyatan thoyyibatan, innaka samii’ud du’aa’” [Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mengdengar doa] (QS. Ali Imron: 38).

Doa ‘Ibadurrahman (hamba Allah yang beriman),

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Robbanaa hab lanaa min azwajinaa wa dzurriyatinaa qurrota a’yun waj’alnaa lil muttaqiina imaamaa” [Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa]. (QS. Al-Furqan: 74)

Yang jelas doa orang tua pada anaknya adalah doa yang mustajab. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Ada tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang terzalimi.” (HR. Abu Daud no. 1536, Ibnu Majah no. 3862 dan Tirmidzi no. 1905. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Oleh karenanya jangan sampai orang tua melupakan doa baik pada anaknya, walau mungkin saat ini anak tersebut sulit diatur dan nakal. Hidayah dan taufik di tangan Allah. Siapa tahu ke depannya, ia menjadi anak yang shalih dan manfaat untuk orang tua berkat doa yang tidak pernah putus-putusnya.

2- Orang Tua Harus Memperbaiki Diri dan Menjadi Shalih
Kalau menginginkan anak yang shalih, orang tua juga harus memperbaiki diri. Bukan hanya ia berharap anaknya jadi baik, sedangkan ortu sendiri masih terus bermaksiat, masih sulit shalat, masih enggan menutup aurat. Sebagian salaf sampai-sampai terus menambah shalat, cuma ingin agar anaknya menjadi shalih.

Sa’id bin Al-Musayyib pernah berkata pada anaknya,

لَأَزِيْدَنَّ فِي صَلاَتِي مِنْ أَجْلِكَ

“Wahai anakku, sungguh aku terus menambah shalatku ini karenamu (agar kamu menjadi shalih, pen.).” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 467)

Bukti lain pula bahwa keshalihan orang tua berpengaruh pada anak, di antaranya kita dapat melihat pada kisah dua anak yatim yang mendapat penjagaan Allah karena ayahnya adalah orang yang shalih. Silakan lihat dalam surat Al-Kahfi,

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih.” (QS. Al-Kahfi: 82). ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz pernah mengatakan,

مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يَمُوْتُ إِلاَّ حَفِظَهُ اللهُ فِي عَقِبِهِ وَعَقِبِ عَقِبِهِ

“Setiap mukmin yang meninggal dunia (di mana ia terus memperhatikan kewajiban pada Allah, pen.), maka Allah akan senantiasa menjaga anak dan keturunannya setelah itu.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 467)

3- Pendidikan Agama Sejak Dini
Allah memerintahkan pada kita untuk menjaga diri kita dan anak kita dari neraka sebagaimana disebutkan dalam ayat,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6).

 Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir (7: 321), ‘Ali mengatakan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah,

أَدِّبُوْهُمْ وَعَلِّمُوْهُمْ

*“Ajarilah adab dan agama pada mereka.” Tentang shalat pun diperintahkan diajak dan diajarkan sejak dini.*

Dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu ‘anhu, beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ

“Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud no. 495. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Tentang adab makan diperintahkan untuk diajarkan. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendidik ‘Umar bin Abi Salamah adab makan yang benar. Beliau berkata pada ‘Umar,

يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

“Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (bacalah bismillah) ketika makan. Makanlah dengan tangan kananmu. Makanlah yang ada di dekatmu.” (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022)

Bukan hanya shalat dan adab saja yang diajarkan, hendaklah pula anak diajarkan untuk menjauhi perkara haram seperti zina, berjudi, minum minuman keras, berbohong dan perbuatan tercela lainnya.

 Kalau orang tua tidak bisa mengajarkannya anaknya dikarenakan kurang ilmu maka orang tua wajib belajar duduk di majlis ilmu mendengarkan kajian, belajar alquran dsb.

 *Moga kita dikaruniakan anak-anak yang menjadi penyejuk mata orang tuanya. Al-Hasan Al-Bashri berkata,*

لَيْسَ شَيْءٌ أَقَرُّ لِعَيْنِ المؤْمِنِ مِنْ أَنْ يَرَى زَوْجَتَهُ وَأَوْلاَدَهُ مُطِيْعِيْنَ للهِ عَزَّ وَجَلَّ

*“Tidak ada sesuatu yang lebih menyejukkan mata seorang mukmin selain melihat istri dan keturunannya taat pada Allah ‘azza wa jalla.” (Disebutkan dalam Zaad Al-Masiir pada penafsiran Surat Al-Furqan ayat 74) Wallahu waliyyut taufiq*

Referensi Utama:
Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim. Cetakan pertama, tahun 1433 H. Yahya bin Syarh An-Nawawi. Penerbit Dar Ibnu Hazm. Fiqh

Tarbiyah Al-Abna’. Cetakan tahun 1423 H. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Dar Ibnu Rajab.



Naskah Khutbah Jumat di Masjid Jami’ Al-Adha, Pesantren Darush Sholihin

Selesai disusun di hari Jumat, 18 Dzulhijjah 1436 H di Darush Sholihin, Panggang, GK

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com