Sunday, July 7, 2019

Cerita Ammar anak pertamaku ...
Masya Allah .. tabrakallah




Semoga tetap istiqomah dalam ibadah belajar, dan bekerja ...

Sedikit Cerita Menuju Gelegar Wispril (Seri Gelegar #1)

Ammar Chalifah
Ammar Chalifah

Jul 8 · 6 min read

Sedikit cerita, beberapa bulan lalu aku berkesempatan menjadi Ketua Wisuda April HME ITB 2019. Itu adalah kali pertama dalam hidup aku menjadi top-level manager dan memimpin banyak orang. Karena ini pengalaman pertama, begitu banyak cerita yang kulalui: baik dari kondisi internal, pembangungan motivasi, pencalonan, dan lain sebagainya. Sebagai upaya mengabadikan momen emas ini, aku berniat membagikan cerita melalui seri tulisan yang kuberi judul Gelegar.
Selamat menikmati, dan semoga tidak menyesal menginvestasikan waktu membaca celotehan random seorang Ammar.
Parade Wisuda
KM ITB memiliki budaya wisuda yang menurutku cukup unik. Budaya wisuda ini sudah bertahan lama, walau bentuk dan nilai-nilainya mungkin mengalami transformasi seiring waktu berjalan. Yang jelas, budaya ini ada dan sejarah tentangnya bersirkulasi di kalangan mahasiswa ITB. Aku mengetahui suatu versi tentang sejarah arakan wisuda ini, walau versi tersebut belum terverifikasi dan mendapat jaminan stempel kebenaran.
Sedikit gambaran, ITB memiliki tiga kali wisuda dalam satu tahun. Setiap masa wisuda (Oktober, Juli, dan April), wisudawan mendapatkan apresiasi khusus dari himpunan mahasiswa jurusan masing-masing. Metode apresiasi tersebut adalah dengan arak-arakan wisuda, yang diselenggarakan pada hari yang sama dengan sidang kelulusan wisudawan.
Wisudawan diarak keliling kampus oleh massa himpunan, dengan tujuan arak-arakan yang beragam tergantung HMJ-nya. Ada beberapa prosesi unik selama proses arakan. Beberapa wisudawan yang cukup beruntung mendapatkan kesempatan lebih untuk memberikan orasi di Sunken Court, kemudian memimpin mars himpunan. Lalu, ada penampilan perform dari masing-masing tim perform himpunan untuk menghibur wisudawan. Selama keberjalanan arakan, beberapa HMJ juga memiliki budayanya masing-masing dalam mengapresiasi wisudawan: misalkan dengan menceburkan mereka ke kolam prodinya atau menyiram mereka dengan air. Yah, setiap HMJ memiliki warnanya masing-masing.
Jika melihat sejarahnya, dulu mahasiswa diarak baik oleh sesama mahasiswa mau pun oleh masyarakat sekitar. Misal, bapak kos yang sudah merasa seperti memiliki anak sendiri pun ikut melepas kepergian mahasiswa tersebut. Kedekatan antara mahasiswa dan masyarakat sekitar pun mendorong masyarakat sekitar untuk turun langsung dalam acara wisuda mahasiswa. Masyarakat menyambut baik lahirnya sarjana baru dari ITB, mencurahkan harapan serta menarik komitmen dari wisudawan agar mereka setelah lulus tetap ingat dengan masyarakat dan berusaha menyelesaikan permasalahan bangsa.
Namun, hari ini kegiatannya tidak seindah dulu. Walau jargonnya apresiasi, aku mempertanyakan banyak hal. Apalagi, yang mengarak wisudawan hari ini hanya sesama teman satu himpunan saja. Tidak ada jaminan juga massa yang mengarak kenal dan benar-benar mengapresiasi dengan tulus wisudawan yang mereka arak. Di mataku, esensi parade wisuda hari ini sudah mulai luntur.
Himpunan Mahasiswa Elektroteknik
Aku tergabung ke dalam Himpunan Mahasiswa Elektroteknik, himpunan mahasiswa yang menaungi tiga jurusan: Teknik Elektro, Teknik Tenaga Listrik, dan Teknik Biomedis. Sebenarnya, himpunan yang sudah berumur 69 tahun ini lahir dari prodi Teknik Elektro. Mars dan jargon-jargon himpunan seluruhnya hanya mengglorifikasi Teknis Elektro, tanpa mengakomodasi semangat dari jurusan-jurusan lainnya yang terkesan hanya ‘numpang’ di HME ini.
HME memiliki tiga tujuan. Secara singkat, ketiga tujuan tersebut adalah: membentuk sarjana elektroteknik yang utuh, memenuhi kebutuhan material dan spiritual anggotanya untuk menunjang pembentukan karya cipta, dan terakhir untuk membentuk kekeluargaan antar anggota dan alumninya.
Sebenarnya, masuk himpunan atau tidak itu murni pilihan masing-masing individu. Dulu, aku tidak begitu tertarik untuk masuk ke dalam HME. Aku cenderung tidak mau ikut mengglorifikasi himpunan yang hanya berfokus pada nama Teknik Elektro ini. Namun, sayang beribu sayang, sistem KM ITB menggunakan basis massa himpunan dalam proses penarikan aspirasi melalui senator. Jika aku tidak menjadi bagian dari himpunan, maka keterlibatanku dalam panggung besar KM ITB akan terbatas. Maka dari itu, aku dengan sangat terpaksa menjalani proses orientasi demi menjadi anggota himpunan ini.
HME termasuk salah satu himpunan tertua di KM ITB, dengan anggota terbanyak (sekitar 400 orang) dan sekretariat himpunan terbesar. Jaket himpunannya berwarna abu-abu, walau jujur aku tidak mengetahui makna dari warna jahim tersebut karena tidak ada satu pun dokumen legal HME yang mendeskripsikan maknanya. Logonya berbentuk petir berwarna merah, dengan dua garis kuning di belakangnya pada bidang persegi berwarna putih. Logonya pun tidak memiliki makna pasti. Semua anggota HME dipanggil CHAMP, dan lagi-lagi: tidak ada dokumen legal yang menyatakan apa makna dari CHAMP tersebut. Bahkan parahnya lagi, tidak ada satu pun nilai HME yang dijelaskan secara tersurat di dokumen legal HME: baik TAP MPA mau pun AD/ART. Kasarnya, HME tidak menautkan segala hal kepada maknanya dengan ikatan legal apa pun. Terkadang, aku berpikir inilah keunikan HME. HME sangat abu-abu, sebebas itu ingin dimaknai seperti apa dan terbuka kepada setiap perubahan dan kritik. Mungkin hal ini juga menjadi salah satu alasanku mau memperjuangkan hal-hal ‘aneh’ untuk wisuda HME.
Karena HME memang abu-abu, sekalian saja kritik tradisinya habis-habisan.
Oke Champ!
Elektro Biomed Power!
Sedikit Aspek Kedirian Ammar
Sebelum melanjutkan ke cerita utama, mungkin ada baiknya Anda sedikit memahami bagaimana cara otakku bekerja dan bagaimana aku bersikap. Oh iya, serta beberapa nilai diri yang kuanut. Sebenarnya hal ini tidak terlalu penting, tapi agar kalian memahami mengapa aku memiliki pemikiran-pemikiran seperti yang tertuang di buku ini, kalian perlu untuk melihat diriku dan apa yang mendorongku.
Namaku Ammar. Aku berusia setahun lebih tua dari anak-anak seangkatanku. Aku mahasiswa Teknik Biomedis yang masih terjebak dalam Himpunan Mahasiswa Elektroteknik. Aku cinta biologi, dan memilih prodi Teknik Biomedis karena mendasarinya ke rasa tanggungjawabku. Ketika memilih jurusan, aku belum mengenal konsep Ikigai hingga akhirnya sekarang aku sedang berjuang agar tidak merasa salah jurusan.
Aku menjalani pendidikanku secara terbuka. Sekolahku di SD sangat moderat. Orangtuaku yang agamis pun terbuka terhadap diskusi. Aku tumbuh sebagai anak yang awalnya sangat tidak nasionalis dan membenci masyarakat: hanya karena aku merasa mereka semua gagal memenuhi ekspektasiku akan kondisi ideal suatu negara dan komunitas. Aku suka komik, dan aku mulai mencintai Indonesia setelah aku melihat ternyata komik-komik lokal lumayan keren. Aku pun memulai mencoba tidak menyalahkan masyarakat setelah aku menyadari status quo dari keadaan mereka itu bukan benar-benar pilihan mereka.
Karena menjalani masa pendidikan awalku dengan penuh diskusi dan cerita, aku selalu tidak puas dengan keadaan dan berusaha mendorong segala hal ke keadaan ideal. Akhirnya, aku pun selalu mengkritik kondisi aktual dan merasa segala hal harus lebih progresif. Aku tidak suka nilai-nilai yang kaku, budaya yang terlalu dipertahankan apa adanya, dan tradisi-tradisi tanpa rasionalisasi. Aku menjunjung tinggi kreativitas dan inovasi. Aku mendukung reservasi budaya dengan cara mengadaptasinya ke bentuk yang relevan dengan zaman dan kondisi komunitas. Aku tidak suka hal yang rigid, termasuk himpunan yang terlalu kaku. Mungkin, inilah yang membuatku cukup merasa menerima menjadi bagian dari HME: karena HME abu-abu.
Aku tidak punya visi hidup spesifik. Aku menjalani hidupku bagai air mengalir. Aku hanya punya satu prinsip dalam membuat tujuan-tujuan jangka pendek dalam hidup: semua itu berorientasi untuk mewujudkan mimpi besarku. Aku ingin menjadi bagian dari sejarah dunia. Tarikannya, aku selalu berusaha menjadi sejarah di setiap wadah dan fase hidupku. Termasuk dalam setiap kegiatan yang kualokasikan banyak waktu dan tenaga. Aku berharap di setiap wadah tempatku berkembang, aku menjadi sejarah di sana. Misalkan, aku menjadi wisudawan terbaik dan satu-satunya anak SMA yang membuat Karya Ilmiah Remaja dengan menulis komik lebih dari 100 halaman saat aku menghabiskan masa SMA di SMA IC Al Kausar. Atau aku menjadi siswa yang mencetak rekor nilai try out SBMPTN tertinggi sepanjang sejarah di Bimbel Nurul Fikri Depok cabang dekat Smansa, menjadi peringkat 2 nasional. Aku selalu memiliki tujuan untuk mengukir sejarah di semua wadah, termasuk himpunan. Aku ingin menjadi bagian dari sejarah panjang himpunan, aku ingin diriku dan gagasanku abadi di sana.
Lalu, aku orang yang sulit berkomitmen. Aku cepat bosan pada hal yang kunilai tidak lagi menarik. Aku orang yang didorong oleh semangat, bukan oleh rasa tanggung jawab. Jika tidak membuat jiwaku terbakar dan tidurku tak nyenyak, aku tidak bisa benar-benar totalitas dalam melakukan apa pun. Namun, jika jiwaku sampai berkobar karena suatu hal, aku akan melakukan itu dengan total dan akan kupastikan hasilnya menjadi salah satu yang terbaik.
Terakhir, aku didorong oleh motivasi internal jauh lebih kuat daripada eksternal. Aku cenderung tidak peduli dengan kondisi eksternal. Aku tidak terlalu peduli dengan aspirasi massa, permasalahan aktual, dan lain sebagainya. Dalam melakukan sesuatu, aku melihat diriku sebagai pertimbangan utama. Apa yang mau kubuat? Apa yang mau kulakukan? Sejarah apa yang mau kutinggalkan? Setelah itu terjawab dari dalam, baru aku melihat kondisi luar. Hal ini sangat berpengaruh terhadap prosesku menjadi Kawispril. Aku berangkat bukan dari kondisi riil himpunan, namun aku berangkat dari apa kondisi idealnya. Dari mana kondisi ideal itu turun? Yah, menurutku saja. Haha.
***
Bersambung ke Seri Gelegar #2

No comments:

Post a Comment