Monday, July 8, 2019

Kajian qiro'at

بسمﷲ الرحمن الرحيم


Macam-macam Qira’at al-Qur’an
Beberapa ulama ilmu al-Qur’an berpendapat bahwa qiraat ada tiga macam, mutawatir, ahad dan syadz. Mereka berpendapat bahwa qiraat yang mutawatir adalah qiraat tujuh, kemudian qiraat sepuluh dan qiraat para sahabat adalah ahad. Sebagian berpendapat bahwa qiraat sepuluh adalah mutawatir. Sedangkan selain qiraat tersebut, menurut pandangan ulama adalah syadz.

Menurut Al-Jazari seperti dikutip al-Suyuti dan juga Zarqani, memaparkan macam-macam qiraat ditinjau dari segi sanad adalah: mutawatir, masyhur, ahad, syadz, maudhu’ dan mudraj.
Qiraat mutawatir, adalah qiraat yang disandarkan pada periwayat yang terpercaya dan tidak mungkin mereka berdusta.
Qiraat masyhur, adalah qiraat yang sanadnya sahih tetapi tidak sampai mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab, rasm Uthmani dan terkenal dikalangan ahli qiraat. Oleh sebab itu, qiraat tersebut tidak dikatakan syadz.
Qiraat ahad, adalah qiraat yang sanadnya sahih, tetapi rasmnya berbeda dengan rasm Uthmani. Demikian juga dengan kaidah dalam bahasa Arabnya yang berbeda serta tidak se-masyhur seperti tersebut di atas, seperti terdapat dalam surah al-Taubah ayat 128:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفَسِكُمْ
Kata (أَنْفُسِكُمْ) dibaca dengan (أَنْفَسِكُمْ).
Dalam surah al-Rahman ayat 76
مُتَّكِئِيْنَ عَلَي رَفَارِفَ خُضْرِ وَعَبَاِرقِيِّ حِسَان
Kata (رَفْرَفَ) dibaca dengan (رَفَارِفَ). Kedua bacaan qiraah di atas al-Hakim melalui jalur ‘Ashim Jahdari, dari Abu Barkah, dari Nabi SAW.
Qiraat syadz, adalah qiraat yang sanadnya tidak sahih. Seperti qiraat Ibn al-Samaifah, seperti dalam surah Yunus ayat 92:
فَالْيَوْمَ نُنْحِيْكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلَفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ
Kata (نُنَجِّيكَ) di baca dengan (نُنْحِيْكَ) dan kata (خَلْفَكَ) dibaca dengan(خَلَفَكَ).
Menurut Abu Amr Ibn Hajab, seperti dikutib al-Jazari, qiraat yang syadz dilarang pembacaannya pada saat solat dan lainnya. Sedangkan menurut mazhab Syafii, apabila seseorang mengetahui bahwa suatu bacaan adalah qiraat syadz dan membacanya pada saat salat, maka batallah solatnya. Jika tidak mengetahui, maka terbebas dari kesalahan.[1]
Qiraat maudhu, adalah qiraat yang tidak ada asalnya. Sebagai contoh, qiraat yang dinisbatkan kepada Imam Abu Hanifah dalam surah al-Fatir ayat 28
إِنَّماَ يَخْشَي الله مِنْ عِبَادِهِ الْعَلَمَاءِ
Kata (الله) dibaca dengan (الله). Dan kata (الْعُلَمَاءِ) dibaca (الْعَلَمَاءِ). Menurut Zarqani qiraat tersebut tidak memiliki dasar sama sekali, sehingga Abu Hanifa terbebas darinya.
Qiraat mudraj, adalah qiraat yang disisipkan penafsiran seperti qiraat yang diambil dari Ibn Abbas, seperti terdapat Surah al-Baqarah ayat 198
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ في مواسم الحج فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
Kalimat (في مواسم الحج) adalah penafsiran yang diselipkan dalam nash ayat tersebut.
Juga terdapat dalam surah Nisa ayat 12:
وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ أمٍّ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ
Tambahan kata (أمٍّ) adalah qiraah S’ad Ibn Abi Waqqash.[2]

_________________________________

Fauzi Abu Fasya

No comments:

Post a Comment