Friday, August 2, 2019

Belajar dari Kisah al-Qur’an

Oleh: Abu Fuhairah az-Zahid

Berbicara tentang kisah atau cerita, semua kalangan pasti suka. Mulai anak-anak hingga orang dewasa bahkan kakek-nenek. Sebuah kisah mampu masuk ke dalam relung jiwa tanpa disadari, apalagi yang berkisah itu ahlinya. Kisah mampu menghipnotis siapa saja dan membawa pendengarnya seakan-akan hanyut, larut di dalamnya.

Begitu dahsyatnya efek sebuah kisah, sehingga pendengar terkadang tanpa sadar bola matanya mengeluarkan butir-butir bening yang menyejukkan. Mengalir deras hingga ke memenuhi lautan pipi. Hatinya tersentuh dengan kisah yang ia dengar tersebut.

Coba ingat-ingat, pada masa kecil kita dahulu. Tatkala orangtua bercerita tentang sebuah kisah, pasti kita memperhatikan dengan seksama bahkan ada yang sampai meneteskan embun bening terharu serta terbawa hanyut di dalamnya. Itu saja baru sekitar cerita rakyat atau legenda yang belum jelas asal usulnya.

Sedangkan kisah yang bersumber dari al-Qur’an adalah kisah nyata. Sebab sebaik-baik kisah adalah yang berasal dari al-Qur’an. Al-Qur’an pun menyebutnya. Adakah yang lebih indah perkataannya daripada Allah ‘Azza wa Jalla? Jawabannya tentu tidak ada. Karena semua firman-Nya adalah benar adanya, tak terkecuali kisah yang Allah ‘Azza wa Jalla abadikan.

Kisah-kisah al-Qur’an selalu memberikan pelajaran tak berkesudahan. Semakin dikaji dan dipelajari maka akan semakin banyak hikmah serta pelajaran yang didapatkan. Di antara yang sangat bermanfaat bagi kita adalah kisah Nabi Musa ‘Alaihissalam yang belajar kepada Khidhir, yaitu manusia biasa yang derajatnya dibawah beliau. Bahkan Nabi Musa ‘Alaihisslam termasuk salah satu dari Rasul ‘ulul azmi yang lima.

Apa yang menjadi latar belakang hingga membuat Nabi Musa ‘Alaihissalam belajar lagi, sekali pun ia seorang Nabi? Hal ini sebagaimana dalam riwayat Ubay bin Ka’ab dan tercantum dalam kitab Shahih al-Bukhari no.4725. Yang melatar-belakangi adalah ketika ada salah seorang dari kaumnya bertanya ketika ia sedang berkhutbah, “Siapakah manusia yang paling berilmu? Lantas ia menjawab, “Aku”. Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla menegurnya karena tidak mengembalikan ilmunya kepada-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla mewahyukan kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam bahwa di pertemuan dua lautan ada seorang hamba shalih yang lebih berimu daripada engkau.

Akhirnya Nabi Musa ‘Alaihissalam bersama pembantunya, yaitu Yusya’ pergi menyusuri pantai untuk menambah ilmu yang belum diketahuinya. Kisah perjalanan menakjubkan ini pun diabadikan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam al-Qur’an surat al-Kahfi dari ayat 60 sampai 82. Hanya 23 ayat, tetapi pelajaran yang terkandung di dalamnya begitu berharga. (Manhajus Salaf fi Thalabil ‘Ilmi, hal. 35).

Ini baru sepenggal kisah Nabi Musa ‘Alaihissalam, belum kisah-kisah yang menakjubkan lainnya. Al-Qur’an banyak sekali memuat kisah-kisah nyata yang menjadi pelajaran bagi siapa saja. Namun karena keterbatasan ilmu, maka kita tidak bisa merasakan betapa besar pengaruh kisah-kisah tersebut terhadap jiwa dan raga.

Di kisahkan oleh sebagian ahli ilmu bahwa hampir 2/3 al-Qur’an itu berisi kisah yang mengandung hikmah dan pelajaran bagi umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Melalui kisah, orangtua bisa dengan mudah menyampaikan dan menanamkan nilai-nilai ketauhidan kepada anak-anaknya. Melalui kisah, seorang guru dapat menanamkan nilai-nilai keislaman seperti adab, ibadah dengan ikhlas, kasih sayang, berbakti kepada kedua orangtua  kepada anak didiknya.

Perlu diingat bahwa, untuk mempengaruhi jiwa anak setiap orangtua atau guru, seyogyanya menceritakan kisah-kisah yang ada di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah an-Nabawiyah, sejarah kepahlawanan shahabat nabi, perjuangan para ulama dalam mendakwahkan Islam. Hal ini lebih berpengaruh bagi jiwa dan akal anak daripada menceritakan kisah fiktif seperti dogeng, legenda dan cerita rakyat lainnya.

Bagaimana? Sudah siapkah And berkisah?

Wallahu A'lam bish-Showab.

#Catatatan_Penaku

πŸ’ŽπŸ“šπŸ’ŽπŸ“šπŸ’ŽπŸ“šπŸ’ŽπŸ“šπŸ’ŽπŸ“š


No comments:

Post a Comment