💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡
*📝CATATAN DALAM MENG-IROB*
☄☄☄☄☄☄☄☄☄☄☄
1. Baca dgn seksama teks arabnya sebelum memulai mngi'rob
2. Tentukan setiap ketemu isim/dhomir kedudukannya dalam jumlah, misalnya mubtada / fail, yg perlu di ingat jika menemukan isim menurut antum jadi mubtada', maka jangan double jadi fail
3. Perhatikan khususnya Isim ketika terdapat harokat akhirnya, jika rafa' / nashab, maka kembalikan ke teori nahwu yg sdh antum pelajari utk menentukan kedudukan i'rabnya
4. Jangan lupa jika menemukan fi'il, maka harus tentukan fa'il nya.
5. Jangan lupa jika ada mubtada', maka tentukan pula khabar nya
6. Sebagian peserta banyak yg membuat kedudukan kalimatnya rancu, misalnya mubtada' dn fail jadi satu
7. Jika ada huruf yg tdk tau i'rabnya biarkan aja gpp
8. Perhatikan Dhomir , dhomir pasti ada i'rabnya karena dia isim walaupun mabni
Barakallahu fiikum wama'akumunnajaah wajaaahiduuu
💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡
_______________________
*📝CATATAN TAMBAHAN MENJELANG UJIAN*
*PERHATIAN......*❗
*SALIN catatan ini (dan catatan yang sebelumnya) di buku tulis masing-masing*
*✍🏻>>> CATATAN 1*
Huruf ‘ATHOF bisa menghubungkan *2 KATA* dan *2 KALIMAT*. Namun pada pelatihan kita kali ini, yang perlu Antum perhatikan dan fahami baik-baik adalah huruf ‘athof yang mengubungkan *2 ISIM*. Sebab, dengan memahaminya, Antum akan bisa menentukan harokat akhir ISIM yang terletak setelahnya pada setiap cerita pendek yang nanti akan diberikan.
*✍🏻>>> CATATAN 2*
Harokat ISIM yang terletak setelah huruf ‘athof mengikuti harokat *ISIM* yang lain yang terhubung dengannya (yang terletak sebelum huruf ‘athof). Namun ingat, *ISIM* yang diikuti harokatnya tidak harus terletak persis sebelum huruf ‘athof.
Misalnya pada ayat al-Qur’an berikut:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan”. (QS. An-Nashr: 1)
*Perhatikan!!!*
Harokat akhir ISIM *“AL-FATHU*” (الْفَتْحُ) mengikuti harokat ISIM “NASHRU” (نَصْرُ), *BUKANNYA* mengikuti harokat *“ALLAAHI”* (اللهِ). Kalau harokat *“AL-FATHU”* kita buat sama dengan harokat *“ALLAAHI”*, maka nanti maksudnya jadi jauh beda. Artinya nanti jadi begini:
“Telah datang pertolongan Allah dan (pertolongan) kemenangan”
Atau seperti kasus dua kalimat berikut:
جَاءَ وَلَدُ حَسَنٍ وَ زَيْدٌ
“Telah datang anak si Hasan dan si Zaid”
(Jadi, yang datang adalah Si Zaid bersama anaknya Si Hasan. )
جَاءَ وَلَدُ حَسَنٍ وَ زَيْدٍ
“Telah datang anak si Hasan dan (anak) si Zaid”
(Jadi yang datang adalah Anaknya si Hasan dan anaknya si Zaid.)
*✍🏻>>> CATATAN 3*
Setiap ada FI’IL, berarti terdapat *JUMLAH FI’LIYYAH*. Maka, jika dalam sebuah kalimat panjang terdapat –misalnya- 3 *FI’IL*, berarti dalam kalimat panjang itu terdapat 3 *JUMLAH FI’LIYYAH*.
*✍🏻>>> CATATAN 4*
Setiap ada FI’IL dalam sebuah kalimat, PASTI ada FA’IL yang terletak setelahnya. Namun, kadang *FA'IL*nya itu *TIDAK DISEBUTKAN (DISEMBUNYIKAN)*. Dan kita bisa mengetahui siapa *FA’ILNYA* dengan memahami konteks kalimat secara keseluruhan.
Perhatikan kalimat berikut:
رَأَى مُحَمَّدٌ زَيْدًا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ فِي الْغُرْفَةِ
“Muhammad melihat Zaid sedang membaca di dalam kamar”
Pada kalimat di atas ada 2 *JUMLAH FI’LIYYAH*. Pada *JUMLAH FI’LIYYAH PERTAMA* disebutkan *FA’IL* & *MAF’UL BIHNYA*.
Pada *JUMLAH FI’LIYYAH* ke-2 fa’ilnya disembunyikan. Namun, dengan memahami konteks kalimat secara keseluruhan, kita bisa mengetahui bahwa yang membaca adalah Si Zaid. Namun ingat!!! Zaid pada kalimat di atas tidak dikatakan sebagai *FA’IL*. Secara *KAIDAH NAHWU*, Zaid berkedudukan sebagai *MAF’UL BIH*. Namun dari sisi makna, Zaid adalah orang yang membaca (pelaku).
*✍🏻>>> CATATAN 5*
Dalam *JUMLAH FI'LIYYAH*, maf’ul bih boleh disebutkan dan boleh juga tidak.
يَأْكُلُ عَلِيٌّ فِي الْغُرْفَةِ
“Ali sedang makan di dalam kamar”
Pada contoh di atas maf’ul bihnya tidak disebutkan.
*✍🏻>>> CATATAN 6*
Berdasarkan *KAIDAH ILMU NAHWU*, *FI’IL* lah yang menyebabkan *FA’IL* menjadi berharokat akhir *DHOMMAH & MAF’UL BIH* menjadi berharokat akhir *FATHAH*.
رَأَى مُحَمَّدٌ زَيْدًا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ فِي الْغُرْفَةِ
Jadi, pada kalimat di atas, yang menyebabkan “مُحَمَّدٌ” berharokat akhir *DHOMMAH* & “زَيْدًا” berharokat akhir *FATHAH* adalah fi’il “رَأَى”. Sedangkan yang menyebabkan “الْقُرْآنَ” berharokat akhir *FATHAH* adalah fi’il “يَقْرَأُ”.
Penejelasan lebih lanjut akan kita pelajari nanti di level-level berikutnya.
*✍🏻>>> CATATAN 7*
Untuk bisa mengetahui apakah *HURUF ‘ATHOF* itu menghubungkan *KATA* dengan *KATA* atau *KALIMAT* dengan *KALIMAT*, maka kita harus memahami konteks kalimat secara keseluruhan.
Perhatikan 2 *KALIMAT* berikut:
===> *KALIMAT 1*
دَخَلَ الْوَلَدُ الْغُرْفَةَ وَ وَضَعَ الْحَقِيْبَةَ عَلَى الْمَكْتَبِ الْوَاسِعِ وَ وَضَعَ الْحِذَاءَ عَلَى الْبِلَاطِ النَّظِيْفِ.
Pada kalimat ini, *HURUF ‘ATHOF* menghubungkan *KALIMAT* dengan *KALIMAT*. Kemudian perlu diperhatikan! Yang menyebabkan “الْحَقِيْبَةَ” dan “الْحِذَاءَ” berharokat akhir *FATHAH* adalah fi’il-fi’il yang terletak sebelumnya. Jadi, bukan karena *‘ATHOF* kepada “الْغُرْفَةَ”. Jadi keduanya cukup dikatakan sebagai *MAF’UL BIH*. Tidak perlu ditambah *‘ATHOF* (kepada…).
===> *KALIMAT 2*
رَأَى مُحَمَّدٌ زَيْدًا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَ حَسَنًا يَحْفَظُ الْحَدِيْثَ
Muhammad melihat Zaid sedang membaca al-Qur’an dan Hasan sedang menghafal hadits.
Pada kalimat ini, *HURUF ‘ATHOF* menghubungkan *DUA KATA* yaitu “زَيْدًا” & “حَسَنًا”. Sehingga “حَسَنًا” dikatakan sebagai *‘ATHOF* kepada *MAF’UL BIH* (زَيْدًا). Adapun *JUMLAH FI’LIYYAH* setelah “حَسَنًا” hanya mengiringi saja. Penjelasan lebih lanjut akan kita bahas di level-level berikutnya.
*Fahimtum?*
No comments:
Post a Comment